Pantaskah Kota Surabaya Sandang Status Kota Layak Anak?

Jum'at, 05 Juli 2019 - 16:51 WIB
Pantaskah Kota Surabaya Sandang Status Kota Layak Anak?
Taman Suroboyo, menjadi salah satu ruang publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Pahlawan, untuk membangun interaksi sosial yang semakin sehat. Foto/Dok.SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Tahun 2018, Kota Surabaya, meraih penghargaan sebagai Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

(Baca juga: Keterlaluan! Kepala Sekolah Ini Cabuli 6 Murid Laki-lakinya )

Penilaian tidak hanya fasilitas, namun juga berbagai kebijakan yang dikembangkan di Kota Pahlawan, salah satunya penanganan permasalahan pada anak.

Anggota Dewan Pengawas Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (Jatim), Edward Dewaruci mengatakan, masalah kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es. Yang muncul dipermukaan justru jauh lebih kecil dibanding yang ada di bawahnya.

Di Kota Surabaya, diakuinya kekerasan terhadap anak masih saja terjadi. Padahal kota Pahlawan ini sudah mendapat penghargaan Kota Layak Anak. "Di Kota Surabaya, selama 2019 ini kami temukan sembilan kejadian kekerasan terhadap anak," katanya saat ditemui di Mapolda Jatim, Jumat (5/7/2019).

Edward mengatakan, yang terbaru adalah kekerasan terhadap anak yang dilakukan mantan kepala sekolah swasta di Kota Surabaya. Semua korban adalah laki-laki dengan usia rata-rata 15-16 tahun.

Kekerasan yang dilakukan tersangka berinisial AS itu dalam bentuk perbuatan cabul. "Dari yang kami temukan, mayoritas kejadian kekerasan (pencabulan) dilakukan di sekolah. Ini yang memprihatinkan," ujarnya.

Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya itu mengatakan, Surabaya tergolong bagus dalam aspek penanganan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan. Misalnya ada tenaga yang akan mendampingi korban saat proses pemulihan.

Kota Surabaya, disebutkannya, juga memiliki shelter khusus bagi anak korban kekerasan. "Namun, hulunya, sejauh ini belum tertangani dengan baik," terangnya.

Terkait tingginya kekerasan seksual terhadap anak di sekolah, lanjut dia, Pemkot Surabaya harus punya standar operasional prosedur (SOP) dalam rekrutmen guru baru.

Sejauh ini, kata dia, dia belum menemukan ada tes kejiwaan atau orientasi seksual terhadap calon guru. Jika ada tes orientasi seksual, diharapkan, angka kekerasan seksual terhadap murid bisa menurun. "Saya kira sekolah juga harus punya komitmen yang kuat dalam penegakan hak anak," terangnya.

Sebelumnya, Polda Jatim menangkap AS. Wali murid melaporkan AS ke Polda Jatim, lantaran diduga mencabuli anaknya. Perbuatan bejat AS dilakukan mulai Agustus 2018 hingga Maret 2019.

Korban dicabuli AS di berbagai lokasi di sekolah. "Di antaranya di ruang kelas, di tempat wudhu hingga di dalam musholla," Kasubdit IV/Tipid Renakta, Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Festo Ari Permana.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7075 seconds (0.1#10.140)