Bulan Puasa: Momentum Melawan Hoax

Senin, 13 Mei 2019 - 12:47 WIB
Bulan Puasa: Momentum Melawan Hoax
Bulan Puasa: Momentum Melawan Hoax
A A A


Oleh:
H Fandi Ahmad Yani
Santri Ponpes Bumi Sholawat
Peraih Suara Terbanyak DPRD Gresik 2019-2024

Dalam sejarah Islam, hoax atau berita bohong menjadi sebab guncangan besar bagi tatanan keislaman yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad. Itu terjadi saat terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, yang kemudian disebut sebagai al-fitnah al-kubra (fitnah besar).

Saat itu, umat Islam saling menebar berita bohong tentang pembunuhan Khalifah Usman untuk kepentingan politik sehingga terjadi perpecahan pertama dalam sejarah Islam, yang bermuara pada peperangan antara Ali dan Muawiyah serta lahirnya sekte-sekte dalam Islam.

Karena itu, tak aneh jika Sayyidina Ali buru-buru menasihati umat Islam agar jangan terjebak dalam hal ini lantaran terprovokasi oleh berita bohong atau hoaks

Kebebasan menggunakan media sosial, tanpa dibatasi, menjadikan siapapun dapat membuat dan membagikan informasi di media sosial. Kecepatan peredaran informasi di media sosial, tanpa diimbangi proses konfirmasi dan verifikasi, seringkali justru menjadi produk berita bohong atau hoaks.

Bulan Puasa tentu dapat menjadi momentum untuk mengendalikan hoaks. Karena berpuasa tidaklah sebatas menjaga nafsu dan syahwat. Namun lebih dari itu berpuasa adalah menjaga diri agar tidak melakukan berbagai hal yang dibenci oleh Allah, baik yang bisa dilakukan oleh mata, lisan, telinga, atau bagian tubuh yang lain.

Menjaga diri agar tidak berkata hal-hal yang sia-sia, juga agar tidak mendengar apa yang diharamkan oleh Allah untuk dilakukan termasuk dalam makna luas puasa.

Menjaga nafsu dan syahwat memang sudah cukup bagi ulama fiqh untuk memenuhi syarat sah puasa. Namun ulama ahli hikmah memaknai sahnya puasa lebih dari itu. Puasa yang sah adalah puasa yang diterima. Puasa yang diterima adalah puasa yang maksudnya tercapai. Lalu apa maksud dari berpuasa? Adalah berakhlak dengan akhlak terbaik, akhlak malaikat, akhlak para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW.

Sejalan dengan makna tersebut ada sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda “Lima hal ini bisa membuat puasa seseorang tidak sah: berbohong, menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat”.

Tidak satu pun dari lima hal ini menunjukkan perilaku makan, minum, atau berhubungan suami istri. Namun mengapa kelimanya bisa membuat puasa seseorang tidak sah? Ini tentu berkaitan dengan makna sah itu sendiri; terwujudnya maksud puasa, untuk berakhlak mulia, dalam diri sang sa’im (orang yang berpuasa).

Karena itu, yang dimaksud ‘Puasa Hoaks’ bukanlah semata untuk puasa itu sendiri. Tapi secara sosiologis, karena saat ini di masyarakat banyak beredar hoaks atau berita bohong, yang sudah sangat massif, menyesatkan, bahkan meresahkan, maka ‘Puasa Hoaks’ harus menjadi semangat baru di masyarakat.

Pada dasarnya, hoaks beredar karena tak adanya proses konfirmasi atau verifikasi atas informasi yang diterima. Di era media sosial kini, siapapun berhak mengunggah informasi. Karena itu, proses verifikasi atau memilah informasi menjadi penting.
Seperti beberapa kiat menghadapi hoaks:

- Rutinlah membaca berita dari media yang terpercaya dan dihormati, seperti media-media resmi instansi pemerintah, organisasi masyarakat, juga media pers resmi.
- Orang yang paling rentan hoax adalah orang yang jarang mengonsumsi berita. Karena itu, kebiasaan membaca atau literasi juga upaya untuk membentengi diri dari berita hoaks.
- Kalau suatu berita kedengarannya tidak mungkin, bacalah dengan lebih teliti karena seringkali itu karena memang itu tidak mungkin.
- Jangan share artikel/foto/pesan berantai tanpa membaca sepenuhnya dan yakin akan kebenarannya.

puasa hoaks adalah jangan bicara kecuali benar dan manfaat karena semua ucapan dan tindakan akan dipertanggung jawabkan.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0667 seconds (0.1#10.140)