Bayang-bayang Penggusuran Hantui Warga Kampung di Tengah Kuburan

Jum'at, 26 Juli 2019 - 21:35 WIB
Bayang-bayang Penggusuran Hantui Warga Kampung di Tengah Kuburan
Suasana di perkampungan yang terletak di tengah makam China di Kota Mojokerto. Mereka dihantui penggusuran yang sewaktu-waktu terjadi.Foto/SINDONews/Tritus Julan
A A A
MOJOKERTO - Menempati rumah di tengah area pemakaman China, membuat warga Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, tak bisa hidup tenang.

Bukan penampakan makhluk halus yang membuat mereka gelisah. Justru bayang-bayang penggusuran setiap saat selalu 'menghantui' seribuan warga di wilayah tersebut. Maklum, status tanah yang puluhan tahun mereka tempati bukan milik pribadi, melainkan milik negara.

Seperti yang dirasakan Narti, warga RT 03 RW 04, Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung ini. Rasa waswas selalu bersemayam di hati kecilnya. Kekhawatiran akan adanya penggusuran, selalu membuatnya tak tenang.

"Selama ini selalu waswas, kalau digusur bagaimana. Soalnya tidak punya rumah lain. Kalau harus pindah juga kemana, pokoknya tidak tenang hidup ini," ujar Narti seraya mengelus dada.

Sejak 24 tahun silam, Narti sudah tinggal berhimpit dengan nisan makam Cina. Ketika itu, Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung, belum seramai dan sepadat seperti saat ini. Rumah-rumah penduduk pun masih bisa dihitung jari.

"Tahun 1995 itu masih makam-makam semua. Belum banyak rumah begini, masih sepi, masih banyak rawa-rawa. Sekarang sudah ramai, karena sudah banyak yang dipindahkan makamnya," tutur wanita berusia 46 tahun ini.

Narti pun mengakui, jika sejak awal dirinya tak pernah membeli tanah tersebut. Kala itu, kondisi keuangan yang sangat minim, membuat dirinya nekat mendirikan rumah di lokasi tersebut. Meski harus bertetangga dengan ratusan batu nisan makam Cina.

"Ya dulu bikin rumah saja. Tidak mikir apa-apa. Soalnya ada beberapa warga di sini juga begitu waktu itu," kata ibu tiga anak ini, seakan enggan membeber ikhwal mula ia tinggal di tempat itu.

Meski tak mengantongi selembar pun surat kepemilikan tanah, namun Narti dan ratusan penghuni Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung, berharap agar pemerintah mendengarkan jeritan hati mereka. Harapan, adanya kemurahan hati para pemangku kebijakan agar memberikan lahan tersebut secara cuma-cuma.

"Beberapa kali kami sudah mengajukan, tapi belum ada kejelasan. Tapi kemarin sudah diukur sama petugas BPN (Badan Pertanahan Negara), semoga cepat-cepat dapat surat (sertifikat tanah). Supaya tenang hidup ini," tutup Narti, penuh harap.

Sementara itu, Ketua RW 05, Didik Arianto menuturkan, hingga saat ini ada sekitar 300 rumah di RT, 03, 04, dan 05, Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung, yang belum bersertifikat. Padahal, para warga ini sudah sudah tinggal di lokasi tersebut selama puluhan tahun.

"Mereka itu datang dari lain tempat, masuk ke sini, dipindahkan ke sini, bikin rumah dengan lokasi yang sebelumnya belum seperti sekarang ini. Butuh proses untuk penataan dan pembinaan," ujarnya, Kamis (25/7/2019).

Sebelumnya penghuni Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung merupakan penghuni Liposos. Rata-rata mereka merupakan keluarga kurang mampu. Warga yang enggan berpangku tangan kemudian, berusaha mendirikan rumah di lokasi tersebut.

"Mohon maaf, warga kita itu dari menengah ke bawah. Masuk ke Liposos, kemudian dipindahkan. Dari pada di Liposos, mereka berswadaya ingin punya tempat tinggal sendiri. Dulu itu warga tiap malam gotong royong nguruk lahan ini. Karena memang dulu masih lahan kosong," imbuhnya.

Didik pun mengamini, jika selama ini bayang-bayang akan adanya penggusuran selalu 'menghantui' warga penghuni Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung. Khususnya warga di RT 03, 04, dan 05. Sebab, hingga saat ini mereka belum mengantongi selembarpun surat kepemilikan lahan.

Sejak beberapa tahun lalu, ratusan warga di tiga RT tersebut sudah mengajukan permohonan sertifikasi tanah. Namun, upaya penerbitan sertifikat itu terganjal lantaran lahan milik negara tersebut masih disewa oleh pihak Yayasan Podo Langgeng.

"Kemarin ada PTSL, kami ajukan. Alhamdulillah bulan Maret 2019 kemarin sudah ada pengukuran dari BPN. Informasi yang kami dapat masih menunggu kontrak dengan Yayasan habis. Kalau tidak salah kontrak itu baru habis pada tahun 2023 nanti," jelasnya.

Dulunya, lanjut Didik, mayoritas penghuni Lingkungan Balongrawe Baru, Kelurahan Kedundung, seluruhnya tak memiliki hak milik atas lahan yang mereka tempati. Sebab, tanah itu merupakan milik negara. Namun, setelah melalui serangkaian upaya panjang, sebagian diantaranya akhirnya memiliki sertifikat.

"Jadi tahun 1996 itu sesepuh-sesepuh lingkungan sini mengajukan ke Jakarta. Alhamdulillah berhasil dan ada ratusan rumah warga yang akhirnya mendapatkan sertifikat. Tapi masih sekitar 36 bidang yang tertinggal. Kemudian diajukan lagi tahun 2018 kemarin," terang Didik.

Untuk itu, warga berharap agar pemerintah mendengarkan keluh kesah para penghuni kampung di tengah areal pemakaman ini. Mereka berharap, pemerintah bersedia memberikan lahan yang sudah puluhan tahun tinggali itu ke warga. Tentunya setelah kontrak sewa lahan itu tuntas.

"Andai kata jika memang tanah ini sudah bebas tanah, paling tidak masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu ini, bisa memiliki status hak milik tanah. Agar melegakan hati mereka. Masalahnya kalau tidak memiliki status, warga masih ketakutan, khawatir ada penggusuran," pungkasnya
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7735 seconds (0.1#10.140)