Desain Ibu Kota Baru Harus Cerminkan Ke-Indonesia-an

Jum'at, 23 Agustus 2019 - 10:46 WIB
Desain Ibu Kota Baru Harus Cerminkan Ke-Indonesia-an
Desainer Public Space Lea Aziz menyarankan pembangunan ibu kota baru harus bisa mencerminkan desain representasi dari semua daerah yang ada di Nusantara. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pembangunan ibu kota baru negara Indonesia harus bisa mencerminkan representasi dari semua daerah yang ada di Nusantara. Hal demikian juga berlaku dalam desain eksterior dan interior bangunan.

“Memang kalau ibu kota Indonesia pindah ke Kalimantan, semua orang akan datang ke sana. Namun sentuhan-sentuhannya yang dilakukan di Ibu kota baru itu harus beraneka ragam. Sehingga tamu-tamu lain yang datang kesana bisa melihat keanekaragaman yang luar biasa,” kata Vice President Asia Pacific Space Designer Association (APSDA) Lea Aziz kepada SINDOnews, di sela Pameran KARYA KITA, yang diselenggarakan selama 17 - 25 Agustus 2019 di Atrium Senayan City, Jakarta.

Namun, Lea mengingatkan, pemberian sentuhan-sentuhan desain kedaerahan ini jangan tidak terlalu kaku. Sebaliknya dengan desain yang lebih modern, lebih stylish. “Sehingga bisa membuat orang (warga asing yang berkunjung) mengagumi apa yang kita miliki,” kata dia.

Menurut Lea, dalam membangun aksen keragaman kedaerahan tidak perlu terlalu kaku dengan membangun bangunan-bangunan daerah seperti di Taman Mini Indonesia. Namun cukup sentuhan sentuhan desainnya. Terutama di bagian interior di dalam gedung-gedung pemerintahan.

Untuk itu, kata Lea, pemerintah harus duduk bareng dan bekerja sama dengan desainer-desainer putra bangsa sendiri yang kompeten. Sebab bagaimana pun juga sebagai desainer Indonesia tanpa sadar ikut membangun Indonesia lewat desain-desain yang diciptakan.

“Apa yang kami (desainer) lakukan adalah kerja, kerja, kerja untuk Indonesia. Meskipun desainer bekerja di belakang layar dan tidak popular dikenal publik. Tapi berbuat terbaik untuk bangsa itu sudah membuat kami bangga,” kata principal Elenbee Design yang dipercaya untuk mendesain interior sejumlah public space di Indonesia, seperti bandara, stasiun MRT dan sejumlah mal di tanah air ini.

Lea berharap kalau pemerintah jadi memindahkan ibu kota ke Kalimantan jangan sampai nanti nuansa ibu kota justru seakan-akan jadi dominan ciri Kalimantan. “Saya berharap tetap bisa menggambarkan ke-Indonesiaan,” ujar Lea.

Kemudian, lanjut Lea, selain memberikan nuansa desain interior dengan keragaman Indonesia di bangunan – bangunan gedung pemerintahan di ibu kota baru nanti, juga perlu memberikan nuansa keragaman Indonesia lewat desain lansekap. Yakni, dengan menanam tanaman-tanaman khas Indonesia yang berasal dari berbagai daerah Indonesia.

“Sebab Gedung yang indah dan megah tanpa lansekap yang baik maka jadinya kering tidak memberikan nilai seni,” kata Lea.

Secara pribadi, Lea mengaku setuju apabila Ibu Kota dipindah ke Kalimantan. Alasannya, selain pertimbangan Bung Karno-Presiden Pertama RI, juga karena sejumlah negara sudah melakukan hal tersebut.

Contohnya, Amerika Serikat sudah 9 kali pindah ibu kota, hingga akhirnya ke Washington DC. Sejak Deklarasi Kemerdekaan pada 1776, Amerika Serikat sudah punya sembilan ibu kota. Sebelum Presiden George Washington menandatangani Residence Act pada 16 Juli 1790, Amerika pernah ber-ibu kota Philadelphia, Baltimore, Lancaster, Princeton, Annapolis, Trenton, York, dan New York.

Lalu Australia pindah dari Sydney ke Canberra, Malaysia memindahkan ibu kotanya dari Kualalumpur ke Putrajaya dan sejumlah negara lainnya.

Bahkan, jauh-jauh hari sebelumnya, Bung Karno pernah mengungkapkan waktu itu dirinya menginginkan ibu kota Indonesia pindah ke Kalimantan atau Papua. Dengan alasan daerah tersebut yang memiliki sumber kekayaan Indonesia paling besar bagi negara.

“Sebenarnya tidak ada masalah. Mungkin malah dengan pemindahan ibu kota ini terjadi pemerataan pembangunan, sehingga tidak semua bertumpu di DKI Jakarta. Kemudian daerah-daerah jadi lebih fokus untuk membangun daerahnya masih-masing agar lebih maju,” pungkas Lea.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6994 seconds (0.1#10.140)