Kementrian PPPA Apresiasi Vonis Maksimal Predator Anak

Kamis, 29 Agustus 2019 - 14:47 WIB
Kementrian PPPA Apresiasi Vonis Maksimal Predator Anak
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementrian PPPA, Nahar, didampingi Kepala DP2KBP2 Kabupten Mojokerto, Joedha Hadi, saat di Pendopo Pemkab Mojokerto. Foto/SINDOnews/Tritus Julan
A A A
MOJOKERTO - Vonis hukuman maksimal dan tambahan kebiri kimia yang dijatuhkan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, mendapat apresiasi banyak pihak.

Apresiasi itu salah satunya darang dari Kementrian Pemberdayaan Perempuam Perlindungan Anak (PPPA). Kementrian PPPA memberikan penghargaan atas proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) terhadap terdakwa kasus kekerasan seksual anak, Muh. Aris (20).

APH mulai dari kepolisian, Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto, serta majelis hakim PN Mojokerto, yang sudah menjatuhkan putusan maksimal terhadap terdakwa yang berprofesi tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto itu.

"Kami mengapresiasi proses penanganan dan hukumnya. Karena ini yang pertama pasca disahkannya UU No. 17/2016 tentang perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Khusunya kepada kasus-kasus yang korbannya itu anak dan menyangkut persoalan seksual," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementrian PPPA, Nahar, Kamis (29/8/2019).

Kementrian PPPA menilai, APH sudah bekerja secara profesional dalam penyidikan dan pengungkapan kasus ini. Mulai dari proses penyidikan, penuntutan, hingga melahirkan putusan majelis hakim. Nahar menyebut, ada dua hal penting yang menurutnya harus mendapatkan apresiasi dalam proses hukum kasus kekerasan seksual anak ini.

"Pertama ada proses jaksa menuntut melebihi dari tuntutan maksimal yakni batas waktu hukuman 15 tahun jadi 17 tahun. Kedua meskipun diturunkan jadi 12 tahun, majelis hakim menambahkan hukuman kebiri. Jadi kami tidak mempersoalkan jenis hukuman, tapi putusan majelis hakim yang pertama sesuai dengan UU No. 17/2016," imbuhnya.

Sementara, terkait dengan pelaksanaan hukuman kebiri kimia terhadap Aris terganjal Peraturan Pemerintah (PP), Nahar menyampaikan bahwa hal itu sudah diatur dalam Undang-undang. Ia menyatakan, sesuai pasal 81 A UU No. 17/2016 disebutkan bawha tindakan kebiri kimia dilaksanakan maksimal 2 tahun setelah pidana pokok.

"Pidana pokoknya 12 tahun, itu saja laksanakan dulu. Soal mekanisme bagaimana melakukan itu (eksekusi kebiri kimia) nanti ada aturan. PP kami keluarkan dengan kehati-hatian dan mempertimbangkan berbagai masukan. Diharapkan nanti lebih melindungi banyak pihak, paling penting melindungi anak-anak," jelasnya.

Kementrian PPPA Apresiasi Vonis Maksimal Predator Anak


Saat ini, lanjut Nahar, penyusunan PP yang memuat terkait petunjuk teknis pelaksanaan hukuman kebiri yang tertuang dalam UU No. 17/2016 sudah masuk dalam tahap akhir. Menurutnya, saat ini penerbitan PP tersebut hanya tinggal menunggu proses administrasi terpenuhi.

"Proses administrasi yang harus diselesaikan, misalnya persetujuan dari masing-masing kementrian yang terlibat. Dalam penyusunan PP ini, kami berdasarkan tentang Undang-undang penyusunan PP," tandasnya.

Sementara usia menyerahkan penghargaan, Nahar didampingi Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Mojokerto, Joedha Hadi mengunjungi keluarga korban pemerkosaan. Selain itu, Nahar juga akan bertemu dengan terpidana hukuman kebiri kimia, Muh Aris di Lapas Klas IIB Mojokerto.

"Itu menjadi tujuan penting juga kami datang ke sini. Kami melakukan tahap penanganan pasca putusan terhadap para korban. Karena yang tidak kalah penting adalah bagaimana memulihkan kondisi anak-anak yang menjadi korban," pungkas Nahar.

Muh Aris, 20, diamankan polisi pada 26 Oktober 2018. Setelah aksinya memperkosa anak-anak terekam kamera CCTV. Salah satunya, aksi biadab itu dilakukan di perumahan Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis (25/10/2018) sekitar pukul 16.30 WIB.

Dari hasil pemeriksaan polisi diketahui, sebanyak 9 orang anak sudah menjadi korbannya. Aksi pemerkosaan itu dilakukan sejak tahun 2015. Perbuatan biadab itu selalu dilakukan di tempat sepi. Usai pulang kerja, ia selalu mencari mangsa dengan korban anak-anak.

Dalam perjalanannya, Hakim PN Mojokerto memvonis warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto itu bersalah. Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019, menyebutkan, Aris melanggar pasal 76 D junto pasal 81 ayat (2) UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Tukang las itu kemudian dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim yang diketuai Joko Waluyo, juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa hukuman kebiri kimia kepada Aris.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.5984 seconds (0.1#10.140)