Belum Ada Instruksi Kejagung, Eksekusi Mati Sugik Terhambat

Senin, 25 November 2019 - 09:05 WIB
Belum Ada Instruksi Kejagung, Eksekusi Mati Sugik Terhambat
Belum Ada Instruksi Kejagung, Eksekusi Mati Sugik Terhambat
A A A
SURABAYA - Meski berkekuatan hukum tetap, eksekusi mati terhadap Sugianto alias Sugik belum bisa dilaksanakan. Kejati Jatim menunggu instruksi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) perihal pelaksanaan eksekusi pembunuh satu keluarga di Jojoran Surabaya itu.

Sebelumnya, Sugik sudah berupaya agar lolos dari hukuman mati dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun PK itu ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Sugik juga mengajukan Grasi yang juga ditolak Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu.

"Sampai saat ini kami belum mendapat instruksi eksekusi terpidana mati dari Kejagung," kata Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim, Herry Ahmad Pribadi, Senin (25/11/2019).

Meski begitu, Herry masih mendata hak-hak apa saja dari terpidana mati yang belum dipenuhi. Semisal pengurangan masa hukuman atau grasi, maupun PK atau peninjauan kembali yang diajukan terpidana.

“Sebelum pelaksanaan eksekusi mati, para terpidana ini harus dipenuhi hak-haknya dulu. Terkait kapan eksekusinya masih belum tahu, karena nanti yang memerintahkan adalah Kejagung,” kata Herry.

Ditanya mengenai data terpidana mati yang ada di Surabaya, pria yang belum genap sebulan menjabat sebagai Aspidum ini mengaku belum tahu pasti. Meski begitu pihaknya mendapat informasi bahwa ada empat terpidana mati yang ada di Jatim. “Informasinya ada empat terpidana mati di seluruh Jatim,” ungkap Herry.

Disinggung terkait eksekusi terhadap Sugik, terpidana kasus pembunuhan satu keluarga pada 1995 silam, Herry mengaku belum ada rencana eksekusi terhadap Sugik. Justru belakangan diketahui Sugik mengalami gangguan jiwa. Apakah hal itu bakal menunda proses eksekusi terhadap Sugik, Herry menegaskan, sakit jiwa yang dialami terpidana tidak menggagalkan proses eksekusi hukuman mati.

“Kondisi kejiwaan terpidana tidak menjadi alasan untuk penundaan proses eksekusi. Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan, jadi harus dilakukan. Kecuali waktu di persidangan, kondisi terdakwa harus benar-benar dalam keadaan sehat,” jelasnya.

Apakah ada kendala pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang hingga puluhan tahun, Herry menambahkan, pertama adalah perihal biaya yang mahal. Kedua, lebih kepada memberikan kesempatan kepada terpidana untuk mengajukan upaya hukum, baik itu grasi maupun PK.

“Pelaksanaan eksekusi memang butuh biaya ekstra. Diantaranya menyiapkan regu tembak, menyiapkan mental para petugasnya dan juga teknis di lapangan. Dan biaya eksekusi hukuman mati ini melalui pusat, dan cukup besar biayanya,” pungkasnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Pas Kemenkumham), di Indonesia total ada 274 terpidana mati. Dengan rincian, kasus narkotika sebanyak 90 orang, pembunuhan sebanyak 68 orang, perampokan sebanyak 8 orang, terorisme sebanyak 1 orang, pencurian sebanyak 1 orang, kesusilaan sebanyak 1 orang dan pidana lainnya sebanyak 105 orang.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.8943 seconds (0.1#10.140)