Sebar 'Piranha' untuk Memangsa Kabar Hoax di Lingkungan Warga

Rabu, 14 Agustus 2019 - 07:40 WIB
Sebar Piranha untuk Memangsa Kabar Hoax di Lingkungan Warga
Warga Surabaya memanfaatkan blog dan media sosial untuk menyebarkan banyak informasi baru tentang kondisi di lingkungannya. Salah satunya membantu warganya yang terkena serangan kanker dan butuh pertolongan dengan cepat. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Sebaran berita bohong alias hoax di Indonesia kian akut. Denyut sebaran berita bohong itu masuk ke semua lini kehidupan masyarakat dengan sistemik dan masih.

Materi hoax sudah berkelana dan menyasar anak-anak di sekolah dasar, sampai ibu rumah tangga yang tiap harinya berada di dapur.

Pada era kolaborasi ini, gerakan kecil masyarakat yang mencoba menyebar "Piranha" di tiap kampung melalui Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) menjadi jalan terang untuk memojokan hoax dalam ruang yang sempit.

Lewat kampung-kampung, masyarakat mulai menerapkan literasi digital dengan dukungan teknologi serta kecepatan internet di tiap kelurahan.

Suhaimi (48), sudah membuka laptop hitamnya di sudut Kantor Kelurahan Bendul Merisi, yang sudah mulai sepi ketika senja pergi.

Ada dua temannya yang duduk di dekat meja panjang ruang tunggu kantor kelurahan, sambil memandang papan tulis kecil yang berisi data penduduk dan peta perkampungan di Kecamatan Wonocolo.

Sejak sore, mereka bertiga sudah berkeliling ke beberapa kampung setelah mendapat laporan dari masyarakat ada warga yang tergolek lemas karena sakit parah.

"Ada warga di RT VI yang terkena kanker stadium akhir. Keluarganya tak punya biaya untuk pengobatan," kata Suhaimi, Rabu (14/8/2019).

Mereka mulai mengumpulkan data, mengambil foto serta menyiapkan tulisan yang ditayangkan di kimbemer.blogspot.com, sebuah blog milik masyarakat di Bendul Merisi.

Percepatan informasi itu pun didukung dengan sebaran di media sosial mereka baik di Instagram, Twitter maupun Facebook.

Setelah informasi disebar, broadcast warga sudah membanjiri berbagao obrolan di rumah-rumah. Dua jam kemudian petugas dari Puskesmas Bendul Merisi beserta tim Pemerintah Kota Surabaya sudah menghubungi. Mereka menanyakan alamat lengkap warga yang sedang sakit seperti yang diceritakan dalam blog.

Tepat pukul 19.30 WIB,dua petugas puskesmas langsung mendatangi RT VI Kelurahan Bendul Merisi untuk memastikan kondisi warga yang sedang terkena kanker. Mereka pun datang beserta aparat kelurahan untuk memastikan kondisi warga.

Saat malam sudah menyergap, di sebuah rumah kecil perkampungan padat penduduk, lampu neon menjadi penerang jalan yang cukup untuk sepeda motor melintas. Temaram rembulan hanya sesekali menyelinap masuk di dinding-dinding rumah warga. Suasana hening tercipta begitu dalam sampai suara derap kaki mengalun kencang dari kejauhan.

Sutiyah (37), hanya bisa berbaring lemas dengan selimut tebal berwarna merah kombinasi putih yang hampir menutup seluruh tubuhnya. Wajahnya masih terlihat pucat. Ia tak banyak bicara ketika petugas Puskesmas datang ke rumahnya dan meluncurkan beberapa pertanyaan.

Tembok rumahnya sudah mengelupas di tiap sisi. Lantai ruang tamu yang diubah menjadi tempat istirahatnya begitu terasa dingin. Sutiyah hanya bisa berbaring di atas kasur tipis yang ditata dekat sudut ruangan. Ibu dua anak ini hanya bisa terbaring lemas setelah kanker payudara stadium 3 menyerangnya.

Petugas Puskesmas langsung memeriksa dan berkoordinasi dengan RSUD dr Soewandie untuk menyiapkan kamar perawatan bagi Sutiyah. Mereka segera membawanya untuk penanganan lebih lanjut.

"Sudah tiga bulan terakhir ini kondisi istri saya drop. Alhamdulillah sekarang sudah bisa ditanggani," kata Jailani (38), suami Sutiyah.

Pendar senyum kini mulai terlihat di keluarga mereka. Upaya kecil yang dilakukan warga untuk menunjukan kepedulian dengan akses teknologi dan percepatan informasi memberikan pembeda buat penanganan masyarakat.

Saat rembulan sudah di peraduan, Suhaimi kembali menayangkan foto dan sebuah cerita tentang Brandgang atau bangunan yang berdiri di atas saluran air. Sebuah beton yang dibangun di belakang pemukiman warga ditampilkan dalam saluran KIM Bendul Merisi.

Selama ini, persoalan banjir yang kerap datang ke berbagai perkampungan padat penduduk tak lepas dari bangunan semi permanen yang memakan saluran air dan menjadi penghambat aliran air itu ke laut. Sebuah Vlog pun dibuat tepat di depan bangunan baru yang menutupi saluran air.

Sebar 'Piranha' untuk Memangsa Kabar Hoax di Lingkungan Warga


Penayangan foto dan cerita yang dibangun menjadi perhatian pemerintah kota. Melalui layanan terpadu di Command Center 112, pelaporan itu menjadi perhatian. Informasi dari masyarakat itu kemudian diolah dan ditindaklanjuti dengan cepat. Hasilnya, Brandgang yang sudah dibangun langsung dibongkar untuk mengembalikan fungsi saluran air.

Melalui KIM, katanya, banyak warga tak lagi termakan isu hoax yang kerap menjadi pemantik terjadinya perselisihan serta ujaran kebencian di lapisan warga. "Kami mencoba untuk memproduksi informasi yang ada di tingkat kelurahan dan menjadi reverensi mereka tentang kebenarannya," jelasnya.

Suhaimi merupakan satu diantara ratusan KIM lainnya yang ada di tiap kelurahan di Kota Surabaya yang sengaja dijadikan “Piranha” untuk memakan informasi hoax di tingkat warga. Era disrupsi informasi menjadikan ruang yang begitu lebar untuk bertarungnya kabar benar dan hoax yang beradar di masyarakat.

"Dukungan dari karang taruna serta ketua RT di tiap wilayah juga memberikan informasi yang benar. Anak-anak muda juga saat ini bisa lebih mudah untuk membuat Vlog dan bisa update di mana saja," jelasnya.

Pada masa kolaborasi ini, di saat masyarakat Indonesia siap menyambut era Society 5.0 yang keberadaan teknologi memberikan kemudahan dalam mengirimkan pesan. Sebaran informasi yang berjalan begitu cepat dengan dukungan alat komunikasi yang dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Akses internet yang cepat di tiap kelurahan menjadikan ujung tombak masyarakat bisa menjadi pemangsa baru kabar hoax yang meresahkan.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Surabaya, M. Fikser mengatakan, isu terkecil apapun di tingkat warga saat ini bisa dipantau dengan baik oleh pemerintah daerah. Banyak usulan dari warga yang kemudian bisa ditindaklanjuti pemerintah kota menjadi masukan yang begitu berarti.

"Dan yang terpenting, kabar hoax di masyarakat bisa direduksi. Warga yang awalnya tak pernah paham tentang literasi dan cara melaporkan kini bisa menjadi bagian penting dari kota ini," jelasnya.

Pembagian raskin di Kota Pahlawan misalnya yang sempat menjadi heboh dengan adanya pesan berantai di media sosial yang mencoba untuk mengadu domba warga. Namun, kabar itu langsung bisa dimatikan ketika ada informasi baru berupa foto, pemberitaan serta Vlog warga yang menjelaskan mekanisme penyaluran yang benar.

Kran jalur informasi kini sudah terbuka dengan lebar. Banyak ruang yang bisa dipakai oleh masyarakat untuk bisa mengembangkan diri serta terhindar dari upaya perpecahan yang dilakukan beberapa kelompok.

Kepala Dinas Kominfo Jatim, Ardo Sahak menuturkan, sebaran KIM sudah merata di tiap kelurahan yang ada di kabupaten dan kota. Mereka tiap saat memproduksi informasi yang bukan hoax. Pihaknya menyadari luasnya area di Jatim harus bisa mengepung gerakan hoax yang sudah masif.

"Kami terbantu dengan banyaknya produksi informasi masyarakat melalui KIM. Untuk melawan hoax harus dilakukan gerakan yang seimbang," jelasnya.

Ia menambahkan, produksi informasi hoax selama beberapa tahun terakhir sudah mampu menyasar lapisan masyarakat yang paling dasar, yakni di tiap penghuni rumah-rumah warga. Makanya dibutuhkan kolaborasi yang kuat di tiap kelurahan maupun pedesaan untuk bisa membentuk jaringan informasi yang benar.

Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto menuturkan, produksi hoax dalam beberapa tahun terakhir ini memang meresahkan. Mereka menyerang semua lini kehidupan yang membuat banyak pihak terusik. Ada pola perubahan masyarakat yang dipicu adanya sebaran hoax itu.

Literasi digital, katanya, memang kini bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat. Sehingga cukup tepat ketika mereka bisa memanfaatkan ruang itu untuk mengembangkan diri sekaligus menjadi lawan yang seimbang bagi produsen hoax. Terutama untuk kelompok milenial.

"Untuk melawan hoax memang bukan hanya tugas dari media mainstreem. Keterlibatan masyarakat secara luas bisa memberikan pembeda serta mengepung hoax ke ruang yang sempit," ucapnya.

KIM sendiri menjadi wadah yang tepat untuk bisa menciptakan gerakan tandingan untuk terus membasmi kabar hoax. Apalagi masyarakat di tiap kelurahan merupakan orang pertama yang melihat langsung sebuah sumber informasi yang benar untuk bisa dibagi ke banyak orang.

"Kesadaran masyarakat untuk bisa melaporkan dan mencerna kabar yang benar bisa menjadi kebiasaan baru yang baik bagi mereka," jelasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.9866 seconds (0.1#10.140)