The Show Of Manuver Zonasi, Cara Pelajar Ekspresikan Kekecewaan
A
A
A
SURABAYA - Deretan karya seni rupa terbingkai rapi pada dinding Galery Prabangkara, Taman Budaya, Kota Surabaya. Berbagai ekspresi tergambar dalam karya seni tersebut.
Warna-warni gotik hingga montase kliping sebuah berita, cukup memacing setiap mata untuk membaca. Setiap bingkai, tercatat bahasa-bahasa kritis yang cukup menggelitik.
"Pola Zonasi PPDB bisa turunkan prestasi, Uang adalah tuhan kedua, Materialisme hingga R.I.P Dream 15-7 2019", mengiringi 70 bingkai karya seni. Sederet kursi sekolah bertahta pot dan bunga menjadi instalasi dalam ruang pajang.
Karya-karya tersebut merupakan ungkapan sekaligus sebuah bentuk kritik perlawanan pelajar dari tiga yayasan sekolah swasta kota pahlawan. Pelajar dari sekolah Dapena, Pringadi dan YBPK menuangkan kekesalan pada kebijakan sistem zonasi melalui ragam karya seni rupa bertajuk "The Show Of Manuver Zonasi".
Guru Seni Budaya Dapena, Arsya Deananda, mengatakan pemeran kolaborasi ini merupakan pergerakan untuk mengkritisi sistim zonasi yang diterapkan tanpa sosialisasi massif. Sistem itu mengakibatkan sekolah-sekolah terdampak pahitnya, khususnya sekolah swasta.
"Ini adalah pergerakan dari kami dalam bentuk karya seni," katanya kepada Sindonews.com di Galery Prabangkara, Taman Budaya, Kota Surabaya, Rabu (2/10/2019).
Melalui karya-karya lukis, kolase, patung hingga drawing ini, lanjut Arsya, siswa sekolah yang terdampak atas kebijakan zonasi ingin membuktikan kwalitas mereka pada masyarakat. "Akibat sistem itu, SMA Dapena sendiri mengalami penurunan hingga 50 persen," ucapnya.
Berangkat dari pameran para peserta didiknya, Guru nyentrik ini menaruh harapan pada pemerintah, sendainya masih menggunakan sistem zonasi supaya pemerintah melakukan sosialisasi lebih merata. "Kalau bisa kembali pada sistim awal biar kita enak jalannya," ujarnya.
Salah satu siswi SMA Dapena, Widya Putri mengungkapkan, sistem zonasi merenggut harapan siswa yang pintar-pintar. Lewat sebuah catatan "Dari hati untuk negeri", didalam karya Mix media miliknya, Widya menyampaikan penolakan terdadap sistem zonasi.
"Kan itu ditentuin dari jarak rumah, bukan karena nilai. Percuma dong aku belajar susah-susah sampai tengah malam tapi yang diterima yang rumahnya dekat-dekat sekolah favorit aja," tegasnya.
Menurutnya, jika ingin sekolah favorit siswa harus belajar sungguh-sungguh, bukan dengan sistem zonasi rumah. "Kalau begitu mendingan aku punya rumah portable yang bisa pindah-pindah," candanya.
Warna-warni gotik hingga montase kliping sebuah berita, cukup memacing setiap mata untuk membaca. Setiap bingkai, tercatat bahasa-bahasa kritis yang cukup menggelitik.
"Pola Zonasi PPDB bisa turunkan prestasi, Uang adalah tuhan kedua, Materialisme hingga R.I.P Dream 15-7 2019", mengiringi 70 bingkai karya seni. Sederet kursi sekolah bertahta pot dan bunga menjadi instalasi dalam ruang pajang.
Karya-karya tersebut merupakan ungkapan sekaligus sebuah bentuk kritik perlawanan pelajar dari tiga yayasan sekolah swasta kota pahlawan. Pelajar dari sekolah Dapena, Pringadi dan YBPK menuangkan kekesalan pada kebijakan sistem zonasi melalui ragam karya seni rupa bertajuk "The Show Of Manuver Zonasi".
Guru Seni Budaya Dapena, Arsya Deananda, mengatakan pemeran kolaborasi ini merupakan pergerakan untuk mengkritisi sistim zonasi yang diterapkan tanpa sosialisasi massif. Sistem itu mengakibatkan sekolah-sekolah terdampak pahitnya, khususnya sekolah swasta.
"Ini adalah pergerakan dari kami dalam bentuk karya seni," katanya kepada Sindonews.com di Galery Prabangkara, Taman Budaya, Kota Surabaya, Rabu (2/10/2019).
Melalui karya-karya lukis, kolase, patung hingga drawing ini, lanjut Arsya, siswa sekolah yang terdampak atas kebijakan zonasi ingin membuktikan kwalitas mereka pada masyarakat. "Akibat sistem itu, SMA Dapena sendiri mengalami penurunan hingga 50 persen," ucapnya.
Berangkat dari pameran para peserta didiknya, Guru nyentrik ini menaruh harapan pada pemerintah, sendainya masih menggunakan sistem zonasi supaya pemerintah melakukan sosialisasi lebih merata. "Kalau bisa kembali pada sistim awal biar kita enak jalannya," ujarnya.
Salah satu siswi SMA Dapena, Widya Putri mengungkapkan, sistem zonasi merenggut harapan siswa yang pintar-pintar. Lewat sebuah catatan "Dari hati untuk negeri", didalam karya Mix media miliknya, Widya menyampaikan penolakan terdadap sistem zonasi.
"Kan itu ditentuin dari jarak rumah, bukan karena nilai. Percuma dong aku belajar susah-susah sampai tengah malam tapi yang diterima yang rumahnya dekat-dekat sekolah favorit aja," tegasnya.
Menurutnya, jika ingin sekolah favorit siswa harus belajar sungguh-sungguh, bukan dengan sistem zonasi rumah. "Kalau begitu mendingan aku punya rumah portable yang bisa pindah-pindah," candanya.
(eyt)