Vanuatu Politisasi Isu Papua ke Dewan HAM PBB, Ini Respons Indonesia

Kamis, 19 September 2019 - 08:02 WIB
Vanuatu Politisasi Isu Papua ke Dewan HAM PBB, Ini Respons Indonesia
Demo di Papua saat menanggapi insiden rasisme yang dialami para mahasiswa Papua Barat di Surabaya. Foto/SINDOphoto
A A A
JENEWA - Pemerintah Indonesia merespons politisasi isu hak asasi manusia (HAM) Papua dan Papua Barat yang diangkat Vanuatu dan Kepulauan Solomon di Dewan HAM PBB.

Hak jawab itu disampaikan delegasi di Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa.

Kedua negara Pasifik itu membawa isu HAM Papua dan Papua Barat dalam perdebatan umum Agenda 4 Sidang ke-42 Dewan HAM PBB pada Selasa (17/9/2019).

Indonesia mengawali tanggapannya dengan menyambut baik penegasan para Pemimpin Kepulauan Pasifik terhadap pengakuan kedaulatan Indonesia atas Papua sebagaimana tercantum dalam Communique KTT PIF bulan Agustus 2019.

PTRI Jenewa menegaskan bahwa rasisme dan diskriminasi tidak memiliki ruang di negara demokratis Indonesia yang majemuk. "Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia akan terus menjamin kebebasan berekpresi dan mengungkapkan pendapat di muka umum secara damai," demikian tulisan hak jawab PTRI Jenewa, dalam rilis pers yang diterima SINDOnews.com, Rabu (18/9/2019).

"Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam menangani kasus dugaan rasisme dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, termasuk melalui penegakan hukum dan pendekatan rekonsiliatif," sebut PTRI Jenewa.

Pemerintah Indonesia juga menyesalkan tindakan rasisme tersebut dan akan terus mengatasinya dengan berbagai upaya yang antara lain adalah melalui pendidikan dan diseminasi publik yang efektif.

"Pemerintah Indonesia juga telah dan akan terus mengambil langkah-langkah agar hak dan kebebasan warga negara Indonesia, termasuk di Papua terlindungi. Pemerintah Indonesia telah memfasilitasi agar kebebasan berekspresi secara damai dapat terus dilakukan," sebut PTRI Jenewa.

Komitmen Indonesia itu tercermin dari adanya keputusan pemerintah yang mencabut pembatasan Internet terhitung sejak tanggal 4 September 2019. "Penerapan pembatasan Internet dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan tindakan yang menyeimbangkan atas kebebasan berekspresi dan kepentingan umum," sebut PTRI Jenewa.

Terkait rencana kunjungan Komisaris Tinggi HAM (KTHAM), PTRI Jenewa menyampaikan kembali bahwa pada saat kunjungan KTHAM Zeid Ra'ad Al Hussein—KTHAM sebelumnya—ke Indonesia pada bulan Februari 2018, Pemerintah Indonesia telah secara terbuka mengundang KTHAM Zeid untuk mengunjungi Papua guna melihat secara langsung pembangunan di berbagai bidang yang telah dilakukan di Papua dan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi. Sehubungan dengan ketatnya jadwal KTHAM Zeid, pihaknya kemudian mendelegasikan rencana kunjungan tersebut ke Kantor Regional KTHAM di Bangkok.

"Pada saat ini, dipahami bersama juga antara KTHAM Michelle Bachelet dengan Pemerintah Indonesia bahwa kunjungan akan tetap dilakukan oleh perwakilan KTHAM di Bangkok," sebut keterangan pers PTRI Jenewa.

Pemerintah Indonesia dan perwakilan KTHAM di Bangkok tengah mengoordinasikan lebih lanjut pelaksanaan kunjungan sesuai dengan waktu dan pengaturan yang disepakati bersama.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7098 seconds (0.1#10.140)