IDI: Sampai Kapanpun Kami Tidak Akan Jadi Eksekutor Kebiri Kimia

Rabu, 28 Agustus 2019 - 16:18 WIB
IDI: Sampai Kapanpun Kami Tidak Akan Jadi Eksekutor Kebiri Kimia
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi ekskutor kebiri kimia. Foto/Ilustrasi
A A A
SURABAYA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan, sampain kapanpun tidak akan bersedia menjadi eksekutor kebiri kimia, terhadap terpidana kasus kekerasan seksual.

Meski begitu, IDI mendukung penuh upaya pemerintah dalam menjalankan hukuman kebiri buat pelaku kejahatan seksual pada anak-anak.

Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MPPK IDI) Pudjo Hartono mengatakan, tugas dan fungsi dokter adalah menyembuhkan orang sakit. Bukan sebaliknya, membuat orang lain menderita. Hal itu sudah menjadi sumpah profesi dokter.

"Meski secara UU kami eksekutor kebiri kimia, sampai kapanpun kami akan menolak melaksanakan itu," katanya saat Diskusi Publik 'Penerapan Hukuman Kebiri Bagi Predator Anak' yang digelar Komunitas Pengadilan Kejaksaan (KOMPAK) di gedung Empire Palace, Rabu (28/8/2019).

Dia menambahkan, dokter dalam beberapa eksekusi hukuman memang terlibat, tapi tidak secara langsung. Misalnya hukuman mati. Dokter hanya bertugas memastikan apakah terpidana mati tersebut sudah meninggal dunia atau belum. Sementara dalam kebiri kimia, dokter menjadi eksekutor.

"Secara prinsip kami melihat hukuman kebiri kimia karena itu diharapkan bisa membuat jera pelaku. Calon pelaku predator anak juga akan berpikir ulang untuk melakukan pemerkosaan," terangnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Rudy Hartono menyatakan masih sebatas melaksanakan hukuman badan terhadap terpidana kebiri kimia, Muhammad Aris.

Menurutnya, pelaksanaan kebiri kimia baru bisa dilakukan setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokok atau hukuman badan. "Sejauh ini kami masih menunggu petunjuk teknis dari pelaksaan kebiri kimia ini dari Kejaksaan Agung (Kejagung)," terangnya.

Diketahui sebelumnya, sejak 2015 Aris terbukti mencabuli sembilan anak gadis yang tersebar di wilayah Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa. Dia membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi. Selanjutnya Aris melakukan perbuatan asusila pada korban.

Hingga akhirnya, aksi pelaku terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis (25/10/2018) sekitar pukul 16.30 WIB. Keesokan harinya, Aris diringkus polisi.

Atas perbuatannya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis bersalah pada Aris dengan hukuman 12 tahun penjara, dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Hukuman itupun dianggap tidak cukup. Hakim lantas memberi hukuman tambahan kebiri kimia. Aris pun mengajukan banding ke PT Jatim. Namun upayanya sia-sia karena hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jatim menguatkan putusan hakim PN Mojokerto.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.3690 seconds (0.1#10.140)