Profesi Pengamen, Ayah Tukang Becak, Noviana Jadi Wisudawan Terbaik

Jum'at, 06 September 2019 - 09:49 WIB
Profesi Pengamen, Ayah Tukang Becak, Noviana Jadi Wisudawan Terbaik
Noviana yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen, mampu menjadi wisudawan terbaik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Keyakinan Noviana dalam menempuh pendidikan sarjana di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menegaskan ketidakmungkinan bisa diatasi dengan kerja keras.

Keterbatasan ekonomi bukan halangan bagi seseorang untuk memperoleh ilmu. Buktinya, gadis cantik ini mampu menyelesaikan pendidikan sarjana strata satunya di Fakultas Hukum (FH) Unair Surabaya.

Meskipun setiap harinya menjalani profesi sebagai pengamen, Noviana mampu meraih gelar wisudawan terbaik dalam wisuda Unair Surabaya, di Airlangga Convention Center, Jumat (6/9/2019).

Noviana menuturkan, perjuangannya agar dapat mengenyam bangku sekolah tidaklah mudah. Terlahir dari keluarga yang serba kekurangan membuat dara asal Surabaya itu tergerak untuk membantu perekonomian keluarga dengan cara mengamen dari satu tempat ke tempat lain.

Perjalanan kerasnya di jalan menempa dirinya untuk lebih matang. "Ketika saya dalam kandungan, bapak yang berprofesi sebagai kuli bangunan mengalami kecelakaan parah saat bekerja. Karena kekurangan biaya, bapak tidak dioperasi. Beliau segera bangkit dan menjadi tukang becak walaupun belum sepenuhnya sembuh," katanya.

Rangkaian keterpurukan itu terus berlanjut, becak bapaknya dicuri dan memupuskan harapan keluarga untuk bisa bertahan hidup.

Anak ke empat dari delapan bersaudara ini menambahkan, pilihan mengamen bermula ketika kedua orangtuanya sakit keras. Saat itu, dua kakaknya mencoba untuk mengadu nasib di jalanan.

Profesi Pengamen, Ayah Tukang Becak, Noviana Jadi Wisudawan Terbaik


Upaya ini kemudian diikuti oleh saudara-saudarinya yang lain. Larangan orang tua tak mampu membendung tekad Noviana beserta seluruh saudaranya dalam membantu perekonomian keluarga.

"Akhirnya, bapak memperbolehkan kami mengamen dengan catatan sekolah tetap yang utama. Jangan dijadikan sumber penghasilan hingga dewasa. Bahkan, ibu dan bapak setia mengawasi kami saat mengamen. Selain itu, mereka juga sangat disiplin terkait pendidikan. Waktu beristirahat kami gunakan untuk mengerjakan tugas," ujar Noviana.

Mengadu nasib di jalan bukanlah tanpa risiko. Beberapa kali mereka harus berhadapan dengan aparat keamanan bahkan ditahan di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) dalam kondisi kurang layak sudah menjadi ‘makanan’ sehari-hari. Namun, mereka tidak gentar. Bagi Noviana dan keluarganya, jalanan adalah tempat untuk belajar banyak hal.

Selama kuliah, Noviana berusaha untuk tidak merepotkan keluarganya. Berbagai upaya dia lakukan guna memenuhi kebutuhan perkuliahan, seperti berdagang barang, menjadi pelatih olahraga panah di salah satu klub memanah Surabaya, sampai menjajal magang di Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH Unair demi menambah pengalaman.

"Selain di UKBH Unair, saya juga pernah mengikuti pelatihan paralegal di Surabaya Children Crisis Center (SCCC). Yakni, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Saya belajar untuk turun langsung mengurus perkara anak di persidangan. Bagi saya itu adalah ilmu yang tidak ternilai," ucapnya.

Beruntungnya, di semester lima, Noviana menerima beasiswa perusahaan Chaeron Pokphand Indonesia yang menunjang pendidikannya hingga akhir perkuliahan. Skripsi berjudul Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum mengantarkan Noviana meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3,94.

Kini, putri pasangan Sutrisno dan Karyatiningsih itu tengah melanjutkan karirnya di sebuah kantor advokat. "Ke depan, saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang magister lalu mendaftar sebagai hakim," tegasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.6476 seconds (0.1#10.140)