Hadirnya Insan Pers Dalam KPU Bisa Sebagai Pengontrol

Minggu, 28 April 2019 - 18:24 WIB
Hadirnya Insan Pers Dalam KPU Bisa Sebagai Pengontrol
Pakar komunikasi dan politik Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo, memandang perlunya unsur pers memperkuat jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai komisioner. Foto/IST
A A A
SURABAYA - Pakar komunikasi dan politik Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo, memandang perlunya unsur pers memperkuat jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai komisioner. Baik KPU pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Ini disampaikan Suko sebagai bentuk respon atas pengumuman tim seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024. Dalam surat pengumuman Nomor: 01/PP.06.Pu/35/Timsel-Kab/Kota/IV/2019 tentang Pendaftaran Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Periode 2019-2024, tertanggal 9 April 2019, tim pansel membuka pendaftaran untuk KPU kabupaten/kota yang terbagi dalam tujuh zona.

"Selama ini pers dituntut terus dan terus independen. Dalam konteks demokrasi, pers adalah penjaganya. Artinya, pers harus benar-benar bebas dari kepentingan segala pihak manapun agar efektif memberikan kontrol," kata Suko di Surabaya, Minggu (28/4/2019).

Menurut Suko, masuknya unsur pers dalam jajaran komisioner KPU bisa menjadi kekuatan kontrol potensi tindakan salah dalam lembaga penyelenggara pemilu tersebut. "Kalaupun berpihak harus bersandar pada kebenaran dan kepentingan publik," ujar dia.

Pers, terutama yang masuk sebagai komisioner KPU, kata Suko, harus bebas dari tekanan dan kepentingan manapun.

Suko tidak menampik adanya tudingan dalam masyarakat bahwa diantara komisioner KPU, baik pusat hingga daerah merupakan 'orang titipan' elit partai politik (Parpol) melalui tahapan awal penyeleksian.

"Tahapan seleksi komisioner KPU juga harus diawasi pers. Terlebih media yang awaknya tidak ikut dalam seleksi. Kalaupun ada perusahaan media yang awak medianya ikut seleksi, kantor redaksi yang bersangkutan juga harus independen," kata Suko yang asli Madiun.

Pers bisa menelisik siapa saja nama-nama yang masuk dalam tim seleksi tiap zona. Selain itu mengontrol tim seleksi tersebut mengenai potensi atau kemungkinan menerima 'titipan calon' dari pihak berpengaruh. Elit partai politik, salah satunya.

Sementara itu, pemerhati politik Program Pendidikan (Prodi) Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Hamim, menegaskan obyektifitas pers sangat dibutuhkan dalam menegakkan demokrasi. Khususnya kejujuran dalam memberikan informasi di ruang publik untuk menjawab krisis kepercayaan masyarakat yang terjadi saat ini terkait fenomena pilpres dan pileg 2019.

"Subtansi pers yang masuk sebagai komisioner untuk netral dalam menyampaikan informasi secara cover both side menjadi kunci utama dalam mendukung kredibilitas KPU," kata Hamim.

Terkait dengan dukungan insan pers terhadap KPU dalam menjaga demokrasi, menurut Hamim, akan memunculkan ragam perspektif. Menurutnya, pers berfungsi sebagai media informasi, sementara KPU mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas negara.

"Dengan demikian, yang dibutuhkan adalah pembuktian pers dalam KPU maupun komisioner lain non pers sebagai warga negara yang profesional dan amanah. Ini harus dideklarasikan, dan tidak sekadar deklarasi semu," pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1228 seconds (0.1#10.140)