Serangan 'Gula' yang Selalu Menghadirkan Cerita Pahit

Sabtu, 13 Juli 2019 - 10:38 WIB
Serangan Gula yang Selalu Menghadirkan Cerita Pahit
Jumlah pasien diabetes terus bertambah di RSUD dr Soetomo. Gerakan bersama lintas sektor perlu dilakukan untuk pencegahan serta penanganan terpadu. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
Penyakit "gula" di Indonesia tidak pernah reda. Kegilaan pada gula membuat banyak orang menjalani kehidupan yang rumit dan pahit akibat komplikasi penyakit.

Lemahnya kontrol pada gula, membuat serangan diabetes melitus kini tak hanya menyasar kelompok usia senja, mereka yang masih belia ikut terseret dalam kubangan yang sama.

Catatan kritis dari hasil riset kesehatan dasar 2018 menunjukan terjadinya peningkatan prevalensi diabetes di tingkat nasional dari 6,9 persen pada 2013 menjadi 8,5 pada 2018. Kondisi yang sama juga terjadi di Jawa Timur yang meningkat dari 2,1 pada 2013 menjadi 2,6 pada 2018.

Peningkatan prevalensi diabetes itu bisa membengkak dengan banyaknya penderita yang belum terekam di berbagai pelosok desa. Salah satu faktor meningkatnya angka diabetes adalah minimnya pengetahuan dan penanganan sejak dini dalam mengendalikan diabetes di masyarakat.

Prasetyo (32), berjalan lesu ke pojokan kelas untuk mencari tempat duduk. Matanya sayup, berkali-kali tangannya mencoba meraih dinding untuk membantunya berjalan, kakinya masih terasa kesemutan. Keringat sebesar biji jagung berlarian di kening. Menambah deritanya di sebuah siang.

Dinding kelas itu berwarna kuning dengan dua jendela yang terbuka lebar untuk mengantur udara. Kipas berkuran raksasa ada di dua pojok utama kelas. Sengaja dinyalakan kencang untuk mengusir hawa panas yang menyergap Surabaya dalam beberapa bulan terakhir.

Sebuah pilar besar kini dibuatnya bersandar. Melihat puluhan anak taman kanak-kanak di kawasan Gadung memainkan berbagai alat musik dalam persiapan festival drum band tingkat provinsi Jawa Timur. Profesi sebagai guru ekstra kurikuler drum band sudah dijalaninya dalam satu windu terakhir ini.

Baru 15 menit memimpin latihan, keduanya matanya terpejam lelah. Baru ia tergagap ketika suara Symbal menghujam kedua gendang telingganya. Segera ia kini duduk dalam fokus latihan anak didiknya.

Sesekali, di sela-sela latihan ia kembali memandang jari jempol kakinya yang sudah diamputasi. "Tahun kemarin diamputasi, kalau tidak akan bertambah parah," kata Pras, panggilan akrabnya, Sabtu (13/7/2019).

Saat melihat jari kakinya yang sudah hilang, bayangan anak semata wayangnya Neva Early Prasetyo, yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar langsung datang di pikiran. Demikian juga dengan sosok istrinya, Kalis (30), yang masih setia dalam perjalanan hidup meskipun dirinya menderita penyakit diabetes.

"Kadang menangis kalau ingat anak. Ia masih kecil dan butuh kedua orang tuanya untuk tetap hidup," ucapnya lirih.

Kaki kanannya kini sudah tak mampu lagi menyangga dengan kuat. Sejak divonis diabetes dua tahun lalu, ia menjadi lebih lemah. Berat badannya turun drastis, kulitnya kering dan luka di kaki yang lama sembuhnya.

"Dahulu tidak pernah kepikiran untuk kontrol makanan. Tiap hari selalu berada di luar rumah dan makan di mana saja sesuai selera," jelasnya.

Kebiasaan makan yang tak terkontrol membuatnya harus membayar mahal. Seperti mimpi di siang bolong ketika dokter memberikan vonis diabetes. Apalagi saat usianya baru genap 30 tahun.

Selama ini, Pras menjadi tulang punggung keluarga. Mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Terkadang istrinya membantu dengan menjadi pembantu paruh waktu di rumah tetangganya yang ada di kawasan Pulo Wonokromo. Kalau sampai diamputasi, maka ia harus rela kehilangan pendapatan.

Sejak muda, Pras memang tak terbiasa dengan minum air putih. Untuk mengobati rasa haus, ia dan teman-temannya di parkiran memang biasa minum es yang dingin. Pilihan esnya pun bermacam-macam. Tentu mereka juga suka dengan es yang manis dengan aneka rasa.

Baginya, penyakit metabolisme yang ditandai dengan tingginya gula darah ini begitu menyiksa. Kalau sampai ia tak bisa bekerja lagi, nasib anak dan istrinya jadi pertaruhan.

Apalagi bayangan kelam kalau diabetes karena gula darah tinggi dan gangguan metabolisme jangka panjang akan membuat organ tubuh seperti mata, ginjal, pembuluh darah dan sistem saraf mengalami kerusakan, gangguan dan bahkan gagal organ tubuh.

Serangan 'Gula' yang Selalu Menghadirkan Cerita Pahit


Kepala Dinkes Kota Surabaya, Febria Rachmanita menuturkan, pencegahan sejak dini memang menjadi upaya yang bisa harus dilakukan untuk menekan prevalensi diabetes tiap tahunnya. Termasuk juga pada kondisi prediabetes atau pencetus penyakit Diabetes Militus Tipe 2 (DMT2).

Sebaran diabetes ini pun tak hanya terjadi di tengah kota saja. Mereka yang ada di kawasan pinggiran juga mengalami kondisi yang sama. Sehingga butuh kerja keras dari semua pihak untuk bisa menekan jumlah penderita diabetes.

International Diabetes Federation sendiri memperkirakan pada 2040 sebanyak 642 juta penduduk dunia akan mengalami diabetes. Dimana jumlah penderita prediabetes akan meningkat dua hingga tiga kali lipat. Angka itu setidaknya menjadi peringatan dini untuk bisa terbebas dari serangan gula yang lebih mematikan.

Fenny, panggilan akrabnya, menambahkan, risiko penyakit diabetes tak hanya pada kelompok usia tua. Mereka yang berada di rentang usia 25-40 tahun juga memiliki risiko sama besarnya.

"Makanya jangan heran kalau diabetes kini banyak ditemukan di kelompok usia muda dan produktif. Kami mengajak seluruh elemen untuk melakukan gerakan pencegahan prediabetes," ucapnya.

Ia juga menjelaskan, upaya pencegahan sendiri tak bisa dilakukan oleh satu sektor saja dalam menekan jumlah penderita diabetes. Butuh kerja bersama lintas sektor yang bisa terus-menerus memunculkan gerakan pencegahan prediabetes.

Sebaran penderita diabetes juga tak lagi mengenal kelompok sosial di masyarakat. Artinya, siapa saja yang memiliki kebiasaan hidup buruk memiliki potensi yang tinggi untuk terkena diabetes.

Bentuk pencegahan di masyarakat, katanya, bisa dibangun dengan menciptakan gerakan bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat. Salah satunya seperti melakukan deteksi dini atau skrining faktor dan risiko penyakit di Pos Binaan Terpadu (Posbindu) sesuai standard Kementrian Kesehatan (Kemenkes).

Di sana, kegiatan monitoring dan deteksi dini faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi bisa dilakukan.

"Butuh penciptaan budaya sadar kesehatan di masyarakat. Termasuk kesadaran mereka terhadap gula bagi tubuhnya," ungkapnya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Surabaya, Brahmana Askandar menuturkan, pihaknya sepakat kalau gerakan bersama harus dilakukan secara integrasi untuk bisa menekan jumlah penderita diabetes. Peran yang dilakukan berbagai pihak bisa sejalan dengan tujuan yang sama untuk membentuk kebiasaan baru di masyarakat.

Salah satunya tentu saja peranan penting para tenaga kesehatan, terutama dokter yang tersebar di berbagai rumah sakit, puskesmas serta pusat pelayanan kesehatan lainnya. Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam menjaga kondisi prediabetes supaya tidak berkembang menjadi DMT2.

"Prediabetes saja merupakan penyakit berbahaya. Serangan penyakit ini sudah erat kaitannya dengan angka morbiditas (angka kesakitan),” katanya.

Bahkan, lanjutnya, ada risiko peningkatan penyakit, biaya, dan potensi besar mortalitas atau kematian akibat komplikasi yang terjadi bagi para penderita. Perhatian besar harus bisa diciptakan untuk menangganinya.

"Penyakit ini bisa dicegah. Kami berharap kemampuan para dokter semakin terasah dan peka, sehingga bisa melakukan deteksi dini dan edukasi pencegahan pada masyarakat," jelasnya.

Penanganan diabetes juga dilakukan di sektor hilir dengan mencoba pengembangan pelayanan medis. Salah satunya dilakukan RSUD dr Soetomo Surabaya yang ditunjuk sebagai rumah sakit pusat pengembangan pelayanan medis stem cell.

Selama ini, rumah sakit terbesar di Indonesia Timur itu selalu menjadi rujukan berbagai rumah sakit di Indonesia untuk penanganan diabetes. Tiap hari selalu ada pasien rujukan karena penyakit diabetes.

Kepala Instalasi PKRS dan Humas RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Pesta Parulian menuturkan, pengembangan pelayanan medis terus dilakukan. Termasuk penanganan diabetes yang menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat.

"Dalam beberapa tahun terakhir kami dipercaya sebagai tempat pengembangan medis untuk diabetes," kata Pesta, yang dikenal sebagai dokter ramah tersebut.

Ia melanjutkan, alat-alat yang diperlukan untuk menyempurnakan riset tentang pengobatan modern diabetes terus dilengkapi.

Stem cell sendiri merupakan proses pengobatan dengan penanaman sistem sel induk yang berfungsi untuk membentuk sel baru. Proses bank jaringan pun makin berkembang. Bank jaringan adalah tempat penyaringan donor, pengambilan, pemrosesan, penyimpanan, serta distribusi sel dan jaringan tubuh manusia.

Serangan 'Gula' yang Selalu Menghadirkan Cerita Pahit


Kendalikan Obesitas Anak

Manisnya gula juga disukai oleh anak-anak. Rasa manis itu membuat mereka semakin ketagihan. Makanya jangan heran ketika banyak anak-anak yang masih duduk di bangku taman kanak-kanan sudah mengalami obesitas.

Persoalan obesitas sendiri memberikan persoalan bagi sekolah untuk mendidik mereka. Rata-rata anak yang menderita obesitas menjadi terbatas ruang geraknya. Beberapa program pengajaran tak bisa diserap karena kendala obesitas.

Addiniyah Qudus, guru TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) II Surabaya menuturkan, anak dengan obesitas tak bisa bergerak dengan lincah. Makanya mereka selau mengalami kesulitan ketika ada kegiatan seperti senam, tari maupun musik.

"Ada keterbatasan yang membuat mereka tak bisa bergerak lincah. Makanya pelajaran di sekolah menjadi tak maksimal," jelasnya.

Kebiasaan mereka makan yang manis juga tak bisa direm. Mereka sangat menyukai makanan yang manis dan mudah dibeli di mana saja. Karena menjadi kebiasaan, mereka pun sulit sekali untuk diajak memilih pilihan makanan yang sehat dan bergizi tinggi.

Karena obesitas itu, lanjutnya, prestasi anak tersebut tak begitu bagus di sekolah. Memang ada beberapa anak yang obesitas masih bisa berlari dan menari, namun itu jumlahnya sangat terbatas.

Untuk pencegahan, katanya, pihaknya sering memberikan informasi pada orang tua untuk memilih makanan yang sehat bagi bekal anaknya ketika di sekolah. Pilihan makanan pun harus bisa dijaga dari gula.

"Kalau sejak kecil sudah dikenalkan dengan coklat atau makanan lainnya yang mengandung gula tinggi, maka anak-anak itu tak akan suka terhadap sayur dan buah," jelasnya.

Selain itu, jajanan yang terkadang dibeli di depan sekolah juga tak baik. Banyak makanan kecil yang disukai anak-anak memiliki kadar gula tinggi. Karena kebiasaan jajan sembarangan, kontrol makanan pada anak itu tak terkendali. Beberapa sosialisasi memang sudah dilakukan, termasuk pilihan jajan yang sehat.

"Yang paling bagus tetap dibawakan bekal dari rumah. Orang tua juga bisa mengatahui pilihan makanan serta jajanan yang dibawakan pada anaknya ketika di sekolah," jelasnya.

Semua itu memang tak bisa mudah dilakukan. Tapi upaya kecil yang dilakukan oleh sekolah serta orang tua minimal bisa mengurangi angka obesitas yang terjadi pada anak-anak.

Di sisi lain, serangan penyakit diabetes juga disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat dan penggunaan bahan pembungkus makanan dan minuman yang berasal dari bahan plastik. Semakin tinggi angka penggunaan plastik, semakin tinggi juga potensi diabetes di masyarakat.

Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Win Darmanto menuturkan, plasticizer merupakan bahan tambahan atau additif yang dapat meningkatkan flexibilitas dan ketahanan dari suatu material. Jika masuk dalam tubuh, maka akan terurai menjadi metoksi acetik acid yang dapat mengakibatkan cacat.

"Jadi adanya uraian plasik akan berubah menjadi mikroplastik dengan strukturnya yang sudah terpecah, tidak terlihat oleh mata dan larut dalam air," kata guru besar Unair tersebut.

Plasticizer yang terkandung dalam plastik mampu meningkatkan angka risiko terhadap diabetes. Hal itu dapat mengakibatkan terganggunya proses produksi insulin yang terjadi dalam tubuh.

"Plasticizer mengakibatkan terganggunya produksi hormon insulin, apabila produksi insulin terganggu akan mengakibatkan rusaknya pankreas dan pada akhirnya akan mengakibatkan diabetes," ungkapnya.

Semua bahan yang mengandung plasticizer, katanya, mempunyai kadar yang berbeda antar satu sama lain. Banyak upaya yang dapat dilakukan guna menekan tingginya pemakaian plastik yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.4074 seconds (0.1#10.140)