Ini Cara Mahasiswa ITS Mereduksi Pencemaran Air dari Irigasi

Rabu, 21 Agustus 2019 - 12:12 WIB
Ini Cara Mahasiswa ITS Mereduksi Pencemaran Air dari Irigasi
Mahasiswa doktoral dari Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kiki Gustinasari membuat inovasi cara mereduksi pencemaran air. Foto/Ist.
A A A
SURABAYA - Limbah pupuk kimia dan pestisida sisa dari kegiatan usaha tani, masuk dalam aliran air di irigasi pertanian, dan menjadi salah satu penyebab pencemaran air.

Padahal sektor pertanian sendiri menggunakan air untuk irigasi sekitar 70-90 persen dari seluruh kebutuhan air di bumi.

Melihat kondisi ini, mahasiswa doktoral dari Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kiki Gustinasari merancang penelitian yang diharapkan mampu membantu mereduksi pencemaran air tersebut.

Ia melakukan penelitian berjudul Constructed Wetlands-Microbial Fuel Cells (CWs-MFCs) sebagai Pereduksi Herbisida Glifosat, dan Aplikasi Biosensor untuk Toxicity Warning pada Limpasan Persawahan.

Kiki menuturkan, tujuan dari penelitiannya ini untuk membuktikan bahwa CWs MFCs sebagai infrastruktur ramah lingkungan mampu mereduksi residu herbisida glifosat. "Jadi herbisida glisofat merupakan jenis pestisida pada sektor pertanian," kata Kiki, Rabu (21/8/2019).

Ia melanjutkan, penggunaan herbisida glifosat memberikan dampak buruk terhadap makhluk hidup di perairan. "Dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi untuk binatang amfibi, serta berefek letal bagi beberapa jenis plankton," ungkapnya.

MFCs sendiri, katanya, merupakan teknologi pembangkit energi dan pengurangan polusi melalui bakteri. Sedangkan CWs merupakan sistem berbasis alam yang banyak digunakan pada bidang pertanian sebagai filter areal pertanian dengan badan air.

Penggabungan MFCs ke dalam CWs terbukti mampu meningkatkan kinerja CWs dalam mengurangi residu herbisida glifosat.

Kiki juga menjelaskan, anoda pada MFCs memicu reaksi anaerob CWs. "Pendekatan ini memiliki keuntungan ganda seperti intensifikasi kinerja CWs dan penghasil listrik," sambungnya.

MFCs-CWs pada penelitian ini juga bertujuan sebagai peringatan dini terhadap masuknya bahan-bahan yang tidak diinginkan pada persawahan. Hal ini disebabkan jenis infrastruktur hijau tersebut mampu menghasilkan sinyal listrik melalui kinerja mikroba.

"Kinerja mikroba akan turun apabila terdapat zat racun yang mengganggu kehidupan mikroba tersebut," jelasnya.

Dengan turunnya kinerja mikroba, lanjutnya, maka dapat diketahui adanya zat yang tidak diinginkan memasuki area pertanian. Penurunan tersebut nantinya akan ditandai dengan indikasi dropping listrik. "Indikasi inilah yang menjadi peringatan dini sebagai dasar pengambilan keputusan selanjutnya," ucapnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4296 seconds (0.1#10.140)