Wadir Resnarkoba Polda Akui Ungkap Kasus Narkoba Butuh Ketekunan

Kamis, 14 November 2019 - 08:02 WIB
Wadir Resnarkoba Polda Akui Ungkap Kasus Narkoba Butuh Ketekunan
Wadir Resnarkoba Polda Jatim, AKBP Teddy Suhendyawan Syarif. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Kasus narkoba menjadi perhatian serius baik dari pemerintah maupun aparat kepolisian. Namun, mengungkap kasus narkoba tidak semudah seperti mengungkap kasus tindak pidana umum lainnya.

Dibutuhkan analisis dan ketekunan yang luar biasa dalam melacak, menyelidiki maupun mengungkap kasus peredaran barang haram tersebut.

Berkaca pada hal tersebut, Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadir Resnarkoba) Polda Jatim, AKBP Teddy Suhendyawan Syarif menuntut anggota jajaran untuk terus mengasah kompetensi dalam bidang analisis perkara.

“Misalnya ada peredaran narkoba yang dikendalikan oleh jaringan A dan B. Namun tiba-tiba hasilnya bukan jaringan A dan B, melainkan jaringan W dan Z. Jadi saya tekankan kepada anggota untuk terus mengasah kemampuan analisisnya,” kata dia, Rabu (13/11/2019).

Selama bertugas di Polda Jatim sejak 28 April 2016 silam, alumnus Akpol 1994 ini mengaku kesulitan mencari Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi seperti yang dibutuhkan. Untuk itu pihaknya menekankan kepada anggota jajaran agar terus dan terus mengasah kemampuan maupun kompetensinya dibidang analisis. “Kami minta pada anggota untuk terus tekun dalam menyelidiki kasus-kasus narkoba yang ada di Jatim,” kata dia.

Sebab, kata dia, tantangan di Jatim diakui Teddy sangat dimanis. Yang mana pola yang digunakan dalam jaringan narkoba ini ialah jaringan terputus. Dari situlah anggota dituntut untuk terus konsentrasi melihat perubahan maupun pola-pola yang digunakan jaringan narkoba ini.

“SDM nya masih harus terus diasah kompetensinya, terutama kompetensi menganalis suatu kasus. Karena untuk menganalisa jaringan-jaringan narkoba harus butuh kemampuan sendiri. Sehingga apa yang dianalisi tidak akan meleset dari yang dianalisisnya,” kata dia.

Mantan Kapolres Sumbawa Barat ini mengaku peredaran narkoba rata-rata dikendalikan di dalam Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Meski jaringannya berasal dari Lapas, jaringan itu bisa berubah dan merupakan jaringan terputus. “Untuk Surabaya, peredaran gelap narkoba yang pertama banyak melalui jalur darat. Kemudian jalur udara dan ketiganya adalah jalur laut,” kata dia.

Sementara untuk di Indonesia, Perwira Menengah Polri asal Jakarta ini mengaku jaringan Madura dan Aceh lah yang mendominasi. Sedangkan untuk asal barang haram itu, Teddy mengaku paling banyak berasal dari jaringan internasional, yaitu dari Myanmar, Bangkok, Kamboja dan Malaysia.

“Untuk mengungkap jaringan-jaringan narkoba ini, kemampuan analisis dan ketekunan anggota sangat dibutuhkan. Seperti hasil ungkap anggota pada Oktober lalu, kami berhasil mengungkap peredaran 6,9 kilogram sabu yang dimasukkan atau dibungkus dalam kemasan teh China,” kata dia.

Dalam pengungkapan kasus narkoba, Teddy mengatakan, pihaknya beserta anggota terus melakukan analisis. Bahkan analisis itu bisa dilakukan selama berbulan-bulan, guna mengungkap jaringan narkoba yang menjadi TO (Target Operasi). “Biasanya, anggota melakukan pembuntutan sampai pada penyelidikan sekitar 3 bulan. Untuk itu dibutuhkan analisis yang cakap, serta ketekunan dalam mengungkap kasus narkoba ini,” pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0009 seconds (0.1#10.140)