Sengketa Lahan, Warga dan Penjaga PTPN XII Rawan Gesekan

Kamis, 21 November 2019 - 22:40 WIB
Sengketa Lahan, Warga dan Penjaga PTPN XII Rawan Gesekan
Lahan di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjingwetan, Kabupaten Malang, yang jadi obyek sengketa antara warga dengan PTPN XII. Foto/Dok.KPA Jatim
A A A
MALANG - Konflik akibat sengketa kepemilikan lahan antara warga di Desa Tegalrejo, dengan PTPN XII, di wilayah selatan Kabupaten Malang, rawan memicu terjadinya gesekan.

Bahkan, pada Kamis (21/11/2019) ketegangan dan gesekan kembali terjadi antara warga di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjingwetan, Kabupaten Malang, dengan Penjaga Kebun (PK) PTPN XII Pancursari.

Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jatim, M. Izzudin menyebutkan, ketegangan dan gesekan antara warga dengan PK PTPN XII Pancursari ini, sudah beberapa kali terjadi.

Petani yang merupakan warga Desa Tegalrejo, tersebut, disebutkan Izzudin, sudah bertahun-tahun lamanya menggarap lahan yang kini disengketakan.

Keributan antara kedua belah pihak ini terjadi di lahan yang sampai saat ini dipersengketakan oleh warga Desa Tegalrejo, dengan PTPN XII Pancursari.

Tepatnya pada pukul 09.15 WIB, saat tiga petani hendak melakukan aktivitas pertanian dilahannya yang berdekatan dengan lahan PTPN XII Pancursari, tiba-tiba ketiga petani tersebut didatangi oleh empat PK PTPN XII Pancursari.

Setelah itu, salah satu (berinisial Su) dari empat PK tersebut, langsung melayangkan tuduhan sebagai pelaku pembakar rumput di area lahan PTPN XII Pancursari yang berupa tegakan karet kepada ketiga petani penggarap tersebut.

"Tuduhan PK tersebut merupakan pernyataan ngawur atau asal-asalan hanya dengan dasar bahwa lokasi yang sedang digarap oleh ketiga petani tersebut berdekatan dengan (bekas rumput terbakar) area tegakan karet PTPN XII Pancursari," ujarnya.

Seketika ketiga petani penggarap tersebut melakukan reaksi melawan dengan langsung mencela pernyataan atas tuduhan yang dilayangkan oleh PK. Karena situasi tersebut, cekcok atau adu mulut tidak dapat dihindari.

Sampai pada akhirnya, keempat PK tersebut pulang atau kembali ke tempatnya masing-masing dan disusul oleh Wakil Manajer PTPN XII Pancursari, menuju ke tempat S (salah satu PK yang menuduh ketiga petani penggarap).

Tidak lama seusai PK kembali ke tempat asalnya masing-masing, sekitar 40 warga Desa Tegalrejo, datang ke lokasi tempat cekcok tersebut, untuk mengetahui dan membela rekan sesama petani penggarap.

Setelah didapat cukup keterangan dari ketiga petani yang didatangi PK, lantas 40 petani penggarap lainnya hendak berencana mendatangi PK tersebut, untuk memperjelas situasi dan menyatakan ketegasan sikapnya atas penolakan aktivitas atau kegiatan PTPN XII Pancursari, di area lahan garap petani Desa Tegalrejo. Namun, niat tersebut diurungkan karena dikhawatirkan akan rentan terjadi kegaduhan yang melibatkan kedua belah pihak.

"Ketiga petani penggarap tersebut merupakan anggota dari Serikat Perjuangan Petani Tegalrejo (SPPT) yang kini sedang memperjuangkan hak atas tanahnya yang sedang diklaim oleh PTPN XII Pancursari," tegasnya.

Situasi gaduh dan tegang semacam itu kerap kali terjadi di Desa Tegalrejo, lantaran konflik agraria antara petani dengan PTPN XII Pancursari tidak kunjung terselesaikan. Bahkan belum lama ini (7/11/2019), telah terjadi pengrusakan dan pencabutan tanaman petani Desa Tegalrejo, oleh 30 orang yang diduga dari PTPN XII Pancursari.

"Tidak hanya pengrusakan, petani Desa Tegalrejo, saat itu juga diintimidasi dengan senjata tajam oleh sejumlah orang bayaran," ungkap Izzudin.

Petani diminta meninggalkan lahan garapannya yang sudah diusahakannya selama bertahun-tahun. Padahal lokasi yang sudah diusahakan petani dan warga berupa lahan garap, pemukiman, fasilitas umum-fasilitas sosial, dan bahkan fasilitas Adminisratif Pemerintahan Desa Tegalrejo ini merupakan hak warga Desa Tegalrejo.

Klaim PTPN XII Pancursari ini menyebabkan tumpang tindih dengan area Desa Tegalrejo, yang berdampak langsung pada sendi-sendi kehidupan warga Desa Tegalrejo. Hal ini dikarenakan tidak dilaksanakannya kewajiban, terkait penyelesaian atas adanya tanah-tanah garapan rakyat oleh pihak PT Perkebunan XIII yang kini atas nama PTPN XII Pancursari, yang tercantum SK Menteri Dalam Negeri No. 35/HGU/DA/88 tentang Pemberian HGU PT Perkebunan XXIII.

Perusahaan plat merah ini tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3-VIII-1996 tentang Kebijaksanaan Penataan Kembali Areal Perkebunan dalam Perusahaan PT. Perkebunan XXIII serta SK Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional No. 4-VIII-1996 tentang Pembatalan Secara Parsial Keputusan Pemberian HGU Kepada PT. Perkebunan XXIII Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri No. 35/HGU/DA/88.

Hal tersebut senada dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen yang memenangkan gugatan perdata warga Desa Tegalrejo, atas PTPN XII dengan nomor perkara 93/Pdt.G/PN.Kpn pada 31 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa (1) sertifikat HGU No. 2 tahun 2010 di Desa Tegalrejo atas nama PTPN XII Pancursari Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat, sampai PTPN XII Pancursari memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam SK Mendagri No. 35/HGU/DA/88 tentang Pemberian HGU PT. Perkebunan XXIII, ketentuan dalam SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3-VIII-1996 tentang Kebijaksanaan Penataan Kembali Areal Perkebunan dalam Perusahaan PT. Perkebunan XXIII, dan ketentuan dalam SK Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional No. 4-VIII-1996 tentang Pembatalan Secara Parsial, (2) bahwa PTPN XII Pancursari yang ada di Desa Tegalrejo telah secara sah melakukan perbuatan melawan hukum.

Berdadsarkan situasi-situasi tersebut, Ludi Antoko selaku Ketua Serikat Perjuangan Petani Tegalrejo (SPPT) mengharap, agar konflik agraria yang terjadi di Desa Tegalrejo, antara petani dengan PTPN XII Pancursari, segera mendapat perhatian dan segera mengambil kebijakan untuk penyelesaian konflik dari pemerintaha lokal maupun pemerintahan pusat.

"Apabila situasi riskan semacam ini dibiarkan, dikhawatirkan dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan bahkan muncul korban, terlebih apabila pemerintah tidak segera mengambil sikap," tuturnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7884 seconds (0.1#10.140)