Kejati Jatim Bidik Tersangka Baru Korupsi Pengadaan Kapal di PT DPS

Senin, 12 Agustus 2019 - 17:16 WIB
Kejati Jatim Bidik Tersangka Baru Korupsi Pengadaan Kapal di PT DPS
Kejati Jatim Bidik Tersangka Baru Korupsi Pengadaan Kapal di PT DPS
A A A
SURABAYA - Kasus dugaan korupsi pengadaan kapal floting crane PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) rupanya tidak berhenti pada dua terdakwa. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) tengah membidik tersangka baru dalam korupsi yang merugikan negara senilai Rp60,3 miliar tersebut.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Richard Marpaung mengatakan, hari ini, Senin (12/8/2019) pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi. Saksi itu terdiri dari direksi PT DPS dan juga perusahaan rekanana pengadaan kapal.

Sayangnya, ketujuh saksi tersebut tidak hadir. Akhirnya, pihanya berencana untuk memanggil ulang “Saat ini status perkaranya sudah penyidikan,” katanya, Senin (12/8/2019).

Dari sejumlah alat bukti, ada dugaan kuat bahwa jumlah pelaku korupsi pengadaan kapal ini lebih dari dua orang. Saat ini, setidaknya ada dua orang yang sudah duduk di kursi pesakitan. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT DPS, Riry Syeried Jetta dan rekanan PT DPS Presiden direktur PT A&C Trading Network Antonius Aris Saputra.

Kedua terdakwa dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 penjara tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. “Kalau sudah memeriksa saksi-saksi seperti sekarang, ya pastilah ada tersangka baru,” tandas Richard.

Sementara itu diketahui, di persidangan, Antonius Aris Saputra oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut dengan hukuman 18 tahun 6 bulan penjara. Aris dianggap bersalah dalam kasus dugaan korupsi pembelian kapal floting crane yang dilakukan PT DPS senilai Rp60,3 miliar.

Terdakwa juga wajib mengembalikan uang pengganti sebesar Rp61 miliar. Jika selama satu bulan usai putusan tersebut inkrah tidak dapat membayar, dikenakan pidana penjara selama sembilan tahun tiga bulan.

Perkara ini bermula ketika pada 2015, PT DPS mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp200 miliar. Dari jumlah itu, Rp100 miliar diantaranya digunakan untuk membeli kapal floating crane. Rekanan dalam pengadaan kapal ini adalah PT A&C Trading Network. Meski alokasi anggarannya sebesar Rp100 miliar, namun harga kapal sendiri dibeli seharga Rp60,3 miliar.

Kapal floating crane yang diibeli, berasal dari Rusia. Sayangnya, kapal tersebut bukan kapal baru. Melainkan kapal bekas buatan tahun 1973. Ketika kapal itu dibawa ke Indonesia, ternyata tenggelam di laut China. Dengan begitu, egara tidak mendapat kemanfaatan dari pembelian kapal tersebut.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.4551 seconds (0.1#10.140)