Keluarga Predator Anak di Mojokerto Tolak Hukuman Kebiri Kimia

Selasa, 27 Agustus 2019 - 17:15 WIB
Keluarga Predator Anak di Mojokerto Tolak Hukuman Kebiri Kimia
Kakak Muh. Aris, menunjukan surat pemberitahuan hasil banding kasus kekerasan seksual di Mojokerto. Foto/SINDOnews/Tritus Julan
A A A
MOJOKERTO - Keluarga Muh. Aris (20), terpidana kasus kekerasan seksual, menolak putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, yang menjatuhkan hukuman kebiri kimia.

Pihak keluarga berdalih hukuman tersebut terlalu berat bagi pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Selain itu, pihak keluarga juga menilai masih banyak pelaku kejahatan yang lebih parah ketimbang yang dilakukan oleh Aris.

"Saya tidak mau kalau dikebiri. Yang lebih parah dari adik saya juga banyak. Kalau dikebiri, kasihan dia mau jadi apa. Saya keberatan, sangat keberatan," kata kakak kandung Aris, Sobirin (33), saat ditemui di rumahnya, Selasa (27/8/2019).

Ada alasan lain yang membuat pihak keluarga menolak hukuman tambahan kebiri kimia yang di jatuhkan kepada tukang las tersebut. Yakni kondisi kejiwaan Aris. Menurut Sobirin, sejak kecil, Aris memang memiliki gangguan kejiwaan.

"Anaknya juga tidak normal. Kalau orang normal kita bisa bicara 100 persen, lha adik saya ini cuma 70 persen tidak seperti orang normal. Maka itu saya tidak setuju kalau dikebiri. Kalau dia normal yang tidak mungkin seperti itu," imbuhnya.

Indikasi adanya gangguan kejiwaan dalam diri Aris itu sudah terlihat sejak kecil. Sejak kecil, Aris suka berbicara sendiri. Bahkan tak hanya Aris, menurut Sobirin, kondisi kejiwaan dua adik kandungnya juga tidak berbeda jauh dengan Aris.

"Aris itu kalau sendirian, suka bicara sendiri. Yang paling sering itu dia itu tiduran di teras, terus dia bermain mobil-mobilan atau bermain gambar. Itu yang seperti anak kecil. Dia juga berimajinasi seperti Naruto dan itu sering," jelas Sobirin.

Meski mengalami gangguan kejiwaan, lanjut Sobirin, Aris tidak pernah menjalani perawatan medis. Lantaran Aris berasal dari keluarga kurang mampu. Selama ini, Aris juga tidak pernah berulah. Baru kali ini ia melakukan tindakan kejahatan hingga berurusan dengan aparat penegak hukum.

"Selama ini, Aris kesulitan untuk bersosialisasi di masyarakat. Selain itu, Aris juga dikucilkan di lingkungan. Sehingga, lebih banyak memiliki teman di luar, yakni rekan-rekannya di tempat kerja. Sebab, Aris merasa lebih dihargai di bengkel," terang anak tertua pasangan Abdul Syukur dan Almarhum Askinah ini.

Ditanya apakah Aris pernah dilakukan pemeriksaan kejiwaan saat penyidikan pihak kepolisian, Sobirin menyatakan pernah. Dalam pemeriksaan itu, dokter mengatakan bahwa pemuda yang tak lulus sekolah dasar itu tidak mengalami gangguan kejiwaan alias normal.

"Pernah di tes kejiwaan. Hasilnya dari dokter dia normal. Salah satu alasannya karena dia (Aris) bisa naik sepeda motor, maka dia dianggap normal. Memang dia punya sepeda motor tapi bukan dari keluarga yang membelikan tapi dari bengkelnya," paparnya.

Sobirin berharap, penegak hukum dalam hal ini Mahkamah Agung (MA) bersedia meninjau kembali putusan PN Mojokerto yang menjatuhi hukuman tambahan kebiri kimia terhadap Aris. Termasuk hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsieder enam bulan kurungan.

"Keinginan saya supaya dia dirawat, dan pikirannya supaya dijernihkan. Kalau bisa orang dengan gangguan kejiwaan kan dirawat di rumahsakit. Tidak apa-apa dirawat di rumahsakit jiwa, supaya dia bisa kembali normal. Saya selaku kakak terus berdoa untuk dia, supaya dia menjadi lebih baik," pungkas Sobirin.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.8837 seconds (0.1#10.140)