Indonesa di DK PBB: Pembangunan Pemukiman Israel Tak Bisa Diterima

Jum'at, 10 Mei 2019 - 14:26 WIB
Indonesa di DK PBB: Pembangunan Pemukiman Israel Tak Bisa Diterima
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di forum DK PBB menyerukan penghentian pembangunan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina. Foto/Kementerian Luar Negeri Indonesia
A A A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi memimpin pertemuan informal Dewan Keamanan PBB membahas pembangunan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina.

Retno mendesak pembangunan yang terus berlangsung itu dihentikan. "Terus berlangsungnya pembangunan pemukiman ilegal oleh Israel di wilayah pendudukan Palestina tidak dapat diterima," kata Retno di hadapan anggota DK PBB, di New York, Kamis (9/5/2019).

Forum yang dipimpin Indonesia itu berlangsung dalam format Arria Formula dengan tema “Pemukiman dan Pemukim Ilegal Israel: Inti dari Pendudukan, Krisis Perlindungan, dan Penghalang terhadap Perdamaian”.

Pertemuan tersebut diselenggarakan Indonesia bersama dengan Kuwait dan Afrika Selatan, dan dihadiri Menlu Palestina, Riyad al-Maliki. (Baca: Dipimpin Indonesia, Pertemuan 'Anti-Israel' DK PBB Dikecam AS)

Menlu Indonesia tersebut menyampaikan bahwa pemukiman ilegal Israel terus bertambah dari sekitar 110.000 pada tahun 1993 menjadi sekitar 620.000 pada tahun 2017.

Bertambahnya pemukiman ilegal Israel itu, kata Retno, merupakan halangan besar bagi tercapainya perdamaian antara Israel dan Palestina.

"Meskipun situasi saat ini sangat suram, masyarakat internasional tidak boleh kehilangan harapan untuk dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel melalui perundingan dan dialog," kata dia.

Mengutip situs Kementerian Luar Negeri Indonesia, Jumat (10/5/2019), Menlu Retno menyampaikan tiga poin penting dalam pertemuan informal DK PBB tersebut.

Pertama, pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina termasuk di Yerusalem Timur semakin memudarkan harapan solusi 2 negara.

Kedua, pembangunan pemukiman ilegal merupakan sumber dari berbagai pelanggaran hukum dan HAM terhadap rakyat Palestina.

Ketiga, masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk menghentikan kebijakan pembangunan pemukiman ilegal oleh Israel. Untuk itu perlu ada tekanan yang besar dari masyarakat internasional untuk menghentikan pemukiman ilegal Israel di Palestina. Salah satu upaya yang dapat dipertimbangkan adalah dengan menetapkan Hari Solidaritas Internasional bagi Korban Pemukiman Ilegal.

Forum yang dipimpin Indonesia itu dikecam Amerika Serikat (AS). Utusan Presiden AS Donald Trump untuk negosiasi internasional, Jason Greenblatt, menyebut pertemuan informal itu "anti-Israel" karena diadakan untuk mengutuk permukiman Israel.

"(Pertemuan) ini membingungkan dan mengecewakan untuk melihat bias anti-Israel yang jelas dan terus-menerus di PBB," kata Greenblatt.

Dia lantas menyinggung serangan roket Hamas terhadap Israel yang tidak dikecam. "Sangat memalukan bahwa di aula ini terdapat hampir 700 resolusi yang mengecam tindakan Israel, satu-satunya negara demokrasi yang sesungguhnya, namun tidak ada yang mengecam serangan Hamas terhadap Israel," ujar dia.

Greenblatt mengkritik keputusan untuk tidak mengundang Israel ke pertemuan DK PBB. Dia menyebutnya sebagai keputusan mengejutkan dan tidak adil. Dia meminta anggota DK PBB melakukan upaya nyata untuk membawa perdamaian ke wilayah tersebut.

Greenblatt membidik gagasan bahwa pemukiman Israel harus disalahkan karena kurangnya kesepakatan damai."Mari kita berhenti berpura-pura bahwa pemukiman adalah apa yang dipelihara dari solusi damai yang dinegosiasikan. Fokus lelucon dan obsesif pada satu aspek konflik yang rumit ini tidak membantu siapa pun," kata dia, seperti dikutip Fox News.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.5337 seconds (0.1#10.140)