Dosen FK Unair Punya Metode Baru Kurangi Kematian Ibu Melahirkan

Minggu, 21 Juli 2019 - 17:30 WIB
Dosen FK Unair Punya Metode Baru Kurangi Kematian Ibu Melahirkan
Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rozi Aditya Aryananda, ketika menjelaskan tentang Plasenta Akreta. Foto/Ist.
A A A
SURABAYA - Angka kematian ibu melahirkan akibat Plasenta Akreta terus bertambah. Pembuluh darah plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding dan sampai keluar rahim.

Data yang dihimpun RSUD dr Soetomo Surabaya menyebutkan, tingginya angka Plasenta Akreta selalu mengalami kenaikan tiap tahun. Ada tujuh kejadian pada 2015, 27 kejadian pada 2016, 60 kejadian pada 2017, dan 71 kejadian pada 2018.

Dosen Fakultas Kedokterang (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rozi Aditya Aryananda menuturkan, kasus ini mulanya sangat jarang terjadi. Pada 2013 hanya terdapat satu kasus, dan kemudian meningkat dari tahun ke tahun. Hingga kini, literatur khusus yang membahas soal Plasenta Akreta masih banyak kontroversi.

"Munculnya kejadian ini mengubah konsep-konsep kodokteran yang selama ini diyakini oleh para dokter di bidang Obgyn," kata dokter spesialis kandungan ini, Minggu (21/7/2019).

Ia melanjutkan, kejadian Plasenta Akreta membahayakan nyawa karena dalam kejadiannya dapat menghabiskan darah ibu hamil hingga berliter-liter. Normalnya, operasi kehamilan menghabiskan darah dalam jumlah 500cc hingga 1 liter.

"Dalam kasus Plasenta Akreta ini, ibu dapat kehilangan darah berkali lipat lebih banyak," ucapnya.

Rozi yang juga dokter di RSUD dr Soetomo mencatat, seorang ibu hamil dapat menghabiskan darah hingga 21 liter. Padahal, tubuh manusia hanya menampung kurang lebih 6 liter darah.

Untuk meminimalkan pendarahan ibu hamil, Rozi lantas mencoba melakukan operasi dengan pendekatan yang berbeda. Hasilnya, cukup menjanjikan.

"Pendarahan yang biasanya menghabiskan berliter-liter darah itu, bisa kita tekan menjadi hanya satu liter," ungkapnya.

Dalam pendekatan baru itu, tim plasenta akreta melakukan operasi dengan mencari pembuluh darah terlebih dahulu satu persatu dan melakukan pengontrolan. Sehingga, plasenta yang akan diambil sudah dalam kondisi pembuluh darah yang semua terkontrol.

Ia menambahkan, konsep operasi yang sejak dulu biasa dilakukan bisa sangat berbahaya. Banyak pembuluh darah baru yang terbentuk akibat Plasenta Akreta dan sangat sulit diatasi apabila terjadi perdarahan. "Bisa dibayangkan darah keluar seperti air keluar dari dalam selang," katanya.

Kasus Plasenta Akreta, katanya, menyebabkan kematian yang tinggi karena pendarahan yang tidak terkontrol. Ia dan tim mencoba melakukan pendekatan operasi untuk meminimalkan pendarahan.

Selain teknik operasi, Rozi dan tim juga mengembangkan teknik diagnostik terbaru yaitu mempredisksi sejauh mana plasenta akan keluar. "Teknik diagnostik ini bisa memprediksi sebuah operasi yang berbahaya," imbuhnya

Rozi sendiri dokter yang paling banyak menangani kasus Plasenta Akreta. Tercatat, di Kota Surabaya ia sudah melakukan operasi tersebut hingga 200 kali. Karena metode yang ia kembangkan itulah, ia banyak diundang untuk menyampaikan gagasan di berbagai negara.

"Kebanyakan dari mereka kaget karena di negara mereka kasusnya tidak sebanyak yang ada di Indonesia, khususnya Kota Surabaya," jelasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.7818 seconds (0.1#10.140)