Ingin Awet Muda dan Cantik, Rasakan Segarnya Banyu Jolotundo
A
A
A
MOJOKERTO - Kabupaten Mojokerto beruntung, sebab dari 18 kecamatan, punya branding mereka sendiri. Mulai unsur alam, sejarah, hingga wisata religi.
Namun ada satu destinasi ikonik, yang memiliki perpaduan unsur-unsur tersebut. Yakni sebuah kolam eksotis tempat pemandian keluarga Majapahit masa lalu, bernama Petirtaan Jolotundo.
Lokasinya berada di lereng bukit Bekal, satu puncak gunung Penanggungan Kecamatan Trawas.
Petirtaan Jolutundo dalam beberapa ulasan, bahkan disebut-sebut memiliki kualitas air terbaik di dunia setelah zam-zam di Saudi.
Air Jolutundo yang tersohor itu, kerap dijuluki sebagai banyu awet nom atau air awet muda.
Mitos yang beredar di masyarakat Jawa menyebutian bahwa barang siapa yang mandi di kolam tersebut maka akan memiliki wajah tampan dan cantik layaknya punggawa Istana kerajaan Majapahit.
Pernyataan tersebut tentu saja tidak disandarkan tanpa alasan. Lokasinya yang berada pegunungan vulkanik kiranya menjadi alasan kuat.
Hasil penelitian oleh para ahli hidrogeologi menyebut, mata air pegunungan vulkanik memenuhi tiga syarat karakterisitik sumber air tanah yang baik. Mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Jolotundo punya tiga modal tersebut.
Kuantitas dipengaruhi oleh faktor alami curah hujan, siklus air dan kondisi hidrogeologis di sekitar sumber daya air tersebut.
Lalu kualitas dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia seperti pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya. Sedangkan kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.
Mata air di kolam Petirtaan Jolotundo, juga dikelilingi oleh bebatuan candi yang dapat sekaligus berfungsi sebagai akuifer buatan. Akuifer merupakan suatu batuan atau formasi yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti.
Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan harus berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Bebatuan candi di Petirtaan Jolotundo memiliki syarat tersebut.
Saat memasuki kawasan Jolotundo, lanskap yang ditawarkan adalah biota alam berupa hutan yang sejuk dan rindang. Sisi eksotis Jolotundo yang paling kental, adalah atmosfer religi yang kuat.
Petitrtaan Jolotundo terasa istimewa, karena banyak dihiasi relief candi penuh pitutur. Banyak kisah kehidupan sosial masyarakat Majapahit zaman dahulu yang terpahat.
Tiap malam Jumat, Jolotundo juga banyak diserbu para pelancong untuk mandi dan mengalap ‘berkah’, terutama malam satu Muharram.
Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi mengatakan, Kabupaten Mojokerto terus menggali ceruk-ceruk wisata. “Kami eksplore terus. Potensi wisata kita harus terus digali, sebab potensinya sangat banyak,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (16/8/2019).
Potensi wisata tersebut di antaranya yakni, wisata sejarah Majapahit di Kacematan Trowulan, wisata religi Syekh Jumadil Kubro, wisata alam dan panorama di kawasan selatan yakni Pacet dan Trawas, juga ada di utara sungai yakni Waduk Tanjungan.
“Tahun 2019 ini sarana prasarana penunjang pariwisata akan terus kami lengkapi. Seperti akses jalan harus lebar dan lega,” kata Pungkasiadi.
Namun ada satu destinasi ikonik, yang memiliki perpaduan unsur-unsur tersebut. Yakni sebuah kolam eksotis tempat pemandian keluarga Majapahit masa lalu, bernama Petirtaan Jolotundo.
Lokasinya berada di lereng bukit Bekal, satu puncak gunung Penanggungan Kecamatan Trawas.
Petirtaan Jolutundo dalam beberapa ulasan, bahkan disebut-sebut memiliki kualitas air terbaik di dunia setelah zam-zam di Saudi.
Air Jolutundo yang tersohor itu, kerap dijuluki sebagai banyu awet nom atau air awet muda.
Mitos yang beredar di masyarakat Jawa menyebutian bahwa barang siapa yang mandi di kolam tersebut maka akan memiliki wajah tampan dan cantik layaknya punggawa Istana kerajaan Majapahit.
Pernyataan tersebut tentu saja tidak disandarkan tanpa alasan. Lokasinya yang berada pegunungan vulkanik kiranya menjadi alasan kuat.
Hasil penelitian oleh para ahli hidrogeologi menyebut, mata air pegunungan vulkanik memenuhi tiga syarat karakterisitik sumber air tanah yang baik. Mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Jolotundo punya tiga modal tersebut.
Kuantitas dipengaruhi oleh faktor alami curah hujan, siklus air dan kondisi hidrogeologis di sekitar sumber daya air tersebut.
Lalu kualitas dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia seperti pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya. Sedangkan kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.
Mata air di kolam Petirtaan Jolotundo, juga dikelilingi oleh bebatuan candi yang dapat sekaligus berfungsi sebagai akuifer buatan. Akuifer merupakan suatu batuan atau formasi yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti.
Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan harus berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Bebatuan candi di Petirtaan Jolotundo memiliki syarat tersebut.
Saat memasuki kawasan Jolotundo, lanskap yang ditawarkan adalah biota alam berupa hutan yang sejuk dan rindang. Sisi eksotis Jolotundo yang paling kental, adalah atmosfer religi yang kuat.
Petitrtaan Jolotundo terasa istimewa, karena banyak dihiasi relief candi penuh pitutur. Banyak kisah kehidupan sosial masyarakat Majapahit zaman dahulu yang terpahat.
Tiap malam Jumat, Jolotundo juga banyak diserbu para pelancong untuk mandi dan mengalap ‘berkah’, terutama malam satu Muharram.
Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi mengatakan, Kabupaten Mojokerto terus menggali ceruk-ceruk wisata. “Kami eksplore terus. Potensi wisata kita harus terus digali, sebab potensinya sangat banyak,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (16/8/2019).
Potensi wisata tersebut di antaranya yakni, wisata sejarah Majapahit di Kacematan Trowulan, wisata religi Syekh Jumadil Kubro, wisata alam dan panorama di kawasan selatan yakni Pacet dan Trawas, juga ada di utara sungai yakni Waduk Tanjungan.
“Tahun 2019 ini sarana prasarana penunjang pariwisata akan terus kami lengkapi. Seperti akses jalan harus lebar dan lega,” kata Pungkasiadi.
(nth)