4 Juta Orang Masih Konsumsi Narkoba, Perang Hanya Untungkan Sepihak

Kamis, 25 Juli 2019 - 12:28 WIB
4 Juta Orang Masih Konsumsi Narkoba, Perang Hanya Untungkan Sepihak
Patria Handoyo, penulis buku Menggugat Perang Terhadap Narkoba menjelaskan kondisi perang narkoba di Indonesia. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Langkah perang pada narkoba di Indonesia dianggap belum tepat sasaran. Sebab perang narkoba kerap menguntungkan satu pihak saja.

Penulis buku Menggugat Perang Terhadap Narkoba, Patria Handoyo mengatakan, sebenarnya sejak 1971 di Indonesia sudah melakukan perang terhadap narkoba.

"Konsumen narkoba di Indonesia itu diperkirakan 3-4 juta orang. Jadi
7% masyarakat di Indonesia mengonsumsi narkoba," kata Patria ditemui di sela-sela bedah buku Menggugat Perang Terhadap Narkoba di Surabaya, Kamis (25/7/2019).

Menurut dia, penangkapan Komedian Nunung menjadi salah satu contoh perang dan kampanye pada narkoba yang dilakukan di Indonesia. Sayangnya, perang dan kampanye narkoba sering kali digunakan para politikus untuk menaikan pamor.

"Sindikat dan gerombolan itu saua yang kerap diuntungkan," kata dia.

Patria juga menjelaskan, ada juga oknum yang masih saja menjual barang sitaan. Termasuk juga upaya melindungi pengedar.

"Pernah ada pengiriman sabu 2 Kg lewat Pelabuhan Tanjung Perak. Pengiriman itu dari TKI yang kerja di Malaysia, dikirim ke ibunya yang tak bisa membaca. Barang itu sudah terdeteksi, tapi tetap saja dibiarkan sampai ibu penerima itu ditangkap," kata dia.

Fokus dan perang pada narkoba tiap tahunnya selalu ditingkatkan. Kondisi itu bisa dilihat dari besaran anggaran untuk narkoba yang selalu meningkat. Pada 2007 anggarannya Rp200 miliar, jumlah itu meningkat tiap tahunnya dan sekarang menjadi Rp1,9 triliun.

Dia mengatakan, narkoba harus diakui sebagai komoditas, tapi harus diatur dengan bijak. "Sehingga yang melakukan negara, bukan sindikat," jelas dia.

Pada 2015, kata dia, Uruguay mengeluarkan UU federal komoditas ganja yang mengatur negara. Termasuk juga budidaya dan peredarannya yang mengatur adalah negara.

Demikian juga di Kanada sejak 2000 mengizinkan ganja sebagai pengobatan. Baru pada 2018 mereka meresmikan konsumsi ganja untuk rekreasi. "Kampanye perdana menterinya untuk rekreasi. Supaya sindikat ganja di Kanada tumbang," kata dia.

Awalnya memang ada penguna baru tapi selanjutnya bisa dikendalikan. Pelaku aparatnya pun juga mulai berubah. "Mereka tak lagi melakukan pemerasan pada para bandar," kata dia.

"Di Thailand juga sudah meresmikan ganja sebagai pengobatan. Sementara di Malaysia masih dibahas," ujar dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2512 seconds (0.1#10.140)