Kuasa Hukum Sesalkan Pemblokiran Rekening PT YEKAPE

Senin, 17 Juni 2019 - 11:45 WIB
Kuasa Hukum Sesalkan Pemblokiran Rekening PT YEKAPE
Kuasa Hukum Sesalkan Pemblokiran Rekening PT YEKAPE
A A A
SURABAYA - Pemblokiran tujuh rekening Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Kota Surabaya dan PT YEKAPE oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) disayangkan kuasa hukum PT YEKAPE, Sumarso. Pasalnya, pemblokiran tersebut sangat merugikan perusahaan.

"Kalau memang terbukti (YKP dan PT YEKAPE) milik Pemkot, kita juga tidak ada masalah dan silahkan. Tapi jangan merugikan masyarakat, disitu kan ada penabung dan kasihan kan penabung. Jangan dimatikan lah usaha ini. Pemblokiran itu (rekening) sangat merugikan,” kata Sumarso, Senin (17/6/2019).

Di sisi lain, pihaknya menghormati dan mempersilahkan proses hukum yang saat ini terus berjalan. “Proses hukum boleh berjalan, tapi jangan mematikan orang banyak. Boleh saja proses hukum berjalan, dan saya hormati. Kalau nanti tidak terbukti, kasihan yang dirugikan orang banyak,” tegasnya.

Tak hanya soal pemblokiran rekening, Sumarso juga menyesalkan pencekalan terhadap lima petinggi YKP dan PT YEKAPE oleh Kejati Jatim. "Alasan pencekalan itu memudahkan proses. Tapi selama ini apa yang dialami dan menjadi hambatan dari Kejaksaan? kan belum ada. Manurut saya tidak perlu dulu lah, kecuali ada indikasi orang mau melarikan diri, baru boleh dicekal dan tidak ada masalah," ujar Sumarso.

Diketahui, setelah mennggeledah kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya di Jalan Sedap Malam Nomor 9-11, Surabaya dan di PT YEKAPE di Jalan Wijaya Kusuma Nomor 36, Surabaya pada Selasa (11/6/2019), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) hari ini mencekal lima pengurus YKP dan PT YEKAPE.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, nama yang diajukan untuk dicekal adalah Drs. Surjo Harjono,SH, H Mentik Budiwijono, H Sartono, SH, H, Chairul Huda dan Catur Hadi Nurcahyo. Pencekalan diajukan ke pihak Imigrasi melalui asisten intelijen Kejati Jatim. Tujuan pencekalan tersebut untuk memperlancar proses penyidikan. “Khususnya agar para pengurus itu tidak melarikan diri ke luar negeri,” katanya, Rabu (12/11/2019).

Alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (Unibraw) ini menambahkan, kelima orang yang dicekal adalah orang-orang yang selama ini menjadi pengurus dan menguasai YKP maupun anak usahanya di PT YEKAPE. "Ada kekhawatiran penyidik bahwa nanti proses penyidikan akan ada kendala bila mereka ada yang melarikan diri. Untuk mencegah itu kami putuskan untuk melakukan pencekalan terhadap mereka" jelasnya.

Kasus dugaan korupsi di YKP ini merupakan kasus lama. DPRD Kota Surabaya pada 2011 lalu bahkan sempat membentuk Pansus Hak Angket Pengembalian Aset YKP. Salah satu fakta yang terungkap dalam Pansus Hak Angket itu adalah YKP yang merupakan aset Pemkot Surabaya, dikabarkan telah dibubarkan dan berubah bentuk menjadi PT YEKAPE pada 1994. Awalnya, YKP melakukan pembangunan di atas aset lahan milik Pemkot Surabaya dengan cara menyewa.

Dengan demikian, aset lahan yang dibangun tetap milik Pemkot Surabaya. Pengelolaan yang dilakukan YKP terus berkembang hingga akhirnya YKP mampu membeli tanah sendiri untuk dibangun sebuah perumahan. Lantaran yayasan ini bukan lembaga yang berbadan hukum, pengurus YKP ketika itu meregulasi sistem pengelolaannya, akhirnya diputuskan untuk membentuk sebuah PT.

Dengan dibentuknya PT YEKAPE, jika ada warga yang menabung ke YKP untuk mendapat unit rumah, ordernya dilimpahkan ke PT YEKAPE. Pada perjalanannya, pasca dibentuknya PT YEKAPE keberadaan YKP semakin tidak diakui. Seakan-akan YKP yang dulu mengelola aset Pemkot Surabaya sudah menjelma menjadi PT YEKAPE.

Menurut Didik, YKP dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah "surat ijo" berasal dari Pemkot. Tahun 1971 juga ada suntikan modal Rp15 juta dari Pemkot Surabaya. Bukti YKP itu milik Pemkot, sejak berdiri ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Wali Kota Surabaya. "Hingga tahun 1999 dijabat Wali Kota Sunarto," terangnya.

Karena ada ketentuan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.Namun tiba-tiba 2002, Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. "Sejak saat itu, pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum "memisahkan" diri dari Pemkot," imbuh Didik.

Padahal sampai 2007, YKP masih setor ke Kas Daerah (Kasda) Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.

"Ini korupsi yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Ini kasus korupsi terbesar yang pernah ditangani Kejati Jatim. Soal tersangka sabar dulu mas. Nanti setelah Lebaran segera kami umumkan," tandas mantan Kepala Kejari Surabaya ini.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4968 seconds (0.1#10.140)