Jangan Keliru Atasi Rabies pada Manusia, Ini Panduannya

Senin, 30 September 2019 - 18:29 WIB
Jangan Keliru Atasi Rabies pada Manusia, Ini Panduannya
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suwarno menjelaskan cara menanggani rabies. Foto/Ist.
A A A
SURABAYA - Rabies yang dikenal sebagai penyakit anjing gila, merupakan infeksi virus pada otak dan sistem syaraf. Penyakit ini berbahaya, karena bisa menyebabkan kematian.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suwarno menuturkan, penyebab rabies adalah virus bernama RNA dan genus Lyssavirus.

Virus ini berbentuk seperti peluru bersifat neurotropis, menular dan ganas. Virus tersebut bersarang pada air liur hewan yang telah terinfeksi. "Hewan yang telah terinfeksi dapat menyebarkan virus dengan menggigit hewan lain atau manusia," kata Suwarno, Senin (30/9/2019).

Ia melanjutkan, pada umumnya virus rabies ditemukan di hewan liar. Beberapa hewan liar yang menyebarkan virus tersebut adalah sigung, rakun, kelelawar, dan rubah. Namun, di beberapa negara, masih banyak binatang peliharaan yang rupanya membawa virus tersebut, termasuk kucing dan anjing.

Gejala yang timbul, katanya, apabila hewan terinfeksi rabies diantaranya perubahan perilaku hewan yang tidak mengenal pemiliknya, tidak menuruti perintah pemiliknya, mudah terkejut, kemudian mudah memberontak, takut pada cahaya atau sinar dan juga gelisah.

Beberapa hewan juga beringas, mengalami kelumpuhan tenggorokan dan kaki belakang, sebelum akhirnya mati. "Potensi terjangkit rabies juga berlaku pada manusia. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan setiap tahun rabies menyebabkan sekitar 59.000 kematian," jelasnya.

Jika dikalkulasi, terdapat seratus orang lebih yang meninggal karena rabies tiap harinya. Sebanyak sembilan puluh sembilan persen kasus rabies terjadi karena gigitan anjing yang terinfeksi virus. Sementara satu persen terjadi pada kucing, kera, dan musang.

Ironisnya, 40 persen korban tergigit anjing rabies dan meninggal adalah usia anak-anak. Postur tubuh anak-anak yang kecil membuat mereka rawan mendapat gigitan di area kepala.

Selain itu, menurut Suwarno, banyaknya korban anak-anak juga disebabkan mitos yang berkembang di masyarakat terkait tindakanyang dilakukan saat seseorang dikejar anjing.

"Nasihat orang tua dulu kalau dikejar anjing itu harus duduk jongkok (agar anjing berhenti mengejar, red). Itu yang salah," ujar Suwarno.

Sebab, lanjutnya, anjuran tersebut justru dapat menyebabkan anjing menyerang dan menggigit di sekitar area kepala. Gigitan di area kepala akan mempercepat perjalanan virus rabies menyerang syaraf otak dan kelenjar ludah.

Penyebaran virus rabies dari hewan ke manusia hanya dapat terjadi melalui gigitan atau liur hewan yang mengenai luka terbuka. Semakin dalam gigitan, maka semakin berbahaya resiko yang ditimbulkan.

Virus rabies memiliki masa inkubasi 5 hingga 14 hari. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa masa inkubasi virus rabies bisa jauh lebih lama, yakni dua hingga tiga tahun.

"Masa perjalanan virus rabies adalah delapan milimeter perhari. Biasanya seseorang yang digigit oleh hewan terjangkit rabies bisa meninggal dalam waktu lima hari. Karena virus ini menyerang otak, jika seseorang digigit di lengan atau kaki maka membutuhkan masa inkubasi yang cukup lama untuk sampai ke otak," jelasnya.

Gejala seseorang yang terinfeksi virus rabies diantaranya demam, mual, mulut berbusa, hidrophobia atau takut air, rasa nyeri hebat saat menelan, kejang hingga kelumpuhan menjelang kematian.

"Apabila seseorang tergigit hewan pembawa rabies, luka gigitan harus segera dibersihkan dengan air mengalir kemudian diberi desinfektan. Selanjutnya, korban harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penangan lanjutan. Dokter akan memberikan serum dan vaksin anti rabies," jelas dosen FKH Unair tersebut.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1167 seconds (0.1#10.140)