Waspada Puting Beliung pada Masa Pancaroba

Rabu, 30 Oktober 2019 - 10:03 WIB
Waspada Puting Beliung pada Masa Pancaroba
BNPB imbau waspadai puting beliung pada masa pancaroba. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat mewaspadai potensi bencana hidrologi, puting beliung selama pergantian musim dari kemarau ke penghujan atau pancaroba.

Berdasar data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Oktober 2019 ini, 20% wilayah sudah memasuki musim penghujan, 47% wilayah pada November 2019 mulai musim penghujan, dan 23% wilayah akan memasuki musim penghujan pada Desember 2019.

Beberapa wilayah dengan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dapat terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, serta sebagian Sumatera Barat dan sebagian wilayah Papua. Sebagian wilayah bahkan sudah mengalami musim penghujan, bahkan terjadi bencana banjir dan tanah longsor seperti di Aceh, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat.

Untuk wilayah sebagian Sumatera lainnya, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku terpantau curah hujan dengan kategori rendah hingga menengah selama November nanti.

Selain puting beliung, bencana hidrometeorologi yang berdampak mematikan lainnya yang juga harus diwaspadai adalah banjir dan tanah longsor. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo mengungkapkan, wilayah paling terancam angin puting beliung adalah Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Pusat Pengendali Operasi BNPB mencatat beberapa kejadian tersebut di Jawa Barat, Aceh, dan Kalimantan. Perubahan musim dapat ditandai dengan fenomena angin puting beliung yang bersifat merusak," kata Agus di Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin juga meminta masyarakat mewaspadai fenomena angin puting beliung pada masa pancaroba. Menurutnya, puting beliung akan memiliki sifat merusak jika terjadi bersamaan dengan hujan lebat disertai kilat dan angin kencang.

Menurut dia, ada beberapa indikasi yang bisa diwaspadai menimbulkan cuaca ekstrem atau hingga berpotensi menimbulkan fenomena angin puting beliung. Indikasi dimaksud adalah ketika di malam hari sebelumnya udara terasa panas, bahkan hingga pagi suhu udara tetap panas.

Kemudian, antara pukul tujuh pagi hingga sepuluh pagi udara mengalami kelembaban yang cukup tinggi. Ciri-cirinya muncul awan Cumulus atau yang berlapis-lapis, kemudian berubah menjadi abu-abu atau kehitaman ini yang dinamakan awan Cumulonimbus atau awan Cb.

Selanjutnya muncul angin kencang hingga suhu udara mendadak dingin. “Ini patut untuk diwaspadai meskipun tidak semua Cb menimbulkan puting beliung karena sangat sulit untuk diprediksi karena sifat kelokalannya,” jelas dia.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, dia meminta masyarakat untuk memangkas pohon yang sudah tua dan mudah roboh. Hal ini perlu dilakukan karena potensi angin saat musim hujan akan merobohkan pohon tua yang sudah rapuh.

"Pohon tua yang sudah rapuh perlu dipangkas untuk menghindari pohon roboh atau tumbang yang bisa memakan korban. Kemudian, masyarakat diimbau untuk tidak menggunakan atap yang mudah terbang jika terkena angin," kata dia.

Sebagai informasi, selama Oktober ini BNPB mencatat terjadi 57 kali puting beliung menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka, 462 mengungsi, 7.425 unit rumah rusak. Dari jumlah rumah rusak tersebut, 200 rusak berat, 898 rusak sedang, dan 6.327 rusak ringan. Sedangkan kerusakan pada fasilitas umum sebanyak 37 fasilitas rusak yang mencakup 15 fasilitas pendidikan, 20 peribadatan, dan 2 kesehatan.

Ada pun puting beliung tercatat terjadi di Jawa Tengah 21; Jawa Barat 14; Aceh, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan masing-masing 4; Sumatera Utara 3; Sumatera Barat 2 kali; serta Banten, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Riau masing-masing 1 kali.

Sementara tanah longsor terjadi 8 kali dan mengakibatkan 2 orang meninggal dunia, 73 mengungsi, serta kerusakan pada 21 unit rumah, 3 fasilitas yang terdiri atas fasilitas pendidikan dan peribadatan. Tanah longsor terjadi di Jawa Barat 6 kali, Jawa Timur 1, dan Sumatera Utara 1 kali.

Untuk banjir, BNPB mencatat terjadi 7 kali banjir yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 285 mengungsi, dan 237 unit rumah terendam. Banjir terjadi di Aceh 5 kali, Sumatera Barat 1, dan Sumatera Utara 1.

Antisipasi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat dan Jawa Barat sudah mengantisipasi ancaman bencana hidrologi. BPBD Jabar misalnya sudah menyiapsiagakan segala sumber daya baik peralatan maupun personel.

Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Jabar Adwin Singarimbun mengaku sudah mengintensifkan koordinasi dengan BPBD kota dan kabupaten untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Menurut dia, kesiapsiagaan dan kewaspadaan harus dilakukan BPBD kota/kabupaten karena mereka yang terdekat dengan wilayah rawan bencana.

BPBD daerah juga didorong melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk relawan dalam mengantisipasi bencana alam."Kami juga mengimbau masyarakat untuk turut serta mengantisipasi bencana. Misalnya, jika ada saluran air yang tersumbat, mari gotong-royong membersihkannya agar aliran air lancar sehingga tak menimbulkan bencana banjir. Bencana alam ini kan masalah yang harus dihadapi bersama-sama, tidak bisa parsial," ucap Adwin.

Antisipasi juga sudah dilakukan Polda Jabar. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Polda Jabar memiliki satuan dari Sabhara dan Brimob yang nanti bergabung BPBD kabupaten/kota untuk mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam yang mungkin terjadi pada musim hujan. "Kami menyiapkan satuan tugas (satgas) kebencanaan yang akan bergabung dengan BPBD," kata Truno.

Truno mengatakan, selain personel Sabhara dan Brimob yang memiliki kompetensi dalam penanggulangan bencana, Polda Jabar juga menyiapkan sarana prasarana atau peralatan seperti perahu karet, gergaji mesin pemotong kayu, dan perlengkapan taktis, serta teknis lainnya. "Untuk jumlah personel, tergantung situasi dan kondisi, jadi menyesuaikan," ujar dia.

Dari Jawa Tengah, BPBD Kabupaten Semarang mengaku memetakan beberapa daerah rawan bencana alam. Langkah ini dilakukan untuk memudahkan koordinasi dan langkah penanganan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Dari hasil inventarisasi, setidaknya ada 14 wilayah kecamatan yang dinyatakan rawan bencana banjir dan tanah longsor pada musim penghujan nanti.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Semarang Heru Subroto mengatakan, potensi bencana alam di Kabupaten Semarang adalah tanah longsor, banjir, serta angin puting kencang. Guna mengantisipasi timbulnya korban jiwa saat terjadi bencana, BPBD telah melakukan langkah penanganan dini di antaranya melakukan rapat koordinasi teknis penanggulangan bencana.

"Kami telah melakukan koordinasi dengan sejumlah OPD (organisasi perangkat daerah) dan pihak lain. Kami juga akan melayangkan surat imbauan peningkatan kewaspadaan terhadap bencana alam kepada camat, kepala desa, dan lurah," kata dia.(Binti Mufarida/Agus Warsudi/Angga Rosa)
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6906 seconds (0.1#10.140)