Delapan Poin Imbauan MUI Jatim Terkait Salam Pejabat

Senin, 11 November 2019 - 11:45 WIB
Delapan  Poin Imbauan MUI Jatim Terkait Salam Pejabat
Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori.Foto/inews
A A A
SURABAYA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim mengimbau umat Islam para pejabat menghindari pengucapan salam dari agama lain, saat membuka acara resmi. Berikut delapan poin imbauan MUI Jatim terkait pengucapan salam semua agama, dalam keterangan resminya:

1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah akidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perbedaan antara agama satu dengan agama yang lain.

2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.

3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing pihak yang berbeda.

4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama dalam konsep “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri”. (QS. al-Kafirun [109]: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8), dan prinsip berlaku adil kepada siapapun (QS. al-Ma’idah [8]: 8).

5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan do’a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, “Assalaamu’alaikum” yang artinya “semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, “Namo buddaya”, artinya terpujilah Sang Budha satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu”.

Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. “Om”, seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “Semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan”.

6. Bahwa doa’ adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam do’a adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do’a.

7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.

8. Dewan Pimpinan MUI Jatim menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3196 seconds (0.1#10.140)