Peringatan Hari Tani, KNPA Tuntut Realisasi Reforma Agraria

Minggu, 22 September 2019 - 23:11 WIB
Peringatan Hari Tani, KNPA Tuntut Realisasi Reforma Agraria
Aksi peringatan hari tani pada 24 September mendatang, menjadi momentum untuk menyerukan realisasi reforma agraria. Foto/Ist.
A A A
JAKARTA - Hingga akhir periode pemerintahan 2014-2019, realisasi reforma agraria belum juga berhasil dijalankan. Hak-hak petani atas tanah masih diabaikan.

Janji redistribusi tanah 9 juta hektar, penyelesaian konflik agraria dan perbaikan ekonomi serta produksi petani dalam kerangka reformasi agraria, dinilai oleh Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) tidak kunjung diterima petani.

Bahkan yang paling mengecewakan, agenda reforma agraria yang diperjuangkan 59 tahun oleh petani dan gerakan reforma agraria telah diselewengkan oleh pemerintah.

Meski masukan dan kritik telah berulangkali disampaikan dan diingatkan dalam lima tahun terakhir ini, pemerintah tetap mempertontonkan kekeliruan reforma agraria tersebut kepada masyarakat luas.

"Lima tahun membiarkan krisis agraria yang dialami kaum tani Indonesia tidak diatasi secara serius," tegas juru bicara KNPA, Muhammad Nurruddin, Minggu (22/9/2019).

Aktivis yang juga mejabat sebagai Sekjend Aliansi Petani Indonesia (API) ini menegaskan, dibanyak tempat tanah-tanah petani, wilayah adat, kampung nelayan, tanah garapan buruh tani, dan rakyat miskin lainnya diambil alih secara paksa, secara sepihak oleh pemerintah, dan oleh perusahaan yang juga dilegitimasi oleh keputusan pemerintah.

Bahkan menurutnya, pengambil alihan secara paksa tanah kaum tani tersebut tetap menggunakan cara-cara lama, dengan melibatkan alat negara untuk merepresi dan menggusur tanah rakyat dengan mengatasnamakan pembangunan atau proyek strategis nasional.

"Di tengah situasi krisis agraria saat ini pemerintah dan DPR mempertontonan 'kejar setoran' untuk mengesahkan sejumlah undang-undang (UU) yang anti-rakyat," tegasnya. Seolah belum genap penderitaan petani dan rakyat kecil, masih harus ditambah dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.

"Berbulan-bulan kami bersama serikat-serikat petani dan organisasi masyarakat adat telah menyampaikan masukan dan usulan pembatalan rencana pengesahan RUU Pertanahan. Bukan RUU yang memastikan reforma agraria berjalan sesuai harapan rakyat sehingga pemenuhan hak rakyat atas tanah dapat terwujud. Justru RUU Pertanahan mengatur cara negara mengamputasi hak konstitusi agraria petani dan setiap warga negara Indonesia," imbuhnya.

Tontonan kejar target RUU dan atau revisi UU yang anti rakyat juga dilakukan melalui UU MD3, UU KPK, UU SDA. Beberapa hari ke depan DPR akan mengesahkan RUU KUHP, RUU Perkoperasian, RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dan revisi UU Ketenagakerjaan dimana RUU dan revisi UU tersebut sama sekali tidak memberikan keadilan untuk rakyat.

"Dalam momentum Peringatan Hari Tani Nasional 2019 (HTN 2019), yang akan jatuh pada Selasa (24/9/2019), kami dari 76 organisasi masyarakat masyarakat sipil yang tergabung dalam KNPA, terdiri dari organisasi petani, organisasi masyarakat adat, organisasi nelayan, organisasi buruh, organisasi perempuan, dan NGO mengajak kepada masyarakat Indonesia agar turut bergabung dalam Peringatan HTN 2019 yang akan dipusatkan di Jakarta, dan diberbagai provinsi serta kabupaten," imbuh aktivis tani yang akrab disapa Gus Din ini.

Ribuan massa petani dari Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan perwakilan petani dari Bali, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, akan melakukan aksi peringatan HTN 2019 di Jakarta. Petani akan menyampaikan aspirasinya, sekaligus menagih janji pemerintah di dua titik, yakni Istana Negara dan Gedung MPR-DPR RI.

Selain puncak peringatan HTN di Jakarta, puluhan ribu petani bersama organisasi taninya dan jaringan masyarakat sipil lainnya juga akan memperingati HTN pada 23-24 September 2019. KNPA akan melakukan peringatan HTN 2019 di sejumlah daerah, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawaesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah.

Setidaknya ada lima masalah pokok petani hari ini, yang akan disampaikan dan digugat kepada presiden, DPR, serta MPR. Yakni, Macetnya pelaksanaan reforma agraria yang telah dimandatkan Konstitusi, TAP MPR No. IX/2001, UUPA 1960, termasuk Evaluasi Satu Tahun Perpres Reforma Agraria; Pengabaikan penyelesaikan konflik agraria struktural di semua sektor; Perampasan tanah, penggusuran serta kriminalisasi yang masih dialami petani; RUU Pertanahan yang berwatak liberal, sehingga tidak berpihak kepada petani, bahkan membahayakan petani dan rakyat kecil lainnya, termasuk masalah RUU dan revisi UU lainnya yang anti rakyat; dan Kebijakan ekonomi, pertanian dan peraturan hukum yang pro-korporasi dan menyengsarakan rakyat.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0767 seconds (0.1#10.140)