Kapal Tanpa Awak Ciptaan Mahasiswa ITS, Bisa Bantu Petambak Udang

Senin, 15 Juli 2019 - 22:03 WIB
Kapal Tanpa Awak Ciptaan Mahasiswa ITS, Bisa Bantu Petambak Udang
Kapal tanpa awak ciptaan mahasiswa ITS diujicoba di tambak udang Keputih, Kota Surabaya. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Kebutuhan udang dari tambak-tambak di Jawa Timur masih tinggi. Untuk menambah kapasitas produksi, diciptakan kapal tanpa awak yang bisa membantu para petambak.

Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, menciptakan teknologi Smart Shrimp Counter (SSC). Sebuah Autonomous Surface Vehicle (ASV), atau kapal tanpa awak penghitung entitas udang berbasis underwater image processing sebagai solusi persoalan tersebut.

Para mahasiswa yang terdiri atas Chrisna Aditya Pamungkas, Thomas Teguh Rahardjo, Ridwan Prasetyo, Zahrah Ayu Afifah Febriani, dan Rizky Najwa memelopori terciptanya teknologi ini.

Chrisna Aditya Pamungkas, salah satu mahasiswa menuturkan, permintaan udang di wilayah Jawa Timur dari tahun ke tahun terus meningkat. Tiap tahun saia Jawa Timur selalu memasok udang vannamei sebanyak 47.150 ton lebih. Sehingga total nilai ekspor udang di Indonesia mencapai 1,7 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

"Udang jenis ini (vannamei, red) memiliki serat dan daging yang banyak, sehingga sangat digemari oleh konsumen," kata Chrisna, Senin (15/7/2019).

Sayangnya, kondisi ini malah membuat petambak udang kesulitan karena modal budidaya udang yang tinggi, khususnya ongkos produksi. Selama ini biaya pakan yang dikeluarkan oleh petambak udang mencapai 60 sampai 70 persen dari total biaya budidaya udang.

Hal tersebut, kata Chrisna, disebabkan oleh pemberian pakan yang hanya didasarkan pada perkiraan jumlah bibit yang dimasukkan ke dalam kolam tanpa tahu jumlah pasti dari udang dalam kurun umur tertentu saat budidaya.

"Akibatnya, pakan yang diberikan sangat banyak dan tidak terukur. Pada akhirnya menyebabkan pembengkakan anggaran," kata mahasiswa Departemen Teknik Mesin Industri ini.

Chrisna menambahkan, pemberian pakan yang banyak kepada udang bukanlah suatu hal yang positif, namun dapat menjadi hal negatif karena berpotensi menyebabkan overfeeding atau pemberian pakan yang berlebih.

Padahal, overfeeding akan menyebabkan senyawa organik yang terdapat di dalam kolam akan meningkat, sehingga menyebabkan kematian pada udang. “Begitu pula sebaliknya. Apabila pakan yang diberikan kurang, akan menyebabkan udang bersifat kanibal,” ucapnya.

Makanya diperlukan suatu alat guna mengetahui jumlah pakan ideal agar budidaya udang dapat maksimal. Ia dan keempat rekannya bekerjasama dengan Tambak Safi’i, sebuah tambak di daerah Keputih, Sukolilo, Surabaya sebagai mitra untuk menyelesaikan persoalan ini.

Chrisna menjelaskan, kapal dengan sistem navigasi Waypoint ini dilengkapi mikrokontroler dan kamera beresolusi tinggi yang tahan terhadap air pada bagian bawah kapal, sehingga mampu mendeteksi jumlah entitas udang meskipun di air keruh.

Kapal ini akan bekerja dengan mengelilingi tambak untuk menghitung entitas udang dan kemudian hasil perhitungan akan ditampilkan pada sebuah software yang telah disiapkan.

"Selain itu, akan disuguhkan pula rekomendasi pemberian pakan udang, sehingga dihasilkan rekomendasi terbaik untuk pemberian pakan udang yang efisien," ujarnya.

Meskipun sudah ada metode lain guna menghitung entitas udang yaitu menggunakan sebuah alat dengan prinsip snapshot kamera pada sebuah wadah. Namun, hasil perhitungan yang dihasilkan tidak valid karena hanya dapat dilakukan saat udang masih berupa bibit. Selain itu, alat ini juga hanya dapat digunakan dalam skala kecil karena ukurannya yang kecil pula.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8181 seconds (0.1#10.140)