Yenny Wahid: Perempuan Pendeteksi Dini Konflik Kekerasan

Minggu, 24 November 2019 - 12:37 WIB
Yenny Wahid: Perempuan Pendeteksi Dini Konflik Kekerasan
Putri presiden keempat, Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid. Foto/Dok/Istimewa
A A A
JAKARTA - Putri sulung presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mengatakan, perempuan bisa menjadi pendeteksi intoleransi dan konflik kekerasan.

Bahkan, kata dia, perempuan bisa menjadi pionir penerapan nilai-nilai perdamaian di masyarakat. Sehingga warga sekitar tidak mudah terprovokasi dengan isu yang bisa memicu konflik horizontal.

"Peace Village merupakan taman augmented reality pertama di Indonesia. Kami percaya, penerapan teknologi dalam taman ini akan mampu memberikan pengalaman yang lebih menyenangkan, sekaligus mendidik para pengunjung," jelas Yenny Wahid, inisiator Peace Village.

Yenny menilai, Indonesia butuh ruang bersama untuk bisa menggelar dialog sebagai upaya perdamaian di masyarakat. Hal tersebut diutarakannya ketika memperkenalkan taman bermain luar ruang pertama yang dilengkapi dengan teknologi augmented reality. Taman bermain yang diberi nama Peace Village alias Desa Damai tersebut berlokasi di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta.

Taman seluas 5.000 meter persegi tersebut mengajak para pengunjung untuk belajar secara interaktif dengan konsep edutainment. Pengunjung Peace Village akan dididik tentang berbagai hal seperti keberagaman, toleransi, dan lainnya.

"Konsep ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada masyarakat sekitar agar lebih terpacu untuk membangun daerahnya," kata dia.

Istilah augmented reality atau "realitas tertambah" adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan/atau tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi, lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata.

Setiap pengunjung taman akan dilengkapi dengan perangkat mobile yang memberikan pengalaman augmented reality. Dengan perangkat tersebut, mereka harus menyelesaikan berbagai misi untuk berinteraksi dengan hewan-hewan virtual yang tersebar di dalam taman. Mereka juga dapat mempelajari karakteristik dari setiap hewan, serta menjawab berbagai pertanyaan.

Dalam kerangka yang lebih luas, Yenny Wahid menambahkan, Peace Village dirancang menjadi sebuah gerakan yang melibatkan warga di desa-desa untuk menjadi desa yang menerapkan nilai-nilai perdamaian.

"Gerakan ini akan mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat pada umumnya dan para perempuan serta anak-anak khususnya di desa-desa untuk mendorong peningkatan ekonomi keluarga mereka," kata dia.

Dalam keseharian, mereka bisa tetap tinggal di rumah dan mengasuh anaknya, sambil membuat usaha kecil untuk membantu pendapatan keluarga. Para perempuan juga akan dibekali kemampuan dalam menerapkan nilai-nilai perdamaian di lingkungan mereka masing-masing, sehingga tidak mudah terprovokasi dalam kasus-kasus intoleransi dan konflik kekerasan.

"Lebih dari itu, mereka justru memiliki kemampuan melakukan deteksi dini terhadap intoleransi dan konflik kekerasan," jelas Yenny.

Sementara itu, General Manager AR&Co Juliwina mengatakan, pihaknya selama ini selalu melihat potensi penerapan teknologi di bidang edutainment.

"Karenanya, ketika mengetahui visi dan misi Peace Village, terutama dalam kaitan dengan pendidikan kemasyarakatan, kami tidak ragu untuk mendukung penuh inisiasi Ibu Yenny Wahid ini," kata Juliwina.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0217 seconds (0.1#10.140)