Rumah Bos Pasar Turi Terancam Dieksekusi PN Surabaya

Kamis, 14 November 2019 - 05:30 WIB
Rumah Bos Pasar Turi Terancam Dieksekusi PN Surabaya
NS Sujatmiko saat menjadi saksi sidang kasus dugaan pemalsuan akta otentik yang menjerat Henry J Gunawan bersama istri, Iuneke Anggraini di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Masalah hukum pidana yang dihadapi bos Pasar Turi Henry J Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini, yang saat ini sedang diproses di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya belum tuntas.

Bahkan, kini kembali muncul pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan direktur PT Gala Bumi Perkasa tersebut.

Dia adalah NS Sujatmiko, ahli waris almarhum Aji Samudra Sujatmiko. Seusai memberi keterangan sebagai saksi dalam perkara pidana terdakwa Henry dan Iunike, pria yang kerap dipanggil Sujatmiko ini menceritakan kronologis asal muasal utang sebesar Rp950 juta berupa tiga Bilyet Giro (BG), yang dimiliki Henry kepada dirinya yang hingga kini belum terbayar.

“Ayah saya meninggal sejak 2001 dan ibu saya (Djuliana Hawwani Gunawan) meninggal pada 2010. Orang tua kami meninggalkan harta, salah satunya iutang sebesar Rp950 juta pada Henry. Meski proses hukum sudah mencapai inkracht, namun hingga saat ini hutang tersebut belum dibayar oleh Henry. Kami ingin mencari keadilan,” kata Sujatmiko, Rabu (13/11/2019).

Awalnya, Sujatmiko konsultasi ke kantor TAN Lawfirm terkait solusi utang tersebut. Pengacara yang bertugas di TAN Lawfirm menyarankan untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, dengan mendatangi Henry J Gunawan dan membicarakan pelunasan utang ini.

Namun, Sujatmiko mengaku justru dimarah-marahi oleh Henry. “Intinya Henry tidak mau membayar utang tersebut. Akhirnya saya memilihi jalur hukum guna menyelesaikan masalah tersebut,” kata dia.

Didampingi pengacara TAN Lawfirm, akhirnya Sujatmiko mengajukan gugatan bernomor 906/Pdt. G/2013/PN.Sby dan menang. Kemenangan ini diperkuat lagi dengan putusan tingkat banding bernomor 248/Pdt/2015/PT Sby hingga dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht).

Dengan terbitnya putusan itu, Sujatmiko berharap masalahnya segera selesai. Dia lalu mengajukan permohonan eksekusi terhadap aset milik Henry berupa rumah yang berada di Perumahan Graha Family Blok W Nomor 71-73 Surabaya.

Mengetahui Sujatmiko mengajukan sita eksekusi, Henry mengajukan gugatan bernomor 984/Pdt.G/2016/PN SBY.

Akibat gugatan tersebut, eksekusi pun tertunda. Namun, Henry kembali dinyatakan kalah oleh majelis hakim. Setelah putusan gugatan itu dinyatakan inkracht, upaya melanjutkan eksekusi perkara sebelumnya akhirnya kembali diajukan Sujatmiko. Henry, melalui istrinya Iuneke, kembali mengajukan gugatan perlawanan bernomor 253/ Pdt.Bth/2018/PN. Sby.

Dalam gugatan ini, Iuneke Anggraini mengaku sebagai pemilik aset yang diajukan sebagai sita eksekusi. Iunike mengaku kawin dengan Henry pada tanggal 9 November 2011 dengan Perjanjian Kawin (pisah harta) pada 31 Oktober2011.

Namun, hakim kembali menolak gugatan perlawanan yang diajukan istri Henry ini. Sehingga sudah tidak ada lagi upaya hukum yang harus ditunggu untuk pelaksanaan eksekusi terhadap rumah Henry.

Kendati demikian, persoalan baru menghantui pikiran Sujatmiko selaku pemohon eksekusi. Sebab rumah Henry tersebut, belakangan diketahui juga bermasalah dengan Kantor Pajak. “Dengan perkembangan kondisi terkini, semakin mempersulit upaya mendapatkan hak kami. Padahal putusan ini sudah inkracht sejak 2015 lalu. Kami memohon pengadilan dapat menentukan nasib dan hak kami, dengan segera melaksanakan eksekusi tersebut. Utang ini muncul sejak 22 tahun lalu, saat saya masih berusia 11 tahun,” kata dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.6165 seconds (0.1#10.140)