Kabut Asap Tebal Masih Terdeteksi di Wilayah Udara Sumatera

Kamis, 17 Oktober 2019 - 10:50 WIB
Kabut Asap Tebal Masih Terdeteksi di Wilayah Udara Sumatera
Kabut asap masih terdeteksi di wilayah Sumatera. Foto/BNPB
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, kabut asap akibat kebekaran hutan dan lahan (Karhutla) masih terdeteksi di wilayah udara Sumatera.

Hingga Kamis (17/10/2019) pagi, di Jambi, dan Sumatera Selatan, hal ini terlihat dari jarak pandang yang pendek dan kondisi cuaca yang berasap. Sedang di Kalimantan, karhutla relatif sudah berkurang dan tidak terdeteksi asap di seluruh Kalimantan.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo dalam siaran persnya menyebutkan, data jarak pandang dan cuaca di beberapa bandara di Sumatera, dan Kalimantan, yaitu di Sibolga 3.2 km (berasap), Pekanbaru 2.0 km (udara kabur), Kerinci 3.0 km (berawan), Jambi 0.4 km (berasap), dan Palembang 0.8 km (berasap).

"Sementara di Pontianak lebih dari 10 km (berawan), Sintang 5.0 km (udara kabur), Pangkalan Bun 6.0 km (berawan), Sampit 7 km (berawan), Palangkaraya lebih dari 10 km (berawan), dan Banjarmasin 5.0 km (udara kabur)," ujarnya.

Pantauan hotspot dari LAPAN yang dianalisis oleh BMKG pada pukul 07.00 WIB dengan tingkat kepercayaan 81-100% menunjukkan, Riau 16 titik, Jambi 134 titik, Sumatera Selatan 89 titik, Kalimantan Barat 1 titik, Kalimantan Tengah 21 titik, dan Kalimantan Selatan 8 titik.

Terlihat jumlah hotspot yang cukup banyak di Papua, yaitu 267 titik yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Merauke, yaitu 263 titik yang tersebar di 17 distrik antara lain Animha, Elikobel, Ilwayab, Jagebob, Kaptel, Kimaan, Kurik, Malind, Merauke, Muting, Naukenjerai, Ngguti, Okaba, Sota, Tabonjo, Tanahmiring, Tubang, dan Waan.

Karhutla di Merauke, pada Rabu (16/10/2019) terdeteksi sebanyak 23 titik api di 11 distrik di Kabupaten Merauke, Papua. Berdasarkan data laporan yang diterima BNPB dari Liaison Officer (LO) BNPB Satuan Danrem Merauke, rata-rata kebakaran lahan tersebut disebabkan oleh faktor kesengajaan manusia untuk tujuan tertentu.

Adapun rincian wilayah yang terdeteksi di antaranya adalah, tiga titik di Distrik Animha berupa lahan ladang karet dan akasia dan vegetasi rawa. Masyarakat sengaja membakar untuk membuka lahan akan tetapi upaya pembakaran tersebut dijaga oleh masyarakat supaya apinya tidak menjalar. Selain untuk membuka lahan, tujuan dari pembakaran lahan itu juga dilakukan masyarakan untuk mencari ikan gastor.

Kemudian dua titik api ditemukan di Distrik Ilwayab, masing-masing di Kampung Bibikem, dan Kampung Padua. Kebakaran lahan tersebut disebabkan oleh faktor kesengajaan manusia dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan rumput pascakebakaran sebagai makanan utama rusa dan kanguru sebagai hewan buruan masyarakat sekitar. Selain itu pembakaran juga dilakukan sebagai tradisi meminta hujan.

Selanjutnya tiga titik api terpantau berada di Distrik Kurik masing-masing tersebar di Kampung Harapan, Kampung Ivimahad dan Kampung Salor Indah. Titik api tersebut terdeteksi dari jerami yang sengaja dibakar masyarakat dengan tujuan untuk membuka kembali lahan pertanian pascapanen.

Sama halnya dengan Distrik Kurik, titik api yang terdeteksi di dua lokasi di Distrik Malind masing-masing Kampung Kumbe dan Kampung Rawasari juga terdeteksi dari jerami yang sengaja dibakar masyarakat dengan tujuan untuk membuka kembali lahan pertanian pascapanen.

"Kemudian dua titik api terdeteksi di Distrik Merauke, dan empat di Distrik Naukenjerai dari kebakaran ilalang dan jerami yang sengaja dibakar oleh orang tak dikenal dengan tujuan untuk membersihkan lahan pada musim kemarau dan mencari tikus," tuturnya.

Selanjutnya 1 titik api terdeteksi di Kampung Okaba, Distrik Okaba berupa rawa kering yang sengaja dibakar untuk mencari ikan.

Titik api selanjutnya terdeteksi di jalan Trans Papua di Distrik Sota dari kebakaran yang berupa ilalang dan semak di kanan-kiri jalan oleh oknum tak dikenal. Adapun tujuannya ialah untuk berburu dan tradisi adat.

Kemudian 2 titik api terdeteksi di Kampung Suwam Distrik Tabonji berupa lahan dan ilalang yang sengaja dibakar untuk merangsang pertumbuhan rumput sebagai makanan utama rusa dan kanguru, hewan buruan masyarakat. Hal serupa juga terjadi di Distrik Tanah Miring dan Distrik Kimaam, yang mana masyarakat masih memegang teguh tradisi berburu dengan cara tersebut selama bertahun-tahun.

Dalam mengatasi hal tersebut , sejauh ini pihak-pihak berwenang telah melakukan langkah upaya pemadaman bersama masyarakat menggunakan alat manual. Selain itu sosialisasi tentang bahaya kebakaran hutan dan larangan membuka lahan dengan cara membakar hutan juga telah dilakukan bersama unsur TNI dan Polri, dan Pemerintah Daerah setempat. Kendati demikian masyarakat tetap melakukan pembakaran karena kepercayan mereka hingga saat ini.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9060 seconds (0.1#10.140)