Apa Penyebab Kematian Korban Mutilasi? Polisi Masih Mendalaminya

Jum'at, 17 Mei 2019 - 12:54 WIB
Apa Penyebab Kematian Korban Mutilasi? Polisi Masih Mendalaminya
Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
MALANG - Sejak ditemukan pada Selasa (14/5/2019), hingga kini identitas perempuan yang menjadi korban mutilasi di Pasar Besar Malang (PBM) belum juga terkuak.

Bukan hanya kesulitan dalam mengungkap identitas korban, polisi juga masih belum bisa memastikan penyebab utama kematian korban yang diduga berusia 34 tahun tersebut.

(Baca juga: Hasil Forensik, Menjadi Penentu Kasus Hukum yang Menjerat Sugeng )

Berdasarkan pengakuan pelaku mutilasi, Sugeng (49), korban mati karena sakit, dan kemudian baru dia melakukan mutilasi terhadap jenaah korban, sesuai dengan wasiat yang disampaikan korban sebelum mati.

Namun, tim penyelidik dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Malang Kota, tidak begitu saja percaya dengan cerita narasi yang dibuat oleh Sugeng.

Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri menegaskan, hingga saat ini penyebab kematian korban masih didalami oleh tim penyelidik dan tim Laboratorium Forensik (Labfor).

"Hasil sementara, korban memiliki riwayat sakit paru-paru akut. Tetapi, kami masih belum bisa menyebutkan penyebab meninggalnya korban. Masih kami dalami terus," tuturnya.

Dia tidak ingin berspekulasi terkait penyebab kematian korban mutilasi tersebut, karena proses penyelidikan masih terus berjalan, dan masih menunggu hasil otopsi serta labfor.

Berbagai barang bukti yang sudah ditemukan, juga terus diteliti untuk mengungkap misteri ini. Barang bukti itu antara lain gunting, baju, serta peralatan untuk menato telapak kaki korban.

"Pelaku sudah mengakui telah melakukan mutilasi terhadap korban, karena menjalankan wasiat korban. Dia mengaku kepada petugas yang memeriksanya, kalau mutilasi itu dilakukan tiga hari setelah korban meninggal," terang Asfuri.

(Baca juga: Ada Perbedaan Keterangan Tersangka Sugeng, dengan Fakta di TKP? )

Lebih lanjut Asfuri mengatakan, pelaku sudah menjalani pemeriksaan dari tim psikiater pada Kamis (16/5/2019) sore. Salah satu hasilnya, pelaku tidak dalam gangguan jiwa saat melakukan mutilasi.

Tim psikiater menyebutkan, bahwa pelaku mengalami gangguan perilaku, dan ada beberapa hal yang masih disembunyikan, sehingga dibuatkan surat rekomendasi untuk dirujuk ke rumah sakit jiwa.

Apabila fakta-faktanya membuktikan korban dimutilasi setelah meninggal dunia, menurut Asfuri, pelaku mutilasi akan dijerat dengan pasal 181 KUHP tentang upaya penghilangan jenazah, dengan ancaman hukuman sembilan bulan, dan denda Rp4.500.

"Namun apabila ada unsur tindak pidana lain yang menyebabkan korbam meninggal dunia, maka pelaku bisa dikenai pasal 338 atau 340 KUHP tentang pembunuhan," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 7.3392 seconds (0.1#10.140)