Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya

Selasa, 02 Juli 2019 - 22:56 WIB
Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya
Kerajaan Majapahit, pernah besar dan menguasai nusantara. Peninggalan-peninggalannya masih menyisakan mitos. Foto/SINDOnews/Tritus Julan
A A A
MOJOKERTO - Siapa yang tak mengenal Majapahit? Imperium adidaya pada abad ke-13. Majapahit juga disebut sebagai kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara.

Raden Wijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit yang bertakhta pada 1293-1309 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Nama asli Raden Wijaya adalah Nararya Sanggramawijaya. Nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun 1294.

Masa keemasan Majapahit terjadi saat tampuk kekuasan dipegang Hayam Wuruk (1350-1389), raja keempat Majapahit. Mendapat sokongan penuh Mahapatih Gajah Mada, putra Tribhuwana Wijayatunggadewi itu mampu menyatukan seluruh Nusantara. Hingga akhirnya runtuh pada sekitar tahun 1500.

Nagarakertagama menyebutkan, wilayah kekuasan Majapahit meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Indonesia bagian timur, termasuk Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga sebagian Maluku. Dikutip dari buku Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand karya Choirul Fuad Yusuf, tidak kurang dari 98 kerajaan yang bernaung di bawah kuasa Majapahit.

Ekspansi Majapahit juga merambah ke kerajaan di Semenanjung Malaya (Malaysia dan Brunei), Tumasik (Singapura), serta sebagian Thailand dan Filipina. Konon, angkatan Laut Majapahit sangat kuat, sehingga disebut sebagai Talasokrasi atau Penguasa Laut.

Namun, dibalik nama besarnya, Majapahit tak meninggalkan jejak yang berarti di Mojokerto. Hanya puing-puing benda purbakala yang banyak tak terurus. Meksi demikian, cerita tentang kejayaan Majapahit dan mitos-mitos yang menyelimutinya masih begitu kental hingga saat ini.

Berikut Tujuh Mitos Majapahit Dibalik Situs Peninggalannya :

1. Kamal Pandak dan Kejayaan Majapahit

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Pada era Jayanegara (1309-1328), ibu kota Majapahit dipindahkan ke Trowulan. Namun, Majapahit mencapai kejayaan pada era Raja Hayam Wuruk atau Rajasanagara (1350-1389) berkat dukungan penuh Mahapatih Gajah Mada. Sejak Girindrawardhana (1456-1466) berkuasa, pusat Majapahit kemudian dipindahkan lagi ke Kediri.

Ada mitos dibalik kebesaran Majapahit yang saat ini tak banyak orang tahu. Sejarahwan Mojokerto Ayuhannafiq mengatakan, jauh berabad-abad sebelum Majapahit, konon Mpu Bharada yang merupakan guru Prabu Airlangga diminta untuk membagi wilayah kerajaan Kahuripan menjadi dua wilayah. Lantaran bingung memilih dua putranya untuk menjadi putra mahkota.

Pembelahan wilayah ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.

"Konon katanya saat itu Mpu Bharada terbang membawa kendi berisi air. Air itu kemudian yang memecah kedua wilayah, maka jadilah sungai Brantas. Saat terbang itu, kain yang digunakan Mpu Bharada nyangkut di pohon asem yang sangat tinggi dan besar. Kemudian Mpu Bharada mengeluarkan sabda, pohon tersebut menjadi pendek. Akhirnya disebut Kamal Pandak," katanya.

Pasca isiden tersebut, Mpu Bharada memutuskan untuk berhenti dan tidak melanjutkan prosesi pembelahan wilayah itu sampai tuntas. Kemudian ia berdiam diri dan memutuskan untuk bertapa dan menetap di Kamal Pandak. Konon, raja-raja setelah Airlangga, mencari lokasi dimana Kamal Pandak tersebut. Diyakini, kerajaan yang berdiri di atas Kamal Pandak, bakal bisa menyatukan kerajaan di tanah jawa.

"Mitosnya, Kamal Pandak itu ya di Trowulan, tempat Kerajaan Majapahit. Karena pindah ke Trowulan, Majapahit bisa menyatukan Nusantara. Dalam Nagarakertagama, wilayahnya meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur. Termasuk Semenanjung Malaya, Tumasik (Singapura), serta sebagian Thailand dan Filipina," tutur Yuhan.

2. Kabut dan Misteri Pembobol Gudang Emas

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Majapahit merupakan kerajaan Hindu yang sangat besar. Bahkan tergolong kerajaan yang kaya raya. Hal itu dibuktikan dari sisa-sisa peninggalannya. Termasuk dari cerita dan buku-buku yang ditulis sejumlah orang yang pernah mengunjungi Kerajaan Majapahit.

Sejarahwan Mojokerto, Ayuhannafiq menuturkan, dari buku Pastur Odorico Mattiuzzi yang berjudul "Perjalanan Pastur Odorico" disebutkan bahwa, Majapahit merupakan kerajaan yang sangat kaya. Bahkan sang pastur sampai terpesona saat singgah di Kota Raja Wilwatikta pada tahun 1322.

Pastur yang lahir pada tahun 1286 di Villanova sebuah tempat dekat kota Pardenone, Friuli Italia, ini mendapatkan izin tinggal sementara di Wilwatikta dari Raja Majapahit yang dijabat Jayanegara kala itu. Setelah mendapatkan tugas dari Paus Yohanes XXII untuk berangkat ke wilayah Asia Tengah guna menyebarkan agamanya.

"Dalam catatannya, Pastur Odorico menyebutkan saat itu dinding istananya berlapis emas. Di bagian luarnya banyak ukiran-ukiran kesatria-kesatria dari emas. Banyak dari kepala patung ksatria tersebut dikelilingi lingkaran-lingkaran emas seperti orang-orang suci (Santo)," tutur Yuhan.

Berangkat dari itulah mitos kabut tebal yang selalu menyelimuti wilayah kerajaan Majapahit itu ada. Saat itu, lanjut Yuhan, Tahun 1387, Prabu Hayam Wuruk bermimpi, gudang perbendaharaan yang menyimpan koin-koin emas diselimuti kabut putih pekat. Raja ke-4 Majapahit ini lantas meminta agar penjagaan di gudang penyimpanan itu dijaga ketat.

"Malam berikutnya, memang terjadi kabut di gudang penyimpanan dan terjadi pencurian. Sejumlah koin emas hilang. Kejadian itu berulang hingga dua kali. Saat kali kedua inilah penjaga sempat memergoki dan mengejar pencurinya. Saat dikejar, ternyata pencuri itu masuk ke dalam keraton," imbuhnya.

Kondisi kedaton pun begitu ramai kala itu. Patih Gajah Nggon kala itu ikut serta mengepung kedaton, dimana lokasi itu merupakan tempat peristirahatan Prabu Hayam Wuruk. Gajah Nggon kemudian masuk ke dalam kedaton. Sementara prajurit terus berjaga di luar menunggu aba-aba sang patih.

"Saat dicek Gajah Nggon, ternyata di dalam Kedaton hanya ada Prabu Hayam Wuruk. Tidak ada pencuri. Selang dua tahun kemudian tepatnya 1389, Prabu Hayam Wuruk mangkat. Sejak itu, kabut putih selalu menyelimuti ibu kota kerajaan sampai saat ini. Mitosnya kabut itu adalah cara Hayam Wuruk melindungi Majapahit," terangnya.

3. Bajang Ratu, Gerbang Pelorot Tahta

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Candi Bajang Ratu, merupakan salah satu dari sekian banyak situs peninggalan kerajaan Majapahit. Situs berupa bangunan struktur batu bata ini diyakini merupakan sebuah salah satu gerbang kecil di area kerajaan Majapahit. Bentuk bangunannya berupa gapura beratap mirip dengan bentuk Candi Penataran di Blitar.

Situs Candi Bajang Ratu berdiri kokoh di Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Diperkirakan, didirikan pada pertengahan abad ke-13. Beberapa versi menyebutkan, Bajang Ratu diartikan sebagai raja yang gagal. Bajang berarti batal atau bisa juga diartikan kecil atau kerdil. Sementara Ratu berarti raja.

"Candi tersebut dibangun sebagai penghormatan kepada Raja Jayanegara atau yang memiliki nama kecil Kalagemet. Konon, karena Jayanegara ini memerintah dalam kurun waktu yang cukup singkat, sejak tahun 1309-1328," kata Sejarahwan Muda Mojokerto, Ayuhannafiq.

Tak heran, jika Candi Bajang Ratu memiliki mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat sekitar. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, ada pantangan yang tak boleh dilanggar saat mengunjungi Candi Bajang Ratu. Yakni larangan melintas tepat dari arah depan candi hingga ke belakang.

Konon, para pejabat yang datang ke lokasi tersebut, diminta untuk memutar melewati sisi kiri atau kanan bangunan candi. Jika pantangan itu dilanggar, maka kursi jabatan yang diembannya akan bergeser. Bahkan hingga pejabat tersebut tak lama akan kehilangan jabatannya tersebut.

"Mitos itu pernah dibuktikan oleh Thomas Stamford Raffles ketika menjabat Letnan Gubernur Inggris di Tanah Jawa tahun 1811. Waktu itu, ia datang ke Trowulan. Saat di Bajang Ratu, Raffles melintasi pintu candi untuk melihat bagian belakang gapura. Ia sempat diingatkan oleh warga pribumi diminta agar memutar," kata Yuhan.

Ketika itu, pribumi tersebut menceritakan kepada Raffles tentang mitos Candi Bajang Ratu yang melekat masyarakat setempat. Termasuk bercerita soal 'raja gagal' Majapahit Jayanegara yang tewas ditikam tabib istana Ra Tanca. Dimana kisah Jayanegara itu menjadi alasan yang mendasari pembuatan candi Bajang Ratu.

"Setelah dari Trowulan, Raffles kembali ke Buitenzorg tempat Letnan Gubernur Jawa berkantor. Tidak sampai setahun pasca kejadian itu, Raffles menerima surat mutasi dari atasannya di India. Ia dipindahtugaskan ke Fort de Kock, wilayah yang sekarang dinamakan Bengkulu. Raffles hanya menjabat 1811-1813," kata Yuhan.

4. Sitinggil, Jujukan Para Presiden

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Situs lain peninggalan Majapahit yang memiliki mitos kuat di masyarakat yakni Petilasan Sitiinggil. Petilasan ini terletak di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Mojokerto. Lokasi ini diyakini merupakan salah satu tempat meditasi yang digunakan pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wiyaja.

Di lokasi ini terdapat sejumlah makam. Konon kabarnya, makam tersebut merupakan tempat bersemayamnya abu Raden Wijaya dan sejumlah pengikutnya. Di luar lokasi, terdapat sumur yang airnya bisa langsung diminum. Air tersebut dianggap memiliki khasiat, lantaran tak pernah kering atau surut meski kemarau panjang melanda wilayah ini.

Mitosnya, bagi mereka yang ingin mencapai kedudukan dan mendapatkan jabatan yang tinggi biasanya datang ke lokasi tersebut untuk melakukan meditasi dan berdoa. Bahkan, usut punya usut, mitos tersebut tak hanya dipercaya masyarakat setempat. Banyak pejabat dan pemangku kebijakan di negeri ini yang sengaja datang dan berdoa di tempat itu.

Menurut informasi yang dihimpun dari warga sekitar, Sitinggil menjadi salah satu jujukan para Presiden Indonesia. Diam-diam, hampir seluruh Presiden Indonesia yang menjabat pernah datang dan berdoa di lokasi ini. Seperti Presiden Indonesia pertama Ir Soekarno, Megawati, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengunjungi tempat ini.

5. Watu Ombo, Petilasan Ratu Majapahit

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Situs Petilasan Watu Ombo berada di Desa Kliterejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto. Situs ini diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit di era pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi penguasa ketiga Majapahit. Ia memerintah tahun 1328-1351 setelah meninggalnya Jayanegara atau Kalagemet.

Tribhuwana merupakan Ratu Majapahit yang pernah mengeluarkan kebijakan sangat vital untuk kebesaran Majapahit. Yakni pengangkatan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit pada tahun 1334. Gajah Mada mengucapkan Sumpah Amukti Palapa yang akhirnya melegenda. Ia bersumpah menyatukan wilayah-wilayah Nusantara di bawah naungan Majapahit.

Muhammad Zainuri, 49 juru kunci Petilasan Watun Ombo mengatakan, mitos yang yang berkembang, bahwa jika berdoa di tempat tersebut, keinginannya bisa terkabul. Sebab, lokasi tersebut dulunya merupakan tempat bersemedi Ratu Tribhuwana. Selain itu, Resi Maudara yang notabene merupakan ayah dari Damar Wulan, juga melakukan meditasi di tempat itu.

"Rata-rata yang datang ke sini dari Bali, karena memang mereka ada kesamaan keyakinan. Tujuannya ya bermacam-macam. Ada yang berdoa agar segera dapat jodoh, ada yang mencari obat dan ada juga yang untuk pangkat. Tergantung dari niat masing-masing. Biasanya mereka juga menggelar bancakan di sini," katanya.

6. Candi Tikus, Pemandian Raja dan Putri Majapahit

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Canti Tikus terletak di Dusun Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan Mojokerto. Menurut Mpu Prapanca dalam Nagarakertagama, candi ini dibangun pada abad ke-13. Candi Tikus diperkirakan merupakan tempat untuk mandi raja dan para putri-putri cantik Majapahit.

Dalam kitab Nagarakertagama pada pupuh 27 dan 29 menyebutkan adanya tempat pemandian (petirtaan) raja yang dikunjungi Hayam Wuruk. Pada keterangannya disebutkan di lokasi itu juga digelar upacara-upacara tertentu yang dilakukan di kolam-kolam.

Sama seperti situs peninggalan Majapahit lainnya, sebagian penduduk sekitar mempercayai jika Candi Tikus memiliki unsur magis dan dapat memberikan kesejahteraan. Konon ada seorang petani di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, yang gelisah karena sawahnya diserbu hama tikus.

Hingga membuat seluruh tanaman padi miliknya ludes dimakan tikus. Petani itupun akhirnya mengadu kepada Sang Pencipta. Di suatu malam, petani tersebut mendapat wangsit agar mengambil air di kawasan Candi Tikus lalu menyiramkan air itu ke empat sudut sawah.

Peristiwa aneh pun terjadi. Hama tikus yang biasanya menyerang hilang bak ditelan bumi. Bahkan, tanaman padi miliknya juga tumbuh subur. Dari itulah, si petani kemudian menceritakan pengalamannya ke warga lainnya. Hingga kini masih banyak petani sekitar yang mengambil air dari Candi Tikus saat musim tanam tiba.

7. Makam Putri Campa, Tempat Ritual Pencari Harta danTahta

Majapahit dan Tujuh Mitos Dibalik Situs Peninggalannya


Makam Putri Campa berlokasi di Dusun Unggahan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupate Mojokerto. Terdapat lorong yang menghubungkan pintu masuk dengan pemakaman. Makam yang dinaungi pendopo kayu kecil berhiaskan bendera merah putih berukuran 3 x 4 meter itu merupakan makam Putri Campa.

Putri Campa adalah permaisuri ke lima dari raja Damar Wulan alias Bhre Kerta Bhumi. Di batu nisan, tertulis tahun 1390 Saka. Angka itu menunjukkan tahun kematian Putri bernama asli Dewi Kianwhie itu. Sedangkan Damar Wulan sendiri merupakan raja ke-14 Majapahit atau Raja Brawijaya V.

Makam Ratu Campa ini menjadi salah satu jujukan para pejabat saat datang ke Mojokerto. Kabarnya, banyak pejabat dan pengusaha yang datang dan berziarah ke makam tersebut. Ada yang menggelar ritual agar jabatannya naik, ada juga yang berharap agar bisnis yang ditekuninya lancar.

Menurut Hartono (38), juru kunci makam Putri Campa, orang-orang yang datang berziarah ke lokasi tersebut biasanya membawa tumpeng. Selanjutnya, mereka berdoa di sanggar pemujaan. Cerita sukses para peziarah yang dulunya pernah menjalani ritual di makam Putri Campa lanjut Hartono, bukan sekedar mitos. Namun, beberapa orang mengaku sudah membuktikannya.

"Mereka yang sukses itu biasanya kembali lagi ke sini dan memberikan bantuan fasilitas. Seperti toilet itu dibangun oleh anggota DPRD Jatim setelah terpilih. Kemudian ada pemilik salah satu TV nasional yang dulu sempat ke sini dan sukses akhirnya membangun pendopo yang berada di atas makam Putri Campa dan Abdi Kinasih ini," katanya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.0556 seconds (0.1#10.140)