C-MARS Nilai Khofifah Belum Ada Karya Tangani Konflik Sosial

Selasa, 28 Mei 2019 - 13:15 WIB
C-MARS Nilai Khofifah Belum Ada Karya Tangani Konflik Sosial
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, dinilai oleh C-MARS, belum memiliki karya dalam menangani konflik sosial. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
SURABAYA - Direktur Central Of Marginalized Community (C-MARS), Ahmad Zainul Hamdi mempertanyakan penghargaan yang diraih Jawa Timur (Jatim) dalam memangani konflik sosial.

(Baca juga: KontraS: Khofifah Belum Punya Komitmen Selesaikan Konflik Syiah )

Sebelumnya, Jatim mampu meraih penghargaan sebagai provinsi terbaik Tim Terpadu (Timdu) tingkat nasional, dalam penanganan konflik sosial tahun 2019. Namun, hingga saat ini masalah konflik Syiah di Kabupaten Sampang, belum tertangani dengan baik.

Penghargaan tersebut diserahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, pada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa pada acara Rakornas Timdu Penanganan Konflik Sosial di Hotel Grand Paragon, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2019) lalu.

Menurut Ahmad Zainul Hamdi, sejak menjabat sebagai orang nomor satu di Jatim pada pertengahan Februari lalu hingga saat ini, belum ada prestasi apapun yang ditorehkan oleh Khofifah. Terutama dalam penanganan konflik sosial. "Khofifah itu belum ada karya (dalam penanganan konflik sosial)," katanya, Selasa (28/5/2019).

Sebaliknya, pengajar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya ini mempertanyakan komitmen Khofifah dalam masalah penanganan konflik sosial. Saat ini, program Pemprov Jatim adalah Jatim Harmoni.

Sayangnya, secara teknis penerapan program itu tidak terjelaskan secara lebih rinci. Misalnya, ketika ada konflik sosial, bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga konflik itu bisa diselesaikan dengan baik. "Itu yang kita kejar (komitmen Khofifah). Penyelesaian konflik tidak hanya masalah program, tapi bagaimana kebijakannya," terangnya.

Menurut pria yang akrab disapa Inung tersebut, upaya rekonsiliasi sudah diupayakan. Namun selalu menemui jalan buntu. Warga Sunni di Sampang, menolak mentah-mentah warga Syiah yang sekarang tinggal di Rusun Jemundo Sidoarjo kembali ke kampung halamannya.

Warga Syiah bisa diterima ketika bersedia bertobat dengan masuk ke Sunni. "Kalau pandangannya kaku seperti ini, sampai kapanpun masalah konflik Syiah tidak akan selesai," ujarnya.

Di sisi lain, Pemprov Jatim berencana merelokasi warga Syiah yang tinggal di Rusun Jemundo. Rencananya, mereka akan dicarikan tempat di salah satu wilayah di Jatim.

Inung menolak rencana itu. Menurutnya, jika itu terjadi maka yang muncul adalah kebijakan itu bentuk pengusiran. Seharusnya, Pemprov Jatim bisa mendorong pada warga Syiah untuk bisa pindah secara mandiri. Tentu difasilitasi Pemprov Jatim.

"Terserah mereka mau tinggal dimana. Yang lebih penting lagi, tanah warga Syiah yang ada di Sampang harus tersertifikasi. Ini untuk melindungi aset mereka agar tidak diserobot pihak lain," katanya.

Diketahui, saat ini ada sebanyak 224 orang lebih warga Syiah dari Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Sampang oleh Pemprov Jatim diungsikan di Rusun Jemundo, Sidoarjo, akibat konflik pada Agustus 2012 silam.

Konflik berupa penyerangan dan pembakaran bangunan milik warga Syiah itu mengakibatkan satu orang tewas dan empat orang lainnya kritis. Kemudian puluhan rumah terbakar.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.1806 seconds (0.1#10.140)