Waspada Fenomena Kejahatan Child Grooming, Apa itu?

Sabtu, 03 Agustus 2019 - 18:36 WIB
Waspada Fenomena Kejahatan Child Grooming, Apa itu?
Diskusi Polemik MNC Trijaya FM bertajuk Child Grooming dan Darurat LGBT di Resto dConsulate, Menteng, Jakarta, Sabtu (3/8/2019). Foto/SINDOnews/Rakhmatulloh
A A A
JAKARTA - Fenomena Child Grooming dan Darurat LGBT erat kaitannya dengan kondisi masa lampau yang kemudian diperkuat dengan kondisi perkembangan kejahatan melalui dunia maya.

"Bahwa secara psikologi perkembangan kejahatan seksual penyimpangan seksual merupakan bagian perkembangan zaman. Kalau kita kaitkan dengan era sekarang ini kita melihat bahwa ini bagian yang hal-hal menyuburkan fenomena tersebut," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra dalam diskusi Polemik MNC Trijaya FM bertajuk 'Child Grooming dan Darurat LGBT' di Resto d'Consulate, Menteng, Jakarta, Sabtu (3/8/2019).

Child grooming adalah istilah yang mengarah kepada kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak. Targetnya adalah anak-anak usia 9 hingga 15 tahun. Ada pun alasan kedok kejahatan ini disebut sebagai grooming, lantaran pelakunya sendiri yang dengan bangga menobatkan dirinya sebagai seorang groomer.

Menurut Asep, kejahatan seksual terhadap anak dan penyimpangan seksual sudah pernah terjadi sejak lama. Fenomena ini berkembang karena kehadiran teknologi informasi dan perkembangan teknologi 4.0 yang dianggap turut menyuburkan.

Menurut dia, jika di masa lalu kejahatan terhadap anak dan penyimpangan seksual terjadi secara fisik atau bersentuhan secara langsung, sekarang berbeda.

"Kalau sekarang kan tidak seperti itu. Dengan media sosial tidak perlu bersentuhan sudah terjadi kejahatan itu," kata dia.

Asep menjelaskan, pihaknya beberapa waktu telah mengungkap kejahatan 'Child Grooming'. Dari jumlah kejahatan yang diungkap Polri disebutkan sejak 2015 sampai saat ini terjadi angka yang fluktuatif. Sedangkan, dalam aspek pengungkapan pihaknya masih menemui kendala karena Polri harus membangun kerjasama dengan beberapa stakeholder.

Melihat fenomena gunung emas dalam mengungkap kejahatan ini, Asep menyebut belum sepenuhnya kasus-kasus ini dilaporkan secara tuntas.

"Melaporkan kejahatan seksual terhadap anak itu masih dianggap tabu, menjadi hal dilema pada akhirnya tidak dilaporkan, ini jadi problem kita," pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9056 seconds (0.1#10.140)