Buntut Demo Besar, Hong Kong Tangguhkan Pemberlakuan RUU Ekstradisi

Sabtu, 15 Juni 2019 - 16:24 WIB
Buntut Demo Besar, Hong Kong Tangguhkan Pemberlakuan RUU Ekstradisi
Suasana demo besar yang melanda Hong Kong menolak pemberlakuan RUU Ekstradisi. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
HONG KONG - Rancangan Undang Undang (RUU) ekstradisi yang menuai aksi protes besar di Hong Kong akhirnya dipastikan akan ditangguhkan.

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, mendapat tekanan besar untuk tidak memberlakukan undang-undang kontroversial itu, termasuk dari sekutu dan penasihat politiknya sendiri.

"Pemerintah telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan amandemen legislatif, memulai kembali komunikasi kami dengan semua sektor masyarakat, melakukan lebih banyak bekerja dan mendengarkan berbagai pandangan masyarakat," kata Lam seperti dilansir dari AFP, Sabtu (15/6/2019).

Menurut dia, pemerintah Hong Kong tidak punya niat untuk menetapkan batas waktu untuk pekerjaan ini dan berjanji untuk melapor dan berkonsultasi dengan anggota dewan legislatif tentang keamanan sebelum memutuskan langkah selanjutnya.

Hong Kong diguncang oleh kekerasan politik terburuk sejak penyerahannya ke China pada tahun 1997 pada Rabu lalu. Puluhan ribu pengunjuk rasa dibubarkan oleh polisi anti huru hara dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet.

Ketegangan memuncak dengan penyelenggara protes yang merencanakan aksi massa lagi pada hari Minggu.

South China Morning Post mengatakan Lam mengadakan pertemuan darurat pada Jumat malam dengan para penasihatnya. Lam, yang ditunjuk oleh sebuah komite berisi loyalis Beijing, sebelumnya menolak untuk mempertimbangkan meninggalkan RUU tersebut.

Selama berbulan-bulan, Lam dikritik oleh badan-badan bisnis dan hukum. Puncaknya adalah aksi protes yang memecahkan rekor terjadi pada hari Minggu lalu dimana penyelenggara mengatakan lebih dari satu juta demonstran turun ke jalanan.

"Saya merasa sangat sedih dan menyesal bahwa kekurangan dalam pekerjaan kami dan berbagai faktor lainnya telah menimbulkan kontroversi dan perselisihan yang substansial dalam masyarakat setelah periode yang relatif tenang dalam dua tahun terakhir," kata Lam.

Penolakan terhadap RUU ekstradiri itu telah menyatukan seluruh lapisan di Hong Kong secara luas. Pihak demonstran menyerukan penarikan penuh RUU tersebut, bukan penundaan.

Beijing sendiri secara vokal mendukung RUU itu dan awal pekan ini memberikan dukungan penuh di belakang pemerintahan Lam, menyebut para pemrotes sebagai "perusuh".

Namun sejak itu Lam berusaha menjauhkan diri dari kemarahan publik.

"Pemerintah pusat tidak memberikan instruksi, tidak ada perintah tentang ... amandemen," kata Lu Xiaoming, duta besar China untuk Inggris, kepada BBC.

"Amandemen ini diprakarsai oleh pemerintah Hong Kong," imbuh dia.

Pada Jumat malam, ribuan orangtua berkumpul di sebuah taman di jantung distrik komersial kota itu untuk mengutuk penggunaan peluru karet dan gas air mata terhadap para demonstran yang kebanyakan anak muda pada hari Rabu.

Y. Chan, seorang ibu dua anak berusia 50 tahun, mengatakan, dia sangat marah melihat adegan itu.

"Itu menyerukan kepada semua ibu yang sudah cukup dengan apa yang terjadi kemarin," kata dia kepada AFP.

"Anak-anakku ada di sana juga hari itu. Meskipun aku ingin mereka aman, ingin mereka ada di rumah, tapi ini rumah mereka. Mereka mempertahankannya," kata dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2850 seconds (0.1#10.140)