Tata Kelola Keuangan Pemerintah Daerah di Jatim Memburuk

Rabu, 23 Oktober 2019 - 10:20 WIB
Tata Kelola Keuangan Pemerintah Daerah di Jatim Memburuk
DPD RI menyoroti tata kelola keuangan pemerintah daerah di Jatim. Foto/inews TV/Pramono Putra
A A A
SIDOARJO - Tata kelola keuangan pemerintah daerah di Jatim mendapat sorotan dari DPD RI. Jumlah daerah yang mendapat penilaian wajar dengan pengecualian meningkat.

Hal itu dinilai sebagai kejadian luar biasa di tengah upaya pemerintah pusat memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Selain itu, penurunan penilaian laporan kinerja keuangan menjadi ironi di tengah gencarnya upaya pemberantasan korupsi.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jatim menyebutkan, ada tiga kabupaten dan kota dari 38 daerah di Jatim yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (WTP), yakni Kabupaten Jember, Kabupaten Tulungagung, dan Kota Pasuruan. Jumlah tersebut naik dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya dua daerah, yakni Kabupaten Sampang dan Kabupaten Lumajang.

Hal itu mengemuka dalam acara Kunjungan Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Rangka Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Semester I BPK Tahun 2019, di Sidoarjo, Selasa (22/10/2019). Kegiatan ini dihadiri 12 anggota DPD dan pejabat BPK Perwakilan Jatim.

"Sebelumnya, dari total 39 entitas (38 kabupaten/kota dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur) yang diperiksa, sebanyak 37 mendapat penilaian WTP, sedangkan dua entitas WDP (wajar dengan pengecualian). Sekarang hanya 36 yang mendapat WTP, sedangkan WDP ada tiga," ujar Kepala BPK Perwakilan Jatim Harry Purwaka.

Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Lumajang, telah memperbaiki tata kelola keuangan daerahnya sehingga penilaian mereka naik menjadi WTP. Adapun Kabupaten Jember, dan Tulungagung, serta Kota Pasuruan, justru terdegradasi dari sebelumnya mendapat opini WTP menjadi WDP.

Sebaliknya, tiga kabupaten justru mengalami penurunan akuntabilitas tata kelola keuangan daerah. Di Jember, permasalahannya antara lain terkait penyusutan aset yang dinilai tidak wajar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Sementara di Tulungagung, permasalahannya antara lain terkait kelebihan pembayaran realisasi belanja modal pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan sebesar Rp 6,5 miliar. Kelebihan itu tak kunjung dikembalikan. Contohnya, menginstruksikan pejabat daerah menyelesaikan kerugian negara akibat kelebihan pembayaran.

Adapun permasalahan keuangan di Kota Pasuruan antara lain terkait dengan aset pemerintah daerah berupa gedung yang sudah selesai pekerjaan pembangunannya, bahkan sudah dimanfaatkan, tetapi tercatat sebagai aset yang masih dalam pengerjaan.

Terhadap temuan-temuan permasalahan tersebut, BPK sudah memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti. Juga dilakukan pendampingan dan pelatihan agar laporan keuangannya sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, memiliki kecukupan informasi laporan, efektivitas sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap perundangan.

"Contohnya, menginstruksikan pejabat daerah menyelesaikan kerugian negara akibat kelebihan pembayaran," kata Harry.

Sementara itu Ketua Komite IV DPD Elviana mengatakan, Jatim merupakan barometer kinerja pemerintah daerah. Selain memiliki jumlah kabupaten dan kota terbanyak di Indonesia, sumber daya manusianya juga jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan daerah lain di luar Jawa. Oleh karena itu, jadi penting untuk mengungkap penyebab turunnya kinerja tata kelola keuangan yang menjadi kejadian luar biasa tersebut.

"Dengan menemukan penyebabnya, DPD bisa berperan dalam merekomendasikan perbaikan tata kelola keuangan daerah pada masa mendatang," ucap Elviana.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.9129 seconds (0.1#10.140)