Lezatnya Gulai Sapi Penantang Angin di Ujung-Kamal

Sabtu, 22 September 2018 - 11:54 WIB
Lezatnya Gulai Sapi Penantang Angin di Ujung-Kamal
Gulai Sapi khas Madura yang disajikan di atas Kapal Jokotole di penyeberangan Selat Madura dari dermaga Ujung ke Kamal, Madura. Foto/SINDONews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Di kapal penyeberangan Jokotole yang melayar dari Dermaga Ujung ke Kamal, Madura, selalu ada sensasi. Semua penumpang kapal kerap disajikan dengan tantangan melawan angin.

Lupakan jaket yang tebal, cobalah hangatkan diri dengan mencicipi Gulai Sapi yang dijual di atas kapal.

Saat memasuki ruang duduk penumpang, aroma serai dan kayu manis langsung menyambut. Dari rombong kecil yang ada di dekat dek kapal, Sujito (55), menghidangkan Gulai Sapi khas Madura. Angin kencang yang berhembus, membawa aroma pala dan tulang sapi memenuhi isi ruangan kapal.

Deretan mangkok menukik tajam di sisi rombong, mengikuti guncangan ombak yang siang itu cukup menerkam. Sujito tetap tenang menyajikan Gulai Sapi dalam antrean panjang penumpang.

Kuah pekat berwarna kuning mengugah mata untuk segera melahapnya, irisan daging, beberapa tulang sapi serta aroma daun jeruk menenangkan pikiran. Memberikan kenyamanan pada penumpang tentang angin yang siang itu berhembus cukup kencang.

Cukup merogoh isi dompet Rp11.000, semangkuk Gulai Sapi begitu legit dan hangat. Pada suapan sendok yang pertama, sum-sum tulang sapi seperti merasuk dalam kuah gulai. Rasanya yang aduhai itu memang tak lepas dari kualitas daging sapi yang khusus didatangkan dari peternakan sapi di Pulau Sapudi, Madura.

"Daging sapi harus empuk. Biar rasanya ketika digigit enak di lidah," ujar Sujito, Sabtu (22/9/2018).

Lezatnya Gulai Sapi Penantang Angin di Ujung-Kamal


Sujito yang sudah 21 tahun berjualan Gulai Sapi di atas Kapal Jokotole itu selalu menjaga rasa. Ia memahami banyak orang yang masuk angin ketika naik kapal. Makanya, racikan khasnya dengan memadukan jinten, ketumbar, cengkeh dan daun salam yang digeprek akan melepas penat di atas kapal.

"Sengaja serai dan saya kasih jahe merah. Biar gulainya hangat di badan," ungkapnya.

Untuk memaksimalkan sajian gulai, irisan lontong yang dibuat miring tetap empuk di lidah. Tak cukup satu atau dua suap ke mulut, rasa ingin melahap tetap terjaga sampai tak ada sisa lagi kuah dan lontong yang mengambang di mangkuk.

Dendang lagu dangdut koplo masih mengalun. Melihat Pulau Madura yang sudah terlihat di ujung mata. Kapal masih bergoyang ketika para penumpang menikmati gulai. Melupakan sejenak perjalanan yang meletihkan. Atau sekedar menisbihkan kehidupan yang keras dalam semangkok gulai.

Perjalanan dari Dermaga Ujung ke Kamal yang biasa ditempuh dengan waktu 25 menit tak lagi terasa membosankan. Seperti sebuah kisah yang tak akah terlupakan, pikiran kita akan berpendar dalam memori gulai yang akan terus dirindukan, di atas permukaan Selat Madura yang terkenal gahar.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2432 seconds (0.1#10.140)