Cuaca Ekstrem Ancam Sejumlah Kawasan di Dunia, Termasuk Indonesia

Rabu, 26 Juni 2019 - 09:03 WIB
Cuaca Ekstrem Ancam Sejumlah Kawasan di Dunia, Termasuk Indonesia
Cuaca Ekstrem Ancam Sejumlah Kawasan di Dunia, Termasuk juga di wilayah Indonesia. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Cuaca ekstrem saat sedang melanda Eropa. Tiga hari sebelum memasuki musim panas, gelombang panas dengan rata-rata suhu 40 derajat Celsius menerjang benua biru tersebut.

Kondisi ini tidak pernah terjadi sejak 1500. Kondisi demikian merupakan bagian dari perubahan yang terjadi sejak 50 tahun silam sebagai dampak perubahan suhu global.

Suhu rata-rata global meningkat akibat konsentrasi gas rumah kaca, seperti pembakaran batu bara dan minyak. Suhu dari Prancis hingga Swiss diperkirakan akan meningkat sangat tajam.

Sampai kemarin, suhu di Kota Paris dan Lyon telah mencapai 34 derajat Celsius, adapun di Ebro-Guadiana mencapai 42 derajat Celsius. Dengan suhu yang lebih panas, lapisan es di Greenland kini meleleh dan Australia mengalami kekeringan terburuk di sepanjang sejarah. Profesor Stefan Rahmstorft dari Univer sitas Jerman mengidentifikasikan suhu dengan rekor ekstrem di Eropa hanya tercatat pada 2002, 2003, 2010, 2016, dan 2018.

“Musim panas terpanas di Eropa hanya terjadi ketika me masuki abad ke-20,” ungkap Rahmstorft, dikutip CNN.

Cuaca ekstrem juga melanda Tanah Air. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, sejumlah wilayah di Tanah Air mengalami kekeringan panjang. Di sisi lain, sejumlah daerah di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami suhu dingin yang cukup ekstrem.

Bahkan, tempat seperti Gunung Dieng dan Gunung Bromo diselimuti embun es. Menghadapi suhu ekstrem tersebut, terutama terhadap dampak kekeringan, BNPB melalui Kepala Bidang Humas Rita Rosita S telah mengingatkan pemerintah daerah untuk mengantisipasi agar jangan sampai masyarakat terdampak kondisi tersebut.

Antisipasi urgen dilakukan mengingat musim kemarau yang berlangsung sejak Mei ini diprediksi akan berlangsung hingga Agustus 2019. “BNPB mengimbau pemerintah daerah untuk mengantisipasi potensi kekeringan dengan penyiapan sumber daya, seperti penyiapan sumber daya, pemantauan ketersediaan air bersih, serta pemenuhan standar minimum air untuk kebutuhan warga dan hewan ternak,” kata Rita.

Di Eropa, pemerintah di sejumlah negara mengimbau anak-anak dan orang lanjut usia untuk tidak meninggalkan rumah serta mengonsumsi air minum untuk menghindari dehidrasi. Adapun pemerintah Prancis mengambil tindakan khusus. Selain menyediakan ruangan dingin, pemerintah Prancis juga membuka kolam renang dan air minum.

“Saya khawatir dengan masyarakat yang menganggap remeh permasalahan ini dengan memforsir kekuatan fisik dan berada di luar rumah,” kata Menteri Kesehatan Prancis Agnes Buzyn.

Pemerintah Italia, Jerman, Swiss, dan Spanyol juga cukup waspada dengan kondisi ini. Pemerintah Italia merencanakan penunjukan dokter militer untuk membantu pasien di rumah sakit. Suhu di seluruh kota di Italia, termasuk Roma, Florence, Bologna, Milan, dan Turin, diperkirakan mencapai 37-40 derajat Celsius. Rekor suhu 38,2 derajat Celsius di Frankfurt, Jerman pada 1947 juga kemungkinan besar akan pecah bulan ini dengan rekor baru 39-40 de rajat Celsius.

Negara Skandi navia yang terkenal dingin juga dipre - d iksi akan terdampak. Sebagian wilayah Denmark dan Swedia di perkirakan akan memiliki suhu 35 derajat Celsius. Negara di Asia juga tidak terbebas dari cuaca ekstrem.

Sedikitnya 184 orang tewas di India tahun ini akibat gelombang panas. Suhu rata-rata di sebagian besar wilayah India melampaui 40 derajat Celsius dalam 32 hari terakhir. Pemerintah lokal melarang adanya aktivitas konstruksi dan aktivitas lainnya antara pukul 11.00-16.00. Suhu tertinggi di India saat ini mencapai 45,2 derajat Celsius atau naik sekitar 7 derajat Celsius dibanding tahun lalu.

Ratusan orang jatuh sakit dan harus dirawat. Pada 2015, gelombang panas juga menerpa India dan Pakistan hingga menewaskan 3.500 orang.

Musim hujan di India pun mengalami keterlambatan 11 hari. Australia juga dilanda musim kemarau terburuk. Meski bukan yang terpanjang, musim kemarau tahun ini menjadi yang terpanas. Sejak 2012, peternakan kambing, lahan perkebunan dan pertanian, serta tumbuhan rusak parah.

Produksi pertanian Australia diperkirakan akan menurun sekitar 23% tahun ini. Di belahan bumi lainnya, lapisan es di Greenland telah mencair lebih awal dari biasanya.

Fenomena ini tidak terjadi sejak 1980. Hal itu diungkapkan seorang peneliti asal Denmark melalui unggahan foto. “Musim cair es di Greenland pada umumnya terjadi dari Juni-Agustus, tapi kali ini terjadi sejak April,” katanya.

Kekeringan dan Suhu Dingin

Berdasarkan data Pusdalops BNPB per hari Minggu (23/6), pukul 08.00 WIB, beberapa wilayah di Jawa Tengah (Jateng), JawaTimur (Jatim), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami kekeringan.

Fenomena ini meng akibatkan 100.230 warga terpapar dampak kekeringan, dengan rincian di wilayah DIY berjumlah 85.000 jiwa (24.166 KK) yang tersebar di 57 desa di Kabupaten Gunung Kidul; Jateng 14.253 (3.984 KK) yang ter sebar di Kecamatan Kewungetan dan Patimuan, Kabupaten Cilacap; dan Jatim 977 (287 KK) di Desa Trosono, Keca matan Parang, Kabupaten Magetan.

Rita menjelaskan, berdasarkan analisis dari Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana (Pastigana) BNPB, prakiraan awal musim kemarau pada 2019 umumnya akan terjadi pada Mei, Juni, dan Juli dengan persentase sekitar 83% dan musim kemarau tahun ini diprakirakan terjadi pada Agustus 2019, dengan pre sentase 53%.

Kemudian, lanjut dia, berdasarkan perkembangan per 10 Juni 2019, sejumlah daerah tanpa hujan dengan kategori sangat panjang (30-60 hari) di sebagian daerah di beberapa provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat(Jabar), Jateng, Jatim, DIY, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Kategori ekstrem (lebih dari 60 hari) terjadi di sebagian daerah Jatim, Bali, dan NTT.

Ada pun wilayah yang teridentifikasi berpotensi mengalami hari tanpa hujan lebih dari 60 hari antara lain Kemulan (Jatim), Sambirenteng (Bali), Wairang, Fatukety, Sulamu, dan Oepoi (NTT).

Sementara itu, suhu dingin menyelimuti dataran tinggi Dieng beberapa belakangan. Bahkan Senin lalu, suhu mencapai minus 9 derajat Celsius. Akibatnya, embun es Dieng me nutupi tanaman dan perkebunan warga. Cuaca ekstrem yang terjadi di Gunung Bromo memunculkan fenomena embun es, Jumat (21/6/2019).

Oleh masyarakat sekitar, embun es ini dikenal dengan sebutan embun upas. Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) R Mulyono R Prabowo dalam keterangan tertulisnya (25/6) menuturkan, suhu dingin sebenarnya tidak hanya terjadi di wilayah Jawa, tapi juga mencapai Nusa Tenggara.

Penurunan suhu yang terjadi cukup signifikan hingga mencapai di bawah 15 derajat Celsius. Menurut dia, kondisi suhu dingin ini terjadi sebagai akibat dari adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah Benua Australia, yang dikenal dengan aliran monsun dingin Australia.

Secara klimatologis, Mulyono melanjutkan bahwa monsun dingin Australia aktif pada periode Juni, Juli, hingga Agustus, yang merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.

“Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan,” kata Mulyono.

Selain itu, kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah membuat atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari, sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan menjadi lebih dingin daripada biasanya.

Kondisi tersebut sangat bertolak belakang saat musim hujan atau peralihan (pancaroba), yang biasanya suhu pada malam hari akan menjadi lebih panas karena uap air di atmosfer cukup banyak karena banyak nya pertumbuhan awan sehingga terjadinya atmosfer semacam “reservoir panas”.

Berdasarkan data pengamat an BMKG, selama sepekan ini suhu udara lebih rendah dari 15derajatCelsiusdapatditemui di wilayah Frans Sales Lega (NTT) dan Treters (Pasuruan). Pada wilayah Frans Sales Lega, suhu udara sempat sampai 9,2 derajat Celsius pada 15 Juni 2019. Kondisi serupa juga terjadi hingga Dataran Tinggi Dieng (Jawa Tengah) ataupun daerah pegunungan lainnya yang merasakan dampaknya.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7191 seconds (0.1#10.140)