Komnas HAM, Dorong Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu

Kamis, 30 Agustus 2018 - 18:21 WIB
Komnas HAM, Dorong Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu
Suasana diskusi penyelesaian kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) berat di masa lalu, digelar Komisi Nasional (Komnas) HAM di Kota Surabaya. Foto/SINDONews/Lukman Hakim.
A A A
SURABAYA - Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) berat masa lalu, dinilai masih jauh dari harapan publik, dan para korban beserta keluarganya.

Meski rezim terus berganti, berkas laporan penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, belum mendapat respon cukup dari Presiden dan jajarannya.

Kondisi tersebut, menyebabkan korban dan keluarga korban terus mempertanyakan komitmen negara atas pemenuhan HAM oleh negara.

Pelanggaran HAM berat di masa lalu, bukan merupakan kejahatan biasa seperti diatur dalam KUHP, dan juga dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Pengadilan HAM, adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat. Pengadilan HAM memuat kategori kejahatan yang termasuk pelanggaran HAM berat, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Sebagai upaya menjaga penyelesaian pelanggaran HAM berat tetap menjadi perhatian, dan prioritas negara. Kami melakukan serangkaian kegiatan publik, yang diharapkan kasus HAM bisa dituntaskan," ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.

Salah satu acara diskusi publik penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu, digelar Komnas HAM di hotel GreenSA Jalan Raya Bandara Juanda, Kamis (30/8/2018).

Menurutnya, peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum pengesahan UU No. 26/2000. Bisa, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.

Pengadilan HAM ad hoc ini, dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres), berdasarkan usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terhadap suatu peristiwa tertentu.

Menurut Pasal 18 ayat (1) UU No. 26/2000, penyelidikan atas pelanggaran HAM berat dilakukan Komnas HAM. Sementara untuk pelanggaran HAM setelah tahun 2000, cukup melalui Keppres.

"Tapi sejauh ini, penuntasan kasus-kasu HAM berat di masa lalu, sangat lamban. Bahkan bisa dikatakan sangat pelan," tandas Beka.

Komnas HAM dalam melaksanakan tugasnya, berwenang menerima laporan atau pengaduan seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran HAM.

Sedangkan, untuk penyidikan dan penuntutan atas pelanggaran HAM berat, dilakukan oleh Jaksa Agung. Hukum Acara atas perkara pelanggaran HAM berat, dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.

Sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia antara lain, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Talangsari, pembunuhan aktivis HAM Munir, peristiwa Trisaksi, peristiwa Semanggi I dan II, pembunuhan aktivis buruh Marsinah, peristiwa di Abepura Papua.

Kualifikasi pelanggaran HAM kategori berat atau bukan, didasarkan pada sifat dari kejahatannya. Yakni, sistematis (systematic) atau meluas (widespread).

Sistematis dikonstrusikan sebagai suatu kebijakan, atau rangkaian tindakan yang telah direncanakan. Sementara meluas, menunjuk pada akibat dari tindakan yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang parah secara meluas.

"Saat ini, kami menggelar diskusi publik terkait penyelesaian pelanggaran HAM di 14 kota di Indonesia. Salah satunya di Malang, dan Surabaya, Jawa Timur," pungkas Beka.

Dalam diskusi ini juga disinggung hak atas pemulihan (remedy) bagi korban, merupakan bagian dari pegekan HAM.

Maka, negara merupakan pihak yang memiliki kewajiban untuk memulihkan hak korban pelanggaran HAM. Baca Juga: Penuntasan Kasus HAM Berat, Terbelenggu Kepentingan Politik

Pada level internasional, hak pemulihan bagi korban pelanggaran HAM ini, didasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 60/147, yang menggariskan prinsip dan pedoman tentang hak atas pemulihan korban pelanggaran berat HAM.

"Bagi korban pelanggaran HAM, perlu ada kompensasi yang sepadan dari pemerintah. Misalnya, dimasukkan menjadi ASN (aparatur sipil negara). Itu untuk menjamin kelangsung hidup dan masa depan korban pelanggaran HAM," kata dosen Universitas Islam Malang (UNISMA), dan Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) Jatim, Mas’ud Said.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4522 seconds (0.1#10.140)