Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Sebabkan 15 Wisatawan Sesak Napas

Sabtu, 27 Juli 2019 - 07:16 WIB
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Sebabkan 15 Wisatawan Sesak Napas
Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Bandung, Jawa Barat erupsi pada Jumat (26/7/2019) sekitar pukul 15.48 WIB dengan tinggi kolom abu teramati 200 m di atas puncak. Foto/BNPB
A A A
BANDUNG - Erupsi Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat menyebabkan 15 wisatawan sempat sesak nafas. Mereka telah dievakuasi ke Sespim Polri, Lembang. Petugas juga telah mengevakuasi para pengunjung yang berada di kawasan wisata gunung.

"Siapa pun tidak diperbolehkan untuk menginap di dalam kawasan kawah aktif," kata Plh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo dalam keterangan tertulis, Jumat (26/7/2019) malam.

Untuk mengantisipasi risiko yang lebih buruk, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat mengimbau siapa pun untuk memasuki radius 2 km dari kawah gunung.

Sedangkan lokasi pemukiman berjarak kurang lebih 7 km dari kawah.

Agus menjelaskan bahwa BPBD Kabupaten Bandung Barat telah berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Jawa Barat, BPBD Kabupaten Subang dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

"BPBD Provinsi Jawa Barat menurunkan tim kaji cepat ke lapangan," terangnya.

Sedangkan situasi pascaerupsi telah mulai kondusif. Pengelola Kawasan Wisata telah menutup wilayah wisata gunung yang berada di wilayah administrasi Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat.

Pantauan PVMBG, wilayah yang terdampak sekitar radius 500 meter dari kawah. Hingga Jumat (26/7/2019) malam tidak ada informasi mengenai korban jiwa maupun luka-luka serius pascaerupsi.

Agus mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Perahu untuk tetap tenang, tidak panik, dan tidak terpancing oleh isu-isu yang tidak benar.

Informasi dapat diakses dari media sosial atau pun website resmi pemerintah, seperti PVMBG, BNPB maupun BPBD, serta memonitor peringatan maupun informasi dari pemerintah daerah atau BPBD setempat.

Letusan Gunung Tangkuban Parahu bersifat freatik, yaitu berupa semburan lumpur dingin warna hitam dari Kawah Ratu.

PVMBG melansir, pada Oktober 2013 erupsi terjadi hanya di dalam lubang kawah. Sedangkan pada 2017, 2018, dan Juni hingga Juli 2019 terpantau gempa uap air atau asap yang diduga dikarenakan berkurangnya air tanah akibat perubahan musim.

Kondisi ini mengakibatkan air tanah yang ada mudah terpanaskan dan sifatnya erupsi pendek.

PVMBG telah menyampaikan peringatan kepada pengelola kawasan sejak 10 hari lalu terkait dengan kondisi yang mungkin terjadi.

Hal tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan apabila terjadi erupsi, seperti pada Oktober 2013 dan diikuti peringatan kemungkinan erupsi yang terjadi secara tiba-tiba.

Analisis PVMBG menyebutkan bahwa radius aman erupsi, seperti halnya freaktik pada Oktober 2013, adalah tidak mendekati kawah atau kurang dari 500 meter (radius bibir kawah 400 meter).

Agus menambahkan, sehubungan dengan fenomena terkini, PVMBG menginformasikan erupsi susulan dapat saja terjadi dengan potensi landaan masih di sekitar dasar kawah. Namun tetap dasar utama yang menentukan adalah data yang terekam saat ini.

Saat ini tingkat ancaman masih di dalam kawah sehingga belum perlu kenaikan status, kecuali ke depan ada potensi radius landaan yang membesar.

Hingga kini, PVMBG masih menetapkan status Gunung Tangkuban Perahu berada pada Level I (Normal) dengan 2 rekomendasi.

Pertama, masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan pengunjung, wisatawan, pendaki tidak diperbolehkan turun mendekati dasar kawah Ratu dan Kawah Upas

Selain itu tidak boleh menginap dalam kawasan kawah-kawah aktif karena ketika cuaca mendung dan hujan terdapat gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan kehidupan manusia.

Kedua, masyarakat, pedagang, wisatawan, pendaki, dan pengelola wisata Gunung Tangkuban Parahu agar mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba dan tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang jelas.
(shf)
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.4123 seconds (0.1#10.140)