Di Kabupaten Banyuwangi, Semua Dinas Menjelma Jadi Dinas Pariwisata

Minggu, 14 Juli 2019 - 09:59 WIB
Di Kabupaten Banyuwangi, Semua Dinas Menjelma Jadi Dinas Pariwisata
Yuswohady, Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com. Foto/Istimewa
A A A
Beberapa bulan terakhir ini saya sering berkunjung ke Banyuwangi. Saya berwisata di Banyuwangi; berkulineran di Banyuwangi; dan saya beruntung bisa banyak berdiskusi dengan Bupati Azwar Anas dan para kepala dinas (kadis).

Satu hal yang mencuri perhatian saya dari Banyuwangi adalah pernyataan Pak Bupati, ”Di Banyuwangi semua dinas adalah dinas pariwisata.” Memang dinas-dinasnya tak berbeda dengan di daerah-daerah lain: ada dinas pertanian, ada dinas pendidikan, ada dinas kesehatan, ada dinas pemuda dan olahraga, dan seterusnya.

Namun, semua dinas di Banyuwangi harus mampu menciptakan programprogram dan berbagai event inovatif yang mampu menarik wisatawan baik dari dalam maupun dari luar Banyuwangi, bahkan dari mancanegara. Ambil contoh dinas pemuda dan olahraga.

Di daerah lain dinas pemuda dan olahraga berkewajiban melakukan pembinaan berbagai cabang olahraga dan kalau bisa menciptakan prestasi olahraga baik di tingkat nasional bahkan global. Namun, di Banyuwangi tak cukup di situ, Pak Bupati menuntut lebih.

Alih-alih cuma membina dan mendulang prestasi, dinas wajib menjadikan event olahraga sebagai sebuah atraksi pariwisata yang mendatangkan wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Misalnya dinas menggelar event internasional Tour de Ijen.

Berbeda dengan event semacam di daerah lain, Tour de Ijen dikemas dengan konsep sport tourism . Karena itu, suguhan Tour de Ijen bukan sekadar program olahraga, tapi juga suguhan entertainment yang atraktif dan menghibur.

Agar acara ini bisa memperkenalkan pariwisata ke publik dunia, sengaja dinas merancang jalur yang dilalui para pembalap dari seluruh dunia adalah jalan raya lintas desa dan kota yang terdapat destinasi-destinasi wisata unggulan Banyuwangi.

Dengan begitu, satu kayuh dua-tiga pulau terlampaui: pembinaan olahraga sepeda jalan; promosi destinasi wisata juga jalan. Contoh lain adalah dinas perindustrian dan perdagangan (disperindag). Namanya saja dinas perindustrian dan perdagangan, tugasnya tentu mengembangkan sektor industri dan perdagangan.

Namun, di Banyuwangi tak hanya sebatas itu. Pak Bupati juga menuntut Disperindag menciptakan destinasi wisata baru berkelas dunia, yaitu Museum Kereta Api. Bagaimana ceritanya bisa begitu? Ceritanya tahun lalu PT INKA berencana melebarkan sayap dengan mengembangkan fasilitas produksi KA di wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Untuk mewujudkannya PT INKA menggandeng perusahaan kelas dunia Stadler Rail Group dari Swiss. Nah, saat owner dan chairman Stadler, Peter Spuhler, datang ke Banyuwangi, Bupati bilang, ”Anda bisa membangun pabrik kereta api dengan satu syarat harus membangun museum di kompleks pabrik.”

Tak hanya itu, Bupati juga meminta desain pabrik harus mengedepankan identitas budaya Banyuwangi, terutama kekhasan Suku Osing. Dengan begitu, pabrik KA tersebut menjadi penopang identitas pariwisata Banyuwangi.

Jadi, pabrik pun bisa disulap menjadi destinasi pariwisata yang menarik kalau kita selalu berpikir paradoks. Saya banyak mendapat cerita dari para kepala dinas (kadis), bahwa Pak Bupati selalu membiasakan mereka untuk berpikir paradoks, yaitu menyolusikan setiap masalah dengan angle yang unik dan berbeda alias nyleneh .

Memang, hasil yang luar biasa tidak bisa terwujud dengan cara-cara yang biasa saja. Caranya harus paradoks. Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kasus pemasaran daerah Banyuwangi di atas? Jawabannya: fokus.

Pembangunan yang dilakukan di Banyuwangi fokus mengarah ke positioning yang mereka pilih, yaitu pariwisata. Kesalahan terbesar banyak pemerintah kota (pemkot) dan pemerintah daerah (pemda) di Indonesia dalam memasarkan daerah adalah mereka tidak fokus.

Mereka maunya hebat di semua sektor, ujung-ujungnya malah tidak hebat di satu sektor pun. Mereka maunya hebat di pertanian, hebat di industri, hebat di pariwisata, hebat di pendidikan. Padahal, itu tidak mungkin. Lionel Messi hebat bermain sepak bola, tapi dia tak piawai bermain golf.

Sebaliknya, Tiger Woods jago bermain golf, tapi buruk bermain bola. Ketika suatu daerah mengatakan hebat di semua hal, sesungguhnya daerah itu medioker di semua hal tersebut. Ketika suatu daerah mengatakan bahwa semua sektor adalah prioritas, sesungguhnya semua sektor itu bukan prioritas. Kuncinya cuma satu: fokus.

YUSWOHADY
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3282 seconds (0.1#10.140)