Penulis Buku Media Power in Indonesia Ditolak Masuk Indonesia

Rabu, 26 Juni 2019 - 08:42 WIB
Penulis Buku Media Power in Indonesia Ditolak Masuk Indonesia
Dr Ross Tapsell adalah penulis beberapa buku tentang politik dan masyarakat Indonesia, termasuk buku
A A A
JAKARTA - Dua peneliti tentang Indonesia asal Australia ditolak masuk ke Indonesia oleh otoritas pemerintah.

Kedua pakar yang berbasis di Australia tersebut adalah Dr Ross Tapsell dari Universitas Nasional Australia dan Dr David McRae dari Universitas Melbourne.

Keduanya dikenal sebagai peneliti tentang Indonesia. Dua peneliti itu dihentikan dicegah masuk di perbatasan dalam tiga bulan terakhir dan dipulangkan.

Mereka melakukan perjalanan ke Indonesia untuk tujuan penelitian individu, namun menggunakan visa pariwisata bukan visa penelitian khusus yang diperlukan untuk penelitian akademis. Penyalahgunaan visa seperti itu jelas merupakan pelanggaran peraturan.

Tetapi menurut sumber akademis, sudah lumrah bagi para peneliti dari seluruh dunia untuk memasuki Indonesia dengan visa turis gratis karena proses untuk mendapatkan visa akademis dapat memakan waktu enam bulan dan sukar.

Visa turis biasanya juga digunakan secara luas untuk kunjungan keluarga atau sosial, acara seni dan budaya, untuk tugas pemerintah, untuk menyampaikan pidato atau menghadiri seminar, atau untuk menghadiri pertemuan bisnis di Indonesia.

Otoritas imigrasi Indonesia melalui seorang juru bicara seperti dikutip Sydney Morning Herald, Selasa (25/6/2019), mengonfirmasi bahwa beberapa akademisi lain juga telah ditolak masuk untuk proyek-proyek penelitian dalam beberapa bulan terakhir.

Juru bicara itu menolak merinci berapa banyak akademisi lain yang telah ditolak masuk atau merinci dari negara mana mereka berasal.

Tapsell adalah penulis beberapa buku tentang politik dan masyarakat Indonesia, termasuk buku "Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution". Sedangkan McRae telah mengedit dan berkontribusi pada beberapa buku tentang topik-topik serupa.

Tidak ada dari mereka yang menanggapi permintaan komentar pada hari Selasa. Sedangkan beberapa ahli terkemuka Indonesia yang berbasis di Australia juga menolak memberikan komentar.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia telah memeriksa aplikasi visa untuk akademisi selama sekitar 10 tahun. Tahun lalu, Kementerian itu mengumumkan akan memperketat aturan bagi akademisi yang ingin datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian. Kementerian menolak mengomentari kasus ditolaknya dua pakar Australia itu.

Profesor Dewi Fortuna Anwar, salah satu ilmuwan politik terkemuka di Indonesia, mengatakan, Indonesia perlu memeriksa kembali peraturannya untuk akademisi asing. Dia mengatakan bahwa persyaratan visa saat ini terlalu sukar, dan bisa merusak kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.

"Ketika LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan penelitian, kami dapat menilai secara substansi apakah penelitian itu pantas, apakah peneliti lokal akan mendapat manfaat," kata dia.

Dia mengatakan, ketika pergi ke kementerian, mereka yang menghadiri pertemuan (untuk memutuskan visa) lebih peduli dengan berpegang pada surat hukum.

"Pada saat kami ingin mengembangkan jaringan internasional, untuk meningkatkan kualitas institusi lokal, yang membutuhkan kerja sama internasional yang lebih besar, pada saat yang sama ada semua hambatan yang diberlakukan yang tidak ramah terhadap peneliti," kata dia.

Rancangan undang-undang (RUU) dari parlemen Indonesia, yang disebut "RUU Ilmu Pengetahuan dan Teknologi", akan membuat semakin sulit bagi akademisi yang ingin belajar di Indonesia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8386 seconds (0.1#10.140)