China, Sebuah Fenomena Keajaiban Ekonomi Dunia

Rabu, 02 Oktober 2019 - 07:30 WIB
China, Sebuah Fenomena Keajaiban Ekonomi Dunia
China membutuhkan waktu kurang lebih 70 tahun untuk bangkit dari isolasi dunia dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Foto/Ilustrasi
A A A
BEIJING - China membutuhkan waktu 70 tahun untuk bangkit dari isolasi dunia. Bahkan kini China menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Bertepatan dengan perayaan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China, bisa dilihat bagaimana transformasi yang dilakukan Negeri Tirai Bambu belum pernah terjadi sebelumnya.

"Ketika Partai Komunis mulai mengendalikan, China itu sangat-sangat miskin. Tidak ada mitra dagang, tidak ada hubungan diplomatik, mereka bergantung pada swasembada," kata Kepala Ekonom China DBS Chris Leung.

Namun selama 40 tahun terakhir, China telah memperkenalkan serangkaian reformasi, mulai dari pasar keuangan, membuka rute perdagangan dan arus investasi. Hingga pada akhirnya menarik keluar ratusan juta orang dari jurang kemiskinan.

Tahun 1950-an, salah satu bencana terbesar manusia di abad ke-20. Kemudian terjadi lompatan besar, saat Mao Zedong melakukan industrialisasi pada ekonomi China. Akan tetapi upaya itu gagal dimana 10 hingga 40 juta orang tewas antara periode 1959-1961, dan menjadi tragedi kelaparan dalam sejarah manusia.

Hal ini diikuti oleh gangguan ekonomi yang datang dari revolusi kebudayaan pada tahun 1960-an, sebuah kampanye yang diluncurkan Mao untuk menyingkirkan Partai Komunis dari para pesaingnya. Namun akhirnya justru menghancurkan banyak kelas sosial.

Workshop Dunia

Namun setelah kematian Mao pada 1976, reformasi dipelopori oleh Deng Xiaoping untuk mulai membentuk kembali perekonomian. Petani diberikan hak untuk memiliki plot pertanian mereka sendiri, untuk meningkatkan standar hidup dan mengurangi situasi kekurangan pangan.

Pintu tersebut dibuka untuk investasi asing sebagai ikatan diplomatik AS dan China yang didirikan kembali pada 1979. Mereka bersemangat untuk mengambil keuntungan dari tenaga kerja murah dan biaya sewa yang rendah.

"Dari akhir tahun 1970-an dan seterusnya kita telah melihat ekonomi yang paling impresif serta keajaiban ekonomi," kata Kepala Ekonom Global di Standard Chartered Bank David Mann.

Memasuki tahun 1990-an, China mulai meningkat pertumbuhan ekonomi dengan cepat dan bergabung bersama World Trade Organization (WTO) di 2001 untuk menjadi gebrakan. Hambatan perdagangan serta tarif tinggi terhadap negara lain diturunkan, tidak lama produk-produk China ada di mana-mana. "Ini (China) menjadi bengkel dunia," kata Mann.

Mengutip data dari London School of Economics, ekspor China tercatat USD10 miliar atau kurang dari 1% dari perdagangan dunia. Kemudian pada 1985, memukul balik dengan nilainya mencapai USD25 miliar.

Tingkat Kemiskinan Jatuh

Reformasi ekonomi meningkatkan nasib ratusan juta orang China. Bank Dunia mengatakan lebih dari 850.000.000 orang telah diangkat keluar dari kemiskinan, dan negara ini berada dalam jalur untuk menghilangkan kemiskinan mutlak pada tahun 2020, mendatang.

Pada saat yang sama, tingkat pendidikan telah melonjak. Standard Chartered memproyeksikan bahwa di 2030, sekitar 27% dari tenaga kerja China akan memiliki pendidikan setingkat universitas yang hampir menyamai Jerman saat ini.

Meningkatkan Ketimpangan

Di sisi lain, buah keberhasilan ekonomi belum menyebar secara merata di seluruh penduduk China yang mencapai 1,3 miliar orang. Contoh dari kekayaan ekstrem dan kelas menengah yang meningkat, bersama masyarakat miskin pedesaan, dan tenaga kerja yang memiliki keterampilan rendah serta penuaan.

Ketidaksetaraan telah semakin dalam dengan sebagian besar berada di pedesaan dan sisanya di perkotaan. "Perekonomian tidak seluruhnya maju, ada divergensi besar antar bagian," kata Mann.

Bank Dunia mengatakan pendapatan China per orang masih setara negara berkembang, dan kurang dari seperempat dari rata-rata ekonomi maju. Rata-rata pendapatan tahunan China hampir USD10.000, menurut DBS, dibandingkan dengan sekitar USD62.000 di Amerika Serikat.

Pertumbuhan Melambat

Saat ini, China mengalami pergeseran ke era pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Selama bertahun-tahun telah mendorong untuk menghilangkan ketergantungan dari ekspor dan menuju pertumbuhan yang dipimpin konsumsi.

Tantangan baru telah muncul, termasuk permintaan global yang mengalami tekanan terhadap produk-produk China serta perang dagang yang berlarut-larut dengan AS. Tekanan pergeseran demografis dan populasi yang memasuki usia tua, diyakini akan menahan proyeksi ekonomi China.

Namun, meski laju pertumbuhan ekonomi China bila berada di antara 5% hingga 6%, negara tersebut akan tetap menjadi mesin yang paling kuat dalam pertumbuhan ekonomi dunia."Pada kecepatan itu China masih akan menguasai 35% dari pertumbuhan ekonomi global, yang merupakan kontributor tunggal terbesar dari setiap negara, tiga kali lebih penting untuk pertumbuhan global dari Amerika Serikat," kata Mann.

Batasan Ekonomi

China juga mengukir sejarah baru ke depannya dalam pembangunan ekonomi global. Negara ini memasuki bab berikutnya dalam pembangunan melalui gelombang pendanaan dalam proyek infrastruktur global besar-besaran, atau dikenal dengan belt dan Road Initiative.

Proyek yang disebut jalur sutra modern itu bertujuan untuk menghubungkan hampir setengah populasi dunia dan seperlima dari PDB global, menyiapkan perdagangan dan link investasi yang membentang di seluruh dunia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6532 seconds (0.1#10.140)