Kenalkan E-Nose, Alat Deteksi Dini Penyakit Gigi dan Kualitas Bahan Makanan

Senin, 30 September 2019 - 12:30 WIB
Kenalkan E-Nose,  Alat Deteksi Dini Penyakit Gigi dan Kualitas Bahan Makanan
Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si bersama Surya salah satu mahasiswanya sedang mendemokan E-Nose di Laboratorium biofisika FST Unair Kampus C.
A A A
SURABAYA - Selama ini mendeteksi penyakit pada gigi hanya bisa dilakukan ketika terasa sakit dan parah. Begitu juga deteksi pembusukan bahan makanan yang hanya melihat dan menyentuh yang terkadang dapat mengecoh.

Belajar dari kebutuhan itu, Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si bersama Anak Agung Surya Pradhana melakukan kolaborasi dengan Dr. Kuwat Triyana dari Universitas Gadjah Mada dengan mengembangkan Elektronik Nose (E-Nose). Sebuah perangkat untuk deteksi dini penyakit gigi dan mulut serta kualitas bahan makanan.

Kolaborasi ini menghasilkan potensi E-Nose untuk deteksi dini penyakit. Mereka pun melanjutkan diskusi dan temuan bersama dokter gigi Prof. Dr. Ernie Maduratna Setiawatie, drg. M.Kes. Sp. Perio (K) dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga. Hasilnya, penemuan itu meningkatkan motivasi untuk memperdalam dan menerapkan penggunaaan sensor larik gas.

Suryani menuturkan, E-Nose merupakan sebuah perangkat yang meniru cara kerja dari penciuman hidung manusia. Secara teknis, perangkat tersebut menggunakan sensor gas yang dapat memberikan respon terhadap aroma tertentu.

Respon sinyal yang dihasilkan E-Nose terhadap aroma tertentu akan dianalisa menggunakan perangkat lunak pengenalan pola, sehingga dapat dianalisis dan diidentifikasi.

“Jika dibandingkan dengan teknik analisis lainnya, seperti kromatografi gas, maka sistem hidung elektronik dapat dibangun dan bisa memberikan analisis sensitif dan selektif secara real time,” katanya, Senin (30/9/2019).

Ia melanjutkan, penelitian E-Nose untuk deteksi dini penyakit gigi ini terdiri dari dua tahapan. Pertama in vitro (skala laboratorium) dan klinis. Tahap in vitro bertujuan untuk pembelajaran E-Nose tentang aroma berbagai bakteri penyebab penyakit gigi.

Tahap ini telah dilakukan oleh alumnus S2 Teknik Biomedis Yanuar Mukhammad dan Sirlus dengan pembimbing kedua Dr. Riries Rulaningtyas. Penelitian lebih lanjut untuk penyempurnaan E-Nose dilakukan oleh Anak Agung Surya Pradhana, salah seorang mahasiswa S2 Teknik Biomedis Universitas Airlangga.

Surya menambahkan, pada E-Nose ini terdapat enam buah sensor gas seperti hidung manusia yang memiliki reseptor dan memori. Dari reseptor, data dikirim ke tempat penyimpan data. Kemudian, data tersebut digunakan untuk melatih E-Nose dengan algoritma statistik pohon keputusan (decision tree). Sehingga E-Nose mampu mengklasifikasikan sampel.

“Penelitian in vitro di skala laboratorium berfungsi untuk mengumpulkan data gas yang akan digunakan sebagai pembelajaran terhadap karaketeristik berbagai bakteri penyebab penyakit gigi. Seperti bakteri S. mutan, A.a, P. Gingivalis, E. faecalis dan sebagainya,” ucapnya.

Ia menambahkan, algoritma yang digunakan untuk melatih E-Nose tersebut melakukan klasifikasi bakteri-bakteri tertentu berdasarkan pola gas yang dihasilkan. Hasil pelatihan pengenalan pola menggunakan Algoritma pada in vitro digunakan sebagai referensi saat pengujian e nose secara klinis.

Surya juga menjelaskan, hasil dari uji coba yang dilakukan saat in vitro menunjukkan hasil yang bagus. Berbagai bakteri menghasilkan konsentrasi bau yang berbeda-beda tergantung pada jumlah hari penyimpanannya. Penelitian tersebut menggunakan sensor MQ2, MQ3, MQ7, MQ8, MQ 135, dan MQ 136 yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Contohnya sensor MQ 135 yang spesifik untuk mendeteksi ammonia.

“Jadi ada sensor yang spesifik untuk karbon dioksida ada juga yang untuk amoniak. Pada bakteri gigi umumnya bau yang dikeluarkan adalah jenis amonia. Hasil uji coba pada biofilm berbagai bakteri gigi menunjukkan adanya karakteristik fisis yang berbeda-beda pada berbagai bakteri. Sedang uji coba pada ayam yang diberi kuman E-coli menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan tanpa adanya E.coli,” ungkapnya.

Penelitian tersebut menggunakan sensor larik gas khusus. Untuk deteksi penyakit gigi disarankan menggunakan sampel biofilm yang diambil dari gigi atau gusi pasien dan ditumbuhkan pada media baru dideteksi. Metode tersebut akan menghasilkan data yang spesifik untuk karakteristik bakteri tertentu.

Metode yang lain dengan menggunakan sampel saliva. Namun, penggunaan saliva menghasilkan data yang kurang spesifik, karena bau yang dihasilkan tidak hanya berasal dari mikroba penyebab penyakit gigi.

Selain untuk kesehatan, E-Nose juga telah banyak digunakan untuk deteksi kualitas bahan makanan. Antara lain kualitas susu, daging, ikan, ayam, dan sebagainya. Dengan menggunakan sensor, pihaknya bisa mengklasifikasi kualitas daging berdasarkan masa simpan maupun aktivitas jenis bakteri yang mengkontaminasi bahan makanan.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.2776 seconds (0.1#10.140)