Khofifah: Pendamping Desa Harus Sinergi Entas Kemiskinan

Selasa, 03 September 2019 - 18:19 WIB
Khofifah: Pendamping Desa Harus Sinergi Entas Kemiskinan
Gubernur Jatim, Khofifah Indarparawansa meminta para pendamping desa bersinergi mengentaskan kemiskinan dan menurunkan angka stunting. Foto/Ist.
A A A
KOTA BATU - Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa meminta pendamping program pemberdayaan masyarakat desa bersinergi mengentas kemiskinan dan menurunkan angka stunting.

"Saya minta 10 persen dari alokasi dana desa dianggarkan untuk pengentasan angka kemiskinan," kata Khofifah saat membuka rapat koordinasi Program Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kota Batu, Selasa (3/9/2019).

Angka kemiskinan pedesaan di Jatim, kata Khofifah masih tinggi. Karena itu dia meminta pendamping desa profesional dan mememperbaharui pola pengentasan kemiskinan. Baik dari Program Keluarga Harapan (PKH), Kementerian Desa (Kemendes) maupun dari provinsi.

Menurutnya, pendamping desa juga harus familiar dengan teknologi informasi dan media sosial sebagai sarana komunikasi. Pola komunikasi antar desa melalui media sosial secara digital juga perlu dibangun untuk meningkatkan sinergitas program.

"Produk-produk andalan desa juga bisa dipromosikan lewat jaringan digital. Sehingga tidak menjangkau hanya antar desa, namun juga antar derah dan provinsi se-Indonesia," jelasnya.

Khofifah juga mengingatkan tentang pentingnya data kemiskinan di pedesaan. Menurut UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, data kemiskinan bersifat dinamis dan berasal dari bawah atau bottom up.

Artinya menurut mantan Menteri Sosial ini, pendamping desa bersama perangkat desa memiliki kewenangan untuk merubah data tersebut sesuai dengan fakta di lapangan.

"Jika memang ada warga yang tidak masuk kategori miskin atau keluar dari kategori miskin, harus disampaikan demikian. Biasanya kepala desa enggan merubah data tersebut karena kepentingan tertentu," ujar Khofifah.

Terkait penurunan angka stunting, Khofifah menyebut angka stunting di Jatim masih terbilang tinggi. Angka stunting di Jatim masih 32,6 persen. Bahkan ada daerah yang angkanya 51 persen.

Dalam penanganan kasus stunting, pendamping desa diharapkan mampu bekerjasama dengan tenaga medis di daerah untuk penanganan yang efektif. "Tujuannya, menaikkan indeks pembangunan manusia yang membaik dan sumberdaya manusia yang berdaya saing," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Jatim, Mohammad Yasin menjelaskan, sejak 2015 hingga 2019, total anggaran dana desa yang masuk ke Pemprov Jatim sebesar Rp27,3 triliun. "Tahun ini hampir Rp7,5 triliun yang turun, 60 persen dari jumlah itu sudah terealisasi, dan progres di lapangan sudah hampir 80 persen," katanya.

Berbagai program pemberdayaan masyarakat di Jatim, termasuk program Dana Desa tercatat berhasil menurunkan angka kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

Data kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, pada periode September 2018 – Maret 2019, kemiskinan di pedesaan turun sebesar 171.070 orang (0,78 persen) sedangkan di perkotaan turun sebesar 8.820 (0,13 persen).

Menurut Yasin, upaya Pemprov Jatim dalam memerangi kemiskinan sudah membuahkan hasil meskipun belum optimal. Karena persentase penduduk miskin di Jatim masih di atas persentase penduduk miskin nasional yaitu sebesar 0,96 persen.

"Persentase penduduk miskin Jatim pada Maret 2019 sebesar 10,37 persen. Sedangkan presentase rata-rata penduduk miskin Nasional pada Maret 2019 sebesar 9,41 persen," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3917 seconds (0.1#10.140)