Khofifah Sebut Ketahanan Pangan Jatim Mampu Topang 15 Provinsi

Selasa, 19 November 2019 - 20:39 WIB
Khofifah Sebut Ketahanan Pangan Jatim Mampu Topang 15 Provinsi
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (kiri) saat menghadiri Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-39 di JX International Surabaya.
A A A
SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa mengklaim ketahanan pangan Jatim mampu menjadi tulang punggung nasional.

Hal tersebut terlihat dari ketersediaan pangan seperti beras, jagung, daging, telur, susu, dan ikan yang berada dalam posisi surplus.

Hal itu disampaikan Khofifah saat Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-39 di JX International Surabaya, Selasa (19/11/2019). Dipaparkan Khofifah, ketersediaan beras surplus sebesar 3.727.959 ton, jagung surplus 5.885.225 ton, dan gula suplus 862.621 ton.

Sedangkan ketersediaan daging surplus 374.389 ton, telur surplus 313.811 ton, susu surplus 453.236 ton, dan ikan surplus 933.402 ton. “Berlimpahnya komoditas pangan di Jatim tersebut mampu menopang kebutuhan 15 provinsi,” klaimnya.

Peringatan HPS di Jatim tahun ini mengusung tema “Melalui Inovasi Teknologi Pertanian dan Pangan Kita Wujudkan Nawa Bhakti Satya untuk Jawa Timur Maju Sejahtera”. Pemilihan tema ini didasari semangat mewujudkan kemandirian pangan Jatim sebagai salah satu lumbung pangan nasional melalui berbagai inovasi teknologi.

“Seluruh komoditas pangan (di Jatim) surplus, hanya kedelai dan bawang putih saja yang mengalami defisit,” tandas Khofifah.

Orang nomor satu di Jatim itu yakin, dengan kerja keras seluruh pelaku pertanian, ketahanan pangan di Jatim dan Indonesia akan semakin kuat. Sehingga dapat mewujudkan kedaulatan pangan. Terutama dalam pemunuhan komoditas pangan pokok.

“Provinsi lain yang masih rendah produktivitasnya harus kita topang, bahu membahu dan kerjasama dalam mewujudkan swasembada pangan nasional,” ujarnya.

Menurut Khofifah, konversi lahan produktif pertanian masih menjadi masalah yang menghantui ketahanan pangan di Jatim. Penyusutan ini ditengarai dipicu oleh pesatnya pembangunan infrastruktur di daerah sentra produksi pertanian. Selain itu, regenarasi petani

dimana minat generasi muda di sektor pertanian terus menurun. Dan, perubahan pola konsumsi masyarakat akibat meningkatnya standar hidup. “Tantangan ini harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan dan butuh komitmen politik yang kuat. Tidak hanya di level pusat, namun juga provinsi hingga bupati/walikota. Saya berharap perguruan tinggi pun terus berupaya melakukan riset dan pengembangan guna meningkatkan kualitas dan produktifitas komoditas pangan,” ujarnya.

Sementara itu, lanjut Khofifah, untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen, dirinya mendorong konsep industrialisasi hasil pertanian dengan rumus petik, olah, kemas, dan jual. Harapannya, nilai ekonomis produk pertanian tersebut dapat semakin meningkat. Sehingga mampu mendongkrak pendapatan petani.

“Selama ini kan sering polanya petik dan jual. Nah, kita dorong agar mereka (petani) mengolah dan mengemasnya terlebih dahulu sebelum akhirnya dijual. Cara ini memang butuh waktu, tapi hasilnya tentu jauh lebih besar. Proses pengentasan kemiskinan pun akan jauh lebih cepat,” imbuhnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7471 seconds (0.1#10.140)