Atasi Kekeringan, BPBD Jatim Droping 108 Juta Liter Air Bersih

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 18:54 WIB
Atasi Kekeringan, BPBD Jatim Droping 108 Juta Liter Air Bersih
BPBD Jatim droping 108 juta liter air bersih untuk 26 kabupaten di 177 kecamatan dan 622 desa di Jatim yang mengalami kekeringan. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
SURABAYA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim per 30 September 2019 telah melakukan droping air bersih.

Air sebanyak 108 juta liter dibagikan untuk 26 kabupaten di 177 kecamatan dan 622 desa di Jatim yang mengalami kekeringan.

Kepala Pelaksana BPBD Jatim Suban Wahyudiono memprediksi, hujan secara merata akan terjadi pada November 2019. Sehingga daerah yang awalnya mengalami kekeringan bisa mendapatkan air. Mengacu analisa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jatim, awal Oktober ada hujan, tapi hanya di Malang, Lumajang, Banyuwangi.

"November hujan akan merata di Jatim. Puncak musim hujan terjadi pada Januari 2020,” kata dia, Jumat (4/10/2019).

Menurut dia, indikator daerah yang mengalami kering kritis adalah persediaan air per orang per hari kurang dari 10 liter. Termasuk warga yang mengambil air dengan lokasi cukup jauh di atas 3 kilometer (km) dari rumah. Pihaknya telah koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota.

"Saat ini, sudah ada sekitar 17.988 rit dengan isi 6.000 liter per tangki telah didistribusikan ke warga yang kesulitan air bersih. Totalnya mencapai 108 juta liter air,” kata dia.

Kondisi daerah yang mengalami kering kritis, kata dia, karena faktor demografi. Mayoritas mereka tinggal di daerah dataran tinggi. Sehingga saat kemarau air sulit didapat. Proses distribusi air terus dilakukan hingga kebutuhan warga tercukupi dan hujan mulai datang. Sehingga, masyarakat yang kekurangan air bersih bisa mencukupi kebutuhan untuk keperluan sehari-hari. "Saat kemarau, selain ancaman kekeringan, juga rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan," jelas dia.

Bahkan, intensitas kasus kebakaran juga cukup tinggi. Dimana per satu pekan laporan yang masuk kebakaran di wilayah Jatim antara 20-23 kali.

Hal ini berdasarkan laporan dari pihak Perhutani. Banyak faktor yang memicu terjadinya bencana kebakaran hutan. Salah satunya faktor manusia yang merokok di kawasan hutan lalu puntung rokok dibuang, membuat api unggun, hingga berburu hewan yang terkadang memakai teknik membakar ilalang.

"Kami berharap masyarakat semakin meningkatkan kesadaran akan potensi bencana dan tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak lingkungan. Sehingga potensi bencana bisa diminimalisir," pungkas Suban.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7448 seconds (0.1#10.140)