Memetik Madu Kehidupan di Tepian Sungai Jambangan

Senin, 11 November 2019 - 18:41 WIB
Memetik Madu Kehidupan di Tepian Sungai Jambangan
Warga di tepi Jambangan kini banyak mendulang rupiah setelah menjalankan Gerakan Balik Kanan (Geblak). Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
Sejarah Surabaya terbentuk dalam pergolakan Sungai Kalimas yang mengalir anggun di lintas zaman. Aliran airnya yang tenang menawarkan banyak kehidupan.

Membungkus asa peraduan dan memetik rezeki di tiap pintu rumah yang selalu menawarkan senyuman. Keseimbangan kehidupan itu pun tercipta ketika alam dan manusia saling memahami peran. Sungai yang menjadi saksi kehebatan pasukan Raden Wijaya ketika memukul mundur Jenghis Khan bersama pasukan Tartar ini sudah lama menjadi bagian belakang rumah.

Gerakan kecil yang dilakukan warga dengan kembali menghadap sungai ternyata mampu menciptakan peluang baru dalam kehidupan. Mereka berupaya untuk kembali memetik madu kehidupan yang sudah lama hilang. Kehidupan di bantaran sungai lebih sehat, mandiri dan terus mengais rezeki yang tak memiliki tepi.

Kicau Burung Kutilang masih bersahutan ketika Rosmiyati (40), selesai menyiram Bunga Anggrek yang ada di depan rumahnya. Empat Anggrek tumbuh menjulang di pot putih dari kaleng bekas dan menempel lekat di dinding rumahnya yang dicat warna-warni.

Ros, panggilan akrabnya, melemparkan senyum ketika melihat Sutikno (48), tetangganya yang baru saja selesai memasukan ratusan ikan lele yang baru dipanen. Lele itu dipindahkan dari kolam buatannya yang dibangun di tepi Kalimas. Pada sebuah pagi yang gahar dengan angin berhembus kencang, di ujung musim kemarau dan suhu Surabaya yang begitu terik.

"Kok cepat sekali dipanen, perasaan baru bulan kemarin. Berapa harga sekilonya sekarang?" tanya Ros, Senin (11/11/2019).

"Mumpung harganya masih mahal, sekilo di pasar Rp21 ribu. Ini saja sudah besar kok lelenya, sekilo bisa isi 4-5 ekor saja," jawabnya ringan.

Surabaya pagi itu begitu hangat. Tikno beberapa kali mengusap keringat di dahi setelah selesai menutup tempat penyimpanan lele. Tangannya masih gesit, bergegas untuk memasukan lele yang masih hidup itu dalam sebuah ember plastik yang diberi sekat udara. Di dalamnya juga diberi sedikit air untuk bisa menjaga lele tetap hidup ketika sampai di pasar.

Ros mendapatkan bagian, enam ekor lele berukuran besar diberikan sebagai bentuk rasa syukur Tikno yang bisa panen lele dari kolam sederhana yang dibuat dari terpal berukuran 4x2 meter berwarna orange. Terpal itu berada tepat di tepi sungai dengan enam batang kayu yang dijadikan penyangga.

"Cepet beli terasi untuk sambalnya. Sekalian kalau ambil kangkung dan kemangi untuk lalapan saya juga dibagi," kata Tikno yang tetap memancarkan kedua matanya pada kolam yang kini tinggal dibersihkan dari sisa endapan lumpur di bagian dalam.

Sejak kena PHK dari pabrik sepatu yang ada di Waru Gunung 10 tahun silam, ekonomi keluarga Tikno memang terjun bebas. Tak jarang dirinya selalu terhimpit untuk biaya makan dan kebutuhan lainnya. Dua anaknya masih sekolah di bangku SMA.

Namun, harapan hidup itu pun kembali berkembang. Dari lingkungannya yang dulu kumuh kini menjadi ruang cerah buat membuka mata pencahariannya. Roda kehidupan membawanya kembali berani untuk menatap keinginan dan membungkus berbagai harapan.

Saat matahari sudah sepenggalah, Camat Jambangan Annita Hapsari Oktorina datang dengan setelan batik berwarna biru dengan motif bunga pink menyempurnakan siang yang cukup terik di tepi Kalimas sisi Jambangan.

Isna dan Wulandari baru selesai mengepak beberapa kangkung yang sudah dipetik dari pinggir Kalimas sejak pagi. Senyumnya ikut berdecak. Matanya berbinar ketika mengajak bicara mereka berdua. "Jadi berapa duit nanti ini (kangkung, red)," kata Annita.

"Sekitar Rp25.000, tapi cukuplah buat kami. Ini semua saja sudah cukup untuk beli lauk dan beras di rumah," sahutnya.

Bagi kaum Hawa, mendapatkan penghasilan harian untuk menambah asap dapur terus mengepul sudah menjadi berkah tak berbatas. Mereka pun bisa mendulang rezeki itu dari sekitar rumahnya sendiri. Perasan keringat menambah isi dompetnya semakin tebal.

Bagi Isna dan Wulandari tidak pernah membayangkan bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari depan rumahnya. Dari sungai yang sejak dulu dianggapnya menjadi tempat aliran air dan tumpukan sampah yang mengambang. Apalagi mereka sudah puluhan tahun hidup dalam lingkungan kumuh yang ada di bantaran Kalimas.

Dulu, tumpukan sampah dan bau tak sedap sudah menjadi kebiasaan harian yang harus diterimanya. Perubahan kecil yang kini dilakukan oleh para warga di Jambangan telah mengubah segalanya. Sampah-sampah yang ada di sungai bisa menjadi ladang emas bagi mereka.

Setelah cukup menyapa, Annita bergegas menuju rumah berwarna hijau muda yang ada di pojok Gang. Pada meja kecil dari kayu jati yang sudah kusam, dua teko berukuran besar sudah menyambut. Ada enam gelas yang ada di sekelilingnya, menanti si empu menuangnya. Aroma legit beras kencur dan sinom saling beradu rasa di udara.

Annita langsung menuang beras kencur sampai isi gelas penuh. Kehadiran beras kencur menjadi obat penawar di siang yang terik dalam dahaga. Melewati tenggorokannya yang kering dan meninggalkan rasa kencur yang membuatnya kembali bangkit.

Beras kencur dan sinom yang dihidangkan merupakan buatan ibu-ibu di Jambangan. Mereka mengembangkan kluster ekonomi untuk menghasilkan minuman minuman segar khas Surabaya. Dari tangan lembut mereka, minuman herbal itu sudah disajikan di berbagai minimarket, resto, maupun etalase penjualan di Balai Kota dan kantor pemerintahan.

Rumah-rumah di sepanjang bantaran Kalimas itu kini menjadi pendulang pundi rupiah. Halaman rumah yang sempit juga tak luput dari pengembangan ekonomi. Mereka menanam Pohon Gedi di dalam pot kecil yang disandarkan di tiap pagar rumah. Daun Gedi ini bisa diolah menjadi salah satu bahan utama aneka gorengan yang renyah.

"Gorengan dan kue-kue yang dibuat oleh para ibu-ibu di kampung sini banyak dipesan ketika ada acara-acara seperti khitanan, pernikahan maupun rapat-rapat kecil di RT RW," kata Hindun Masrufah, salah satu warga Jambangan.

Memetik Madu Kehidupan di Tepian Sungai Jambangan


Sejak di Hulu, Sampah Dikelola Terpadu

Masalah sampah di sungai selalu menjadi persoalan yang belum terselesaikan di kota kota besar di Indonesia. Ketika rumah-rumah yang ada di kawasan Jambangan menjadikan sungai sebagai halaman depan rumahnya, maka sedikit persoalan sampah itu mulai bisa ditekan.

Di bantaran Kalimas yang ada di Jambangan, sudah tak ada lagi sampah-sampah yang mengambang di permukaan sungai. Mereka pun melakukan pengelolaan sampah secara terpadu. Penanganan itu dilakukan sejak di sektor hulu. Tiap rumah warga memiliki kewajiban untuk menyetorkan sampah-sampahnya ke Bank Sampah yang ada di ujung gang.

Sri Suwari (48), sudah menyelesaikan ikatan yang kelima ketika senja berwarna merah terlihat di permukaan Kalimas. Pada sore yang teduh, ia juga sudah menyelesaikan potongan sampah plastik yang dirajam menjadi ukuran kecil-kecil. Sebuah ruangan berukuran 3 x 5 meter menjadi tempat kerjanya yang paling disukai sambil menantikan senja yang dimakan malam di sebuah gang sempit.

Dua kader lingkungan membantunya untuk menyusun rapi sampah-sampah yang sudah dipilah. Sampah organik dan anorganik dipisah dan ditempatkan di ruang yang berbeda. Sementara sampah-sampah plastik sudah dicacah menjadi ukuran kecil berbentuk persegi. Sebuah timbangan berwarna hitam yang memiliki ukuran besar berada tepat di depan ruangan.

"Warga sekarang senang, mereka membawa sendiri sampah-sampahnya dan kemudian kami menghargai sampah itu, mereka pulang ke rumah bisa membawa uang," kata Sri yang juga menjadi Ketua Bank Sampah RT 5 RW 3 Kelurahan Jambangan.

Dulu, banyak warga yang masih acuh terhadap penanganan sampah di tiap rumahnya. Mereka memilih untuk membuang sampah-sampah domestik itu ke aliran sungai. Cara yang dianggap mudah dan praktis dengan menjadikan Kalimas sebagai kubangan sampah raksasa. Dan berpikir sampah itu akan pergi jauh dibawa aliran air entah kemana.

"Makanya jangan heran kalau dulu semua jenis sampah domestik selalu ada di sungai. Ada plastik, popok bayi, sampai bantal dan kasur pun dibuang di sungai," tegasnya.

Ia pun memahami kalau gerakan untuk menata lingkungan dan meningkatkan ekonomi warga harus dimulai dari aksi kecil di tiap rumah. Gerakan bersama ini yang mampu menciptakan perubahan besar. “Kalau lingkungannya sehat, maka mencari rezekinya juga lancar,” ucapnya.

Sampah-sampah domestik pun kini tak lagi menumpuk di tempat sampah depan rumah warga. Bantaran sungai juga tak lagi menjadi kubangan sampah raksasa yang selalu menimbulkan bau. Para warga juga dilatih untuk memilah berbagai jenis sampah. Sehingga mereka bisa memiliki edukasi dan kebiasaan untuk mengumpulkan sampah plastik dan jenis sampah yang tak bisa terurai lainnya.

Memetik Madu Kehidupan di Tepian Sungai Jambangan


Menebar Kail, Bukan Membagi Daging

Saat senja berjalan pergi, langit terlihat kemerahan dan warna emas yang memantul ke permukaan sungai. Cahaya senja itu seperti meninggalkan harapan dengan rona merahnya yang mempersona.

Dua sepeda motor masih menyeberang saat senja yang merah merayap di permukaan sungai. Dalam beberapa kedipan, gelap malam menghampiri di Jambangan, permukaan langit penuh dengan bintang. Bulan sabit yang elok menyempurnakan sinar bintang yang mampu memendarkan cahaya di permukaan sungai yang tenang.

Di lorong perkampungan yang sepi, malam terlihat begitu bersahaja. Suara petikan gitar mengalun pelan dari bawah pohon mangga yang sudah berbuah. Dua orang lelaki duduk menghadap sungai, gelas kaca berukuran besar berisi teh hangat menemani malam yang begitu sejuk dengan sepoi angin berhembus kencang.

Malam yang senyap tak membuat teras-teras rumah warga di Kampung Pusat Ekonomi Jambangan Hebat (Pejabat) sepi. Tiga lampu neon masih menyala, kumpulan tawa dan peluh terdengar nyaring di ujung kampung yang memiliki tanaman hijau di depan pagarnya.

Sutriani, Pembuat Jamu Ces Plong baru selesai memasukan botol pokak ke kardus berukuran besar. Ada empat kardus yang siap untuk dikirim ke Malang dan Pasuruan. Disampingnya, tumpukan jahe serut sudah menunggu untuk pengiriman.

Keringat masih menetes di keningnya, dengan sedikit tawa ia segera menyelesaikan paket pengiriman untuk hari ini. "Ekonomi kami banyak terbantu dengan usaha rumahan seperti ini," katanya.

Inisiator Kampung Pejabat, Risnani Pudji Rahayu menuturkan, perubahan para ibu di Jambangan berjalan begitu cepat. Mereka tak hanya memiliki tambahan aktifitas ekonomi, tapi juga menjadi pendulang rupiah yang tangguh. Mereka pun menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya saat ini.

Semua tahapan proses yang telah dikembangkan mampu memberdayakan usaha ekonomi ibu-ibu rumah tangga. Waktu itu, semua usaha ini berawal dari daur ulang sampah dan penataan lingkungan. Kondisi kampung yang nyaman, berimbas pada banyaknya kunjungan dari luar kota bahkan luar negeri ke kampung Jambangan.

Riris panggilan akrabnya menambahkan, banyaknya kunjungan dari pihak luar itu menjadi peluang. Para tamu itu pun datang secara kelompok. Mereka mulai mengembangkan kuliner sampai kerajinan yang semuanya diproduksi dari tangan kreatif ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kampung Pejabat.

"Tamu yang datang kita layani sesuai tujuannya dan kita siapkan juga souvenir, namun mereka juga mencari oleh-oleh buah tangan maka menyediakan dengan membeli, semua diproduksi oleh ibu-ibu dengan mengedepankan barang-barang yang berkualitas sehingga tidak mengecewakan para tamu yang telah berkunjung," kata Riris.

Camat Jambangan Annita Hapsari Oktorina menyadari kalau masyarakat butuh kail yang banyak untuk bisa terus memancing rezeki tiap hari. Kalau hanya diberikan daging, maka daging itu akan habis dalam jangka waktu yang pendek.

Pembentukan Kampung Pejabat yang dilakukan bersama Pertamina di Jambangan ini menjadi titik balik perekonomian warga yang lebih mandiri dan berdaya lanjut. Masyarakat juga lebih nyaman tinggal di bantaran sungai. “Perekonomian masyarakat juga sedikit demi sedikit meningkat karena munculnya ide-ide baru yang dikembangkan oleh warga bersama Pertamina di Kampugn Pejabat," ucapnya.

Efek domino lainnya, lingkungan di Kampung Pejabat juga Instagramable. Sehingga banyak orang dari luar Surabaya yang sengaja datang untuk selfi. Gayung pun bersambut, kedatangan banyak orang didukung dengan kreatifitas warga yang bisa memproduksi olahan makanan sampai oleh-oleh khas Surabaya lainnya seperti batik, topi maupun kaos.

"Mereka juga bisa menghasilkan produk sehingga menambah penghasilan keluarga. Warga bisa mandiri di tiap rumah-rumah," sambungnya.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menuturkan, pergerakan ekonomi warga kini banyak dimotori para perempuan di kampung-kampung. Mereka menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Para perempuan di Kampung Pejabat juga menjadi Pahlawan Ekonomi yang dalam beberapa tahun terakhir menggeliat di Kota Pahlawan.

Dengan cara memberi kail, mereka mampu menciptakan banyak hasil dalam mendulang pundi-pundi rupiah. Sejak awal, mereka juga diajarkan bagaimana mengemas dan memasarkan dengan era saat ini, era industri 4.0. Dari program tersebut, akhirnya angka kemiskinan di Kota Surabaya semakin menurun.

"Tahun 2010, angka kemiskinan di Kota Surabaya mencapai 35 persen. Saat ini hanya 5 persen, salah satunya berkat adanya para pahlawan ekonomi. Pesertanya pun sekarang sudah ribuan," kata Risma.

Memetik Madu Kehidupan di Tepian Sungai Jambangan


Unit Manager Communication & CSR Pertamina Marketing Operation Region V Jatim Bali Nusa Tenggara Rustam Aji menuturkan, kesadaran masyarakat untuk menata lingkungan bisa dilakukan dengan bersama-sama. Bonusnya pun mereka bisa memperoleh pendapatan dari kerja keras lewat usaha kecil mereka.

Program Gerakan Balik Kanan (Geblak) yang dijalankan Pemerintah Kecamatan Jambangan menjadi trigger untuk menata kesadaran serta perekonomian warga. Pihaknya mulai menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk menata kawasan bantaran sungai dan bersama-sama merapikannya.

"Hasilnya, kondisi lingkungan lebih sejuk, asri, indah dan layak untuk menjadi sebuah latar atau halaman depan sebuah rumah," katanya.

Pertamina juga berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan dengan pengembangan industri kecil dari rumah-rumah warga.

Kampung Pejabat yang mencakup di empat kelurahan yang ada di Kecamatan Jambangan menjadi kawah berwirausaha dengan konsep tertata mulai dari produksi sampai pemasarannya.

Gayung pun bersambut, warga yang tinggal di bantaran sungai mau untuk memulai perubahan itu. Pertamina tidak hanya memberdayakan mereka, tapi juga menjadikan lingkungan di sekitar bantaran menjadi lebih hijau, rapi, dan enak dipandang. Kehidupan sehat pun tercipta di kawasan yang dulunya kumuh.

Rustam juga menjelaskan, pihaknya melihat potensi perempuan cukup tinggi. Makanya Pertamina merangkul para ibu rumah tangga di wilayah tersebut untuk berkarya menjadi pelaku UMKM.

Sejak awal pihaknya memulai dengan pelatihan kepada peserta UMKM ini untuk membuat menu baru yang lebih sehat, pemasaran, kewirausahaan, dan manajemen dasar sehingga terbantu dalam praktik pemasukan dan pengeluaran suatu usaha

"Ada juga edukasi tentang program kemitraan yang bisa dimanfaatkan warga setelah minimal enam bulan menjalankan UMKM. Intinya, program CSR Pertamina bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat," ucapnya.

Bahkan, pencacah sampah, dan taman edukasi pengelolaan sampah bisa dimanfaatkan dengan baik. Kolaborasi antar sektor ini terbukti ampuh untuk melawan kemiskinan dan menjaga kondisi alam.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1485 seconds (0.1#10.140)