DJSN Akui Ada Kegagalan dalam Sosialisasi dan Edukasi SJSN

Selasa, 15 Oktober 2019 - 12:20 WIB
DJSN Akui Ada Kegagalan dalam Sosialisasi dan Edukasi SJSN
Anggota DJSN Ahmad Ansyori, Ketua Forum Media DJSN Tety Polmasari, Anggota DJSN dr Zaenal Abidin, dan wartawan Cakrawala FM Ivan, usai diskusi Forum Media DJSN 2019, di Cikopo, Bogor, Senin (14/10/2019).
A A A
BOGOR - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengakui ada kegagalan dalam sosialisasi dan upaya mengedukasi masyarakat tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Pada prinsipnya pelaksanaan jaminan sosial sebenarnya ingin membangun jiwanya bangsa Indonesia dengan hadirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang selama ini tidak tersentuh dalam pembangunan negeri.

“Namun sayangnya kalau semangat membangun jiwa bangsa lewat jaminan sosial nasional ini tidak tersosialisasikan dengan baik maka ada pesan yang tidak tersampaikan. Akibatnya persepsi masyarakat soal jaminan sosial menjadi negatif dan cenderung dianggap beban,” kata Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur Ahli, dr Zaenal Abidin, saat berbicara di acara Diskusi Evaluasi Capaian dan Harapan Pelaksanaan Kerja Forum Media DJSN 2019, di Cikopo, Bogor, Senin (14/10/2019) malam.

Zaenal menyebut contoh soal biaya atau iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), masyarakat justru merasa takut dipenjarakan bila menunggak iuran. Padahal spirit sesungguhnya bukan demikian. Kedisiplinan peserta membayar iuran merupakan salah satu unsur dukungan atas keberlangsungan program JKN.

“Kalau yang ada di benak masyarakat justru beban dan takut maka itu artinya ada kegagalan dalam mendakwahkan atau mengiklankan program JKN. Termasuk juga kegagalan kami di DJSN,” kata Zaenal yang mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.

Menurut Zaenal, sosialisasi yang paling efektif adalah menceritakan dan menyampaikan hal yang positif kepada masyarakat tentang jaminan sosial dilakukan oleh orang yang pernah merasakan langsung manfaat jaminan sosial. “Para peserta yang pernah merasakan manfaat jaminan sosial lah yang paling efektif,” ujar dia.

Kegagalan dalam menyosialisasikan sistem jaminan sosial nasional juga diakui Anggota DJSN Ahmad Ansyori. Menurut dia, edukasi publik seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mencitrakan sistem jaminan sosial yang positif. “Upaya edukasi ini perlu dilakukan berkelanjutan,” ujar Ansyori.

Ternyata selama ini, kata Ansyori, telah terjadi misleading persepsi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang selalu diasosiasikan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. “Padahal JKN bukan cuma soal BPJS kesehatan,” kata Ansyori.

Contoh lain adalah soal kenaikan iuran JKN yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai sebuah beban yang memberatkan. Padahal kenaikan tarif iuran hanyalah salah satu jalan keluar mengatasi defisit program JKN.

“Usulan DJSN soal kenaikan iuran adalah Rp120.000 untuk kelas 1, Rp82.000 untuk kelas 2, dan Rp42.000 untuk kelas 3. Namun akhirnya pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan iuran menjadi Rp160.00 untuk kelas 1, Rp110.000 untuk kelas 2, dan Rp42.000 untuk kelas 3,” sebut Ansyori.

Dia menyayangkan pengumuman kenaikan tarif iuran JKN oleh pemerintah ini tidak diikuti dengan penjelasan yang tuntas tentang alasan dan dasar latar belakang mengapa tarif iuran perlu dinaikkan. Sehingga masyarakat yang tahu tarif sebelumnya hanya Rp80.000 untuk kelas 1, kemudian naik jadi Rp160.000, merasa terbebani karena kenaikan mencapai 2 kali lipat atau 100%.

Zaenal Abidin menambahkan, sebetulnya usulan kenaikan iuran versi DJSN ada filosofi dan dasar perhitungannya. “Di sinilah pentingnya menyosialisasikan filosofinya. Sebab kalau tidak ditangkap filosofinya maka akan dianggap jadi beban bagi masyarakat,” pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5024 seconds (0.1#10.140)